Sukses

Angelina Jolie Berlebihan? Baru Risiko Kanker, Angkat Payudara

Angelina Jolie memutuskan mengangkat kedua payudaranya karena berisiko 87 persen terkena kanker payudara. Namun perlukah mengangkat payudara jika baru berisiko?

Angelina Jolie memutuskan mengangkat kedua payudaranya karena berisiko 87 persen terkena kanker payudara. Namun perlukah mengangkat payudara jika baru berisiko?

Keputusan Jolie memang jarang dilakukan kaum wanita. Dan tulisannya di Editorial New York Times memicu perdebatan di antara ribuan wanita bagaimana caranya mengetahui risiko kanker dan jika ketahuan apa harus mengangkat payudaranya.

Satu dari 500 wanita di Amerika Serikat, termasuk Jolie membawa mutasi genetik sehingga berkesempatan 60 persen terkena kanker payudara. Wanita kelompok ini harus memilih antara operasi mengangkat payudara atau memantau dengan ketat tanda-tanda awal kanker, serta terapi obat yang mencegah pertumbuhan tumor.

Seorang peneliti Kanker Payudara dan Direktur Pusat Penelitian Basser di University of Pennsylvania, Susan Domchek, mengatakan, pilihan itu membuat pasien bingung untuk melindungi dirinya.

Memang, wanita yang berisiko tinggi karena mutasi genetik disarankan mengangkat payudara dan ovarium sebagai tindakan pencegahan. Ini dianggap aman untuk bertahan lebih lama hingga memiliki anak sebelum mengangkat ovarium. Tapi, operasi harus dilakukan pada usia 40 tahun.

Menurut Domchek, Jolie memutuskan mastektomi ganda setelah belajar dari pengalaman ibunya yang meninggal karena kanker di usia 56 tahun pada 2007.

Domchek menjelaskan, belum ada temuan yang menyebutkan operasi bisa meningkatkan harapan hidup pasien dibandingkan dengan bertindak waspada dan obat-obatan, meski itu adalah cara terbaik untuk mencegah kanker.

"Mengangkat payudara bukan satu-satunya pilihan", kata Dr Domchek.

Beberapa wanita dengan mutasi BRCA memilih pemantauan dengan mammograms dan MRI scan setahun sekali, atau scan setiap enam bulan. Namun tes tersebut, seperti operasi, tidak mencegah kanker payudara, tetapi menawarkan kesempatan untuk menemukan lebih dini.

"Ketika orang mastektomi itu keputusan yang masuk akal dan ketika orang mengatakan 'saya belum siap melakukannya', itu juga benar-benar masuk akal," kata Domchek.

"Kita harus berhati-hati karena perempuan di luar sana ada yang sedang berjuang keras dengannya dan mereka tak membuat keputusan yang salah dengan memilih skrining," ujarnya seperti dikutip NyTimes, Rabu (15/5/2013).

Bagi beberapa wanita, obat-obatan tertentu bisa menurunkan risiko kanker payudara, tapi tidak sebanyak mastektomi preventif.

Dengan pengakuan Jolie, lanjut Domchek, ia dan teman-teman dokter lainnya  jadi kebanjiran pasien yang bertanya apakah harus menjalani operasi atau melakukan tes mutasi genetik.

Mutasi gen BRCA1 dan BRCA 2 yang merupakan gen tumor bertanggung jawab pada 5 sampai 10 persen kanker payudara dan 10 sampai 15 persen kankert ovarium.

Menurut National Cancer Institute, dalam keadaan normal BRCA1 menyediakan protein yang memperbaiki DNA yang rusak dalam sel. Ketika BRCA1 rusak, kerusakan terakumulasi dan memungkinkan sel tumbuh dan membelah dengan tak terkendali. Ini yang membuat tumor bisa berkembang di payudara, ovarium, tuba fallopi, dan pankreas.

Wanita yang harus mempertimbangkan meminta dokter untuk melakukan tes adalah wanita yang memiliki kanker payudara sebelum usia 50 tahun, dan memiliki riwayat kanker payudara dan ovarium di keluarganya. (Mel/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.