Sukses

Perokok Sakit, Anak Jadi Putus Sekolah

Ketika perokok sakit akibat kebiasaannya, tidak sedikit buah hati mereka yang putus sekolah.

Liputan6.com, Jakarta Bahaya merokok luar biasa besarnya mulai dari menyebabkan penyakit tidak menular yang berujung pada kematian. Satu lagi, ketika perokok sakit akibat kebiasaannya, tidak sedikit buah hati mereka yang putus sekolah.

Berdasarkan hal tersebut Kementerian Kesehatan RI terus berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat bahaya merokok. Salah satunya lewat iklan layanan masyarakat bertajuk "Suara Hati Anak" yang diluncurkan pada Jumat (27/5/2016) oleh Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek.

"Banyak anak kurang gizi dan putus sekolah karena pengeluaran rumah tangga lebih banyak dihabiskan untuk membeli rokok," tutur Nila dalam peluncuran iklan layanan masyarakat ini.

Berbeda dengan iklan sebelumnya yang menayangkan victim, pada iklan berdurasi 30 detik ini menampilkan dampak sosial dari merokok.

Dalam iklan yang tayang selama empat minggu ke depan di televisi ini, terlihat sang ayah yang harus terbaring sakit karena kerap merokok. Sakit membuat sang ayah tak mampu bekerja sehingga tak ada penghasilan. Sang anak pun menjadi korban. Dia tidak bisa melanjutkan sekolah.

Kisah dalam iklan ini adalah kisah nyata yang terjadi pada sebuah keluarga di Muara Angke, Jakarta Utara. Sang bapak bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan Rp 50.000 per hari. Namun dalam satu hari ia bisa menghabiskan 4,5 bungkus rokok. Kebiasaan ini membuat keempat anaknya putus sekolah.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengkritik pemerintah Indonesia karena tingkat konsumsi rokok yang tinggi. WHO memperkirakan jumlah perokok di Indonesia tahun 2025 akan meningkat menjadi 90 juta orang, atau 45 persen dari jumlah populasi bila pemerintahnya lamban mengedukasi masyarakat mengenai bahaya rokok.

Studi Universitas Indonesia juga mencatat, setiap hari sekitar 500 orang meninggal dunia akibat rokok. Data dari tahun 2010 menunjukkan jumlah nyawa yang melayang akibat asap tembakau di Indonesia mencapai 190.260 orang.

Studi yang dikumpulkan Wall Street Journal dan World Lung Foundation dan American Cancer Society juga menunjukkan kekhawatiran serupa. Setiap tahun rata-rata penduduk Indonesia menghisap 1085 batang rokok atau meningkat hampir dua bungkus per minggu.

Survei Ekonomi Nasional 2006 melaporkan, lebih dari 12 juta keluarga miskin Indonesia menggunakan Rp 102.000 uang bantuan langsung tunai (BLT) untuk membeli rokok. Jika dibandingkan dengan pengeluaran lainnya, mereka akan mengutamakan rokok ketimbang beli daging, susu dan telur atau sekolah anak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini