Sukses

[OPINI] Melepas Jerat Selingkuh

Cinta tidak pernah menyakiti. Hindari curhat dengan teman lawan jenis di kantor, apalagi jika membicarakan pasangan kita.

Liputan6.com, Jakarta SELINGKUH, sebuah kata yang cukup familiar di telinga kita. Kata yang terkesan sederhana namun pengaruhnya dalam kehidupan luar biasa.

Dalam pengalaman saya sebagai psikolog ketika menghadapi pasien, selingkuh merupakan sebuah fenomena yang terkadang kerap saya temukan sebagai masalah harian dari pasien-pasien saya. Akan tetapi, alangkah baiknya kita melihat terlebih dahulu apakah selingkuh bisa terjadi begitu saja?

Dewasa ini, masyarakat yang hidup di perkotaan merupakan masyarakat yang sibuk dengan aktivitas harian di dunia kerja. Dari puluhan pasien yang saya tangani setiap bulannya, ternyata mereka adalah warga kota yang sibuk dengan pekerjaannya.

Memang saya bisa memahami bahwa kesibukan di dunia kerja begitu menyita energi fisik dan psikis kita. Hal itu bisa membuat kita merasakan "fatigue" atau lelah secara mental dan tubuh kita jadi tidak bugar. Untuk mengatasi situasi demikian, kita biasanya membutuhkan langkah-langkah kecil untuk membugarkan diri kembali.

Kebersamaan dengan rekan kerja, canda, tawa, dan mengisi waktu dengan makan bersama atau menonton konser setelah jam kantor berakhir, merupakan hal-hal kecil yang kerap dilakukan untuk mengurangi kejenuhan dan stres kerja. Tidak jarang aktivitas-aktivitas tersebut kita lakukan dengan rekan kerja lawan jenis.

Tapi, tahukah Anda bahwa hal itu ternyata bisa menjadi pemicu selingkuh dengan rekan kerja? Iya, aktivitas sederhana itu saya temukan pada pasien-pasien saya menjadi awal pemicu munculnya selingkuh dengan rekan kerja di kantor.

Niat awalnya memang tidak untuk selingkuh, tapi kebersamaan, keakraban, dan saling mengisi waktu antarsesama rekan menjadi "chemistry" tersendiri yang membentuk ikatan emosional (emotional attachment). Dari sinilah muncul perasaan rindu dan biasanya memancing kita untuk berkomunikasi lebih intensif dengan rekan kerja lawan jenis tersebut. 

Sebagai psikolog saya memandang fenomena ini memang tidak selalu mudah untuk dihindari. Namun bukan berarti tidak bisa dihindari. Semua itu berawal dari kata kunci yang berasal dari dalam diri kita yaitu, "MAU" menghindar.

Tanpa disadari selingkuh terkadang membuat produktivitas kita di kantor lebih meningkat, karena keinginan untuk bertemu dengan si "dia" membuat kita lebih rajin ke kantor dengan datang lebih awal dan pulang lebih akhir. Tapi di balik semua itu, pernahkah kita menyadari bahwa ada hati yang tersakiti jika mengetahui hal ini?

Pasien-pasien yang saya temukan dengan masalah ini, biasanya merasa sulit mengatasinya dan hanya dengan konseling biasa tidak membuat mereka mampu mengatasinya.

Sejumlah langkah terapi kerap saya lakukan secara rutin untuk mengatasi kondisi mereka. Terapi ini bertujuan bukan untuk membuat memori pasien saya lupa dengan selingkuhannya, karena hal itu tidak mungkin.

Selama kita hidup dan fungsi otak kita sehat, maka kita tidak akan lupa dengan semua peristiwa hidup kita. Terapi yang saya lakukan bertujuan untuk menetralisir perasaan yang muncul dan membuat pasien saya siap memperbaiki masa depan hidupnya.

Sebagai psikolog, saya tidak bisa menghakimi mereka dengan mengatakan mereka salah dan berdosa. Saya memang dituntut untuk bersikap arif menyikapi hal ini. Tidak ada satu manusia yang luput dari kesalahan, entah itu disengaja ataupun tidak.

Tetapi, saya berupaya untuk menggiring paradigma mereka sampai pada satu tahapan berpikir bahwa "dengan apa yang sudah saya lakukan, ada pribadi yang mencintai saya yang terlukai oleh saya".

Jika sudah sampai pada tahap itu, biasanya mereka dengan kesadaran penuh berupaya memperbaiki hidupnya dan membahagiakan orang-orang yang mencintai mereka.

Bagi Anda yang sudah mulai merasa dekat dengan rekan lawan jenis di tempat kerja dan khawatir hal itu berkembang menjadi perselingkuhan, berikut tips untuk mengantisipasinya:

  1. Hindari memberikan "flirting" (menggoda) kepada rekan kerja lawan jenis, meskipun tujuannya hanya untuk bercanda. Hal ini bisa memicu salah persepsi.
  2. Hindari makan siang atau makan malam hanya berdua saja dengan rekan kerja lawan jenis, meskipun itu dilakukan di kantor. Jika memang terpaksa, kurangi frekuensinya.
  3. Hindari curhat dengan teman lawan jenis di kantor, apalagi jika membicarakan pasangan kita. Hal ini bisa memberikan celah untuk masuk lebih dalam ke kehidupan pribadi kita.
  4. Hindari memiliki "best friend" dari rekan kerja lawan jenis yang biasanya dia selalu ada untuk kita. Hal ini hanya memicu emotional attachment yang erat.
  5. Hindari ajakan untuk bepergian atau kegiatan yang bersifat informal dari rekan kerja lawan jenis. Hal ini bisa jadi pemicu adanya kedekatan perasaan.

Sebagai psikolog saya mengimbau, di tengah ketidaksempurnaan kita sebagai manusia marilah mengendalikan diri dan menjaga hati pasangan yang mencintai kita. Karena cinta itu tidak pernah menyakiti.

Love for Life...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.