Sukses

Remaja 14 Tahun Jalani Bedah Implan Hidung Cetakan 3D Pertama

Para dokter menggunakan model hidung para kerabat untuk menciptakan hidung cetakan 3D yang disesuaikan dengan muka remaja itu.

Liputan6.com, New York - Seorang remaja lelaki berusia 14 tahun menjadi orang pertama di AS yang menerima implan hidung cetakan 3D, lengkap dengan indra pembau dan perasa.

Dikutip dari terbitan pers Rumah Sakit Mount Sinai, Senin (41/2016), Dallan Jennet yang berasal dari Marshall Islands terjatuh ke atas kabel listrik menyala ketika ia berusia 9 tahun sehingga seluruh mukanya terbakar dan ia kehilangan hidungnya. 

Para dokter di RS Mount Sinai di kota New York menciptakan hidung baru berdasarkan model dari kerabat terdekat remaja itu, lalu menyesuaikannya dengan muka dan pembuluh-pembuluh darah supaya semua fungsi hidung bisa dipulihkan.

“Bedahnya serupa dengan ‘transplantasi hidung’ biasa namun kita mengganti hidung dengan implan yang fungsional, “ kata Dr. Dal Tagan, seorang ahli bedah di Mount Sinai yang memimpin pembedahan melalui terbitan pers.

“Prosedur ini merupakan terobosan dalam rekonstruksi wajah karena pasiennya tidak akan menghadapi masalah terkait transplantasi baku, semisal penolakan jaringan atau perlunya obat penekan kekebalan seumur hidup,” Tagan menjelaskan. 

Tahapan pemulihan hidung Jennet dimulai pada di awal 2015, dimulai dengan 6 pembedahan di Marshall Islands untuk memasang peregang di bawah sisa kulit hidung guna menciptakan ruang bagi hidung barunya.

Para dokter menggunakan model hidung para kerabat untuk menciptakan hidung cetakan 3D yang disesuaikan dengan muka remaja itu. Pada Juni lalu, dalam pembedahan selama 16 jam, para dokter mengambil sejumlah jaringan dan pembuluh darah dari paha sang remaja, lalu membuang jaringan parut dari wajahnya dan memasang hidung barunya. Kemudian, kulit dijahitkan di atas implan.

Melalui 4 pembedahan lanjutan dan percobaan tambahan, indra penciuman dan perasanya telah pulih. Implan itu bersifat menetap, luwes dan tidak perlu diganti lagi, kata para dokter.

“Kami percaya bedah ini memungkinkan pasien menjalani hidup yang bahagia dan produktif. Kami juga berharap bahwa pendekatan ini akan menjadi pilihan yang mungkin untuk orang-orang lain yang mengalami cacat berat dan memerlukan bedah rekonstruksi,” kata Dr. Grigory Mashkevich.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.