Sukses

Resep Antibiotik Pengaruhi Kepuasan Pasien pada Layanan Dokter?

Dokter umum seringkali merasa tertekan oleh pasien untuk meresepkan antibiotik dan sulit menolak pasien yang memintanya. Serba salah.

Liputan6.com, London - Penggunaan antibiotik tidak boleh sembarangan. Dokter umum juga tidak begitu saja menuliskan resep antibiotik kepada pasiennya. Tapi, pemberian antibiotik mempengaruhi kepuasan pasien kepada layanan dokternya.

Dikutip dari BBC pada Kamis (10/12/2015), seperti disebutkan oleh para peneliti King's College London, para dokter umum yang meresepkan lebih sedikit antibiotik dipandang kurang memuaskan pasiennya.

Penelitian ini telah diterbitkan dalam British Journal of General Practice. Penelitian itu membandingkan penulisan resep pada lebih dari 95% dokter umum di Inggris dengan suatu survei kepuasan pasien.

Angka kepuasan digunakan untuk menentukan nilai yang dibayarkan kepada sang dokter umum. Kepuasan pasien meningkat ketika mereka didengarkan dan diperiksa secara telaten.

Baca juga:

Penelitian tahun lalu memperingatkan bahwa hampir setengah dari resep antibiotik tidak sepantasnya dituliskan. Resepnya diberikan kepada pasien penderita batuk pilek, sakit tenggorokan dan flu—padahal semuanya tidak bisa disembuhkan dengan antibiotik.

Pemakaian berlebihan antibiotik menyebabkan kekebalan antibiotik sehingga bakteri dan infeksi tidak dapat lagi ditangani menggunakan obat yang kuat sekalipun.

Dalam penelitian kali ini, para dokter yang meresepkan 25% lebih sedikit antibiotik mengalami penurunan tingkat kepuasan layanan.

General Practice Patient Survey mengundang sekitar 3 juta orang dewasa yang terdaftar pada dokter umum di Inggris untuk memberikan komentar tentang mutu layanan yang mereka terima. Hasil survei itu berpengaruh kepada pembayaran terkait unjuk kerja.

Dr Mark Ashworth, seorang dokter umum dan pimpinan penulisan laporan dari bagian penelitian kesehatan dan perawatan sosial di King's College London mengatakan, “Dokter umum seringkali merasa tertekan oleh pasien untuk meresepkan antibiotik dan sulit menolak pasien yang memintanya.”

Lanjutnya, “Dokter umum yang pelit meresepkan antibiotik mungkin perlu dukungan untuk menjaga kepuasan pasien.”

Walaupun para penulis laporan tidak dapat menunjukkan hubungan sebab-akibat melalui penelitian ini, sejumlah penelitian di beberapa negara lain telah memberikan hasil yang mirip.

Tapi para penulis itu juga menyebutkan bahwa masih mungkin menutupi perasaan tidak puas jika pasien itu didengarkan dan diperiksa secara telaten.

Dr. Tim Ballard, wakil ketua Royal College of GPs, mengatakan temuan itu mengkhawatirkan, katanya, “Jadi frustrasi melihat praktek dokter umum yang bekerja keras mengurangi resep tidak perlu, tapi malah menghadapi turunnya tingkat kepuasan pasien. Jadi serba salah.”

Ia menambahkan, “Pandangan masyarakat harus berubah—pasien kita perlu mengerti bahwa ketika penyakit menjadi kebal terhadap antibiotik, itu berarti antibiotiknya tidak ampuh lagi dan kita tidak punya pilihan.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini