Sukses

Dokter Penerbangan Berharap Tes Kesehatan Pilot Tak dipersulit

Tes kesehatan pilot komersial dianggap kurang efektif.

Liputan6.com, Jakarta Selama ini, tes kesehatan pilot komersial dianggap kurang efektif. Pasalnya, Balai Kesehatan Penerbangan hanya ada di Jakarta sehingga pilot yang berada di daerah harus ke Jakarta.

Seperti disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penerbangan dr Soemardoko Tjokrowidigdo SpM, SpKP bahwa pilot sebenarnya tidak harus ke Jakarta untuk melakukan tes kesehatan lantaran Balai Kesehatan atau primary care di Bandara, di beberapa daerah bisa dibangun. Sehingga tidak buang waktu pilot ke Jakarta hanya untuk check up.

"Primary care di Bandara lebih efektif, tidak usah penerbang hanya untuk license check up harus ke Jakarta. Cukup di daerah saja, nanti hasilnya bisa dikirim online bila telah diterbitkan. Jam kerjanya lebih efektif. Kalau sekarang, primary care diluar jakarta dikerjakan TNI AU di pangkalan udara masing-masing jadi dokter komersil di Papua misalnya harus ke Jakarta dulu," katanya.

"Kita mau meningkatkan indonesia memenuhi syarat internastional. Kalau masih tidak berubah juga, di era Open Sky 2015, kita tidak bisa mendapatkan ijin terbang ke Amerika atau Eropa. Sekarang saja hanya ijin khusus untuk pesawat tertentu. Jadi tidak semua pesawat sipil, terbang ke Eropa," ujarnya.

Soemardoko menerangkan, efisiensi langkah pemeriksaan kesehatan ini diharapkan bisa memenuhi persayaratan dari International Civil Aviation Organization (ICAO) mengingat saat ini Indonesia hanya menempati grade 2-penerbangan dengan keamanan terburuk sejajar dengan negara Afrika seperti Sierra Leone dan sebagainya.

"Kami ingin penerbangan kita menjadi grade 1 karena kita tidak kalah bersaing dengan mereka. Makanya, kalau terjadi insiden atau accident harus segera investigasi, dan memperbaiki kesalahan tersebut. Misalnya, ada penerbang dengan gangguan paru-paru, ini harusnya diperiksa spesialis penerbangan, jangan tidak dikerjakan karena bisa menyebabkan kecelakaan penerbangan. Keamanan penumpang juga termasuk," ujarnya.

Jika prosedur ini tidak dipenuhi, lanjut Soemardoko, maka maskapai Indonesia akan dilarang terbang dan lisensi penerbangan dalam negeri pun akan diambil alih perusahaan asing pada 2015.

"Kita akan mencoba memenuhi persyaratan utama minimal requirement, pelayanan, evakuasi dalam skala kita. Kalau kita kurang standar, maka harus di declaire dan evaluasi setiap saat," tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.