Sukses

DPR Tunda FCTC Demi Industri yang Ingin RUU Tembakau?

Kartono Muhammad, justru curiga ada kepentingan di balik hal ini.

Liputan6.com, Jakarta Menanggapi penundaan Konvensi pengendalian tembakau atau The Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), Ketua Tobacco Control Support Cantre Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), Kartono Muhammad, justru curiga ada kepentingan di balik hal ini.

"Sangat disayangkan. Mungkin Marzukie Ali tidak membaca isi FCTC. Seharusnya sebagai pejabat tinggi sebelum menulis surat mengajukan penundaan, dibaca dulu apakah FCTC berkaitan dengan pertanian atau pembatasan tembakau. Karena nggak ada kaitannya produksi tembakau dengan FCTC," kata Kartono saat ditemui wartawan di acara Indonesia Conference on Tobacco or Health" (ICTOH) di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, ditulis Sabtu (31/5/2014).

Perlu diketahui, lanjut Kartono, negara lain yang telah menandatangi FCTC mengekspor tembakau ke Indonesia. Sementara Indonesia? Negara yang belum sepakat FCTC malah sulit ekspor dan cenderung menerima impor tembakau sejak tahun 1990-an.

"Saya rasa tidak masuk akal. Apalagi alasan penundaan FCTC karena sedang membahas RUU Pertembakauan. Kelihatan tidak ada urgensinya dan kepentingan industri sangat menonjol di dalam RUU Pertembakauan," ungkapnya.

Kartono menjelaskan, urgensi suatu negara itu bila menyangkut keamanan, ancaman ekonomi dan kesatuan bangsa. Sedangkan dalam kasus ini, dari 34 provinsi di Indonesia hanya ada tiga kota besar penghasil rokok yaitu Nusa Tenggara Barat, Jawa tengah dan Jawa Tmur.

"Kelihatan sekali ini pesanan industri, undang-undang juga cenderung akan memberi kekuasaan pada industri rokok untuk mengatur tata niaga tembakau. Kenapa bukan pemerintah yang atur? Mungkin mereka yang mau lengser bisa dicurigai ingin mendapatkan pesangon?" tutur Kartono.

Kartono pun berharap, pemerintah dapat tegas menolak RUU Pertembakauan mengingat undang-undang dibahas oleh pemerintah dan parlemen. Sehingga bila mau Indonesia sehat, pemerintah bisa menolak menghadiri pembahasan undang-undang tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini