Sukses

Ribut Insentif Dokter dalam BPJS, Ini Penjelasan Menkes

Rendahnya insentif dokter Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memicu berbagai komentar. Ini jawaban Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.

Rendahnya insentif dokter Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memicu berbagai komentar. Namun, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan ada kesalahpahaman. Sebenarnya, insentif itu sudah ada peningkatan.

Berikut wawancara dengan Menkes Nafsiah Mboi, di Kantor Presiden, Rabu (8/1/2014):

Apa yang dibahas di rapat terbatas kali ini?

Membahas beberapa isu yang mungkin tidak terantisipasi sebelumnya, tapi kita melakukan monitoring tiap hari, monitoring ke daerah-daerah, baik secara fisik maupun telekonferensi. Jadi inilah yang mau dibahas, ada kekurangan-kekurangan.

Soal insentif dokter BPJS?

Dukungan untuk dokter itu gini, itu ada salah paham. Sangkanya terlalu kecil, mungkin kecil atau besar, tapi itu sudah ditingkatkan. Kalau Jamkesmas itu Rp 1.000 per orang per bulan. Untuk JKN mulai 1 Januari kita sudah tingkatkan, puskesmas Rp 3-6 ribu per peserta per bulan. Sedangkan kalau itu bukan pemerintah, kita naikkan menjadi Rp 8-10 ribu per orang per bulan, jadi peningkatannya sudah luar biasa,

Yang mungkin masih merupakan isu dalam hal ini adalah kebingungan teman-teman di puskesmas, terutama yang pemerintah. Saya tidak ngomong praktik pribadi ya. Ini dana puskesmas, siapa yang boleh kelola. Ketentuannya sebenarnya sudah ada, yaitu kalau puskesmas itu sudah berstatus BLOD, maka dana itu dikelola sepenuhnya oleh puskesmas.

Namun kalau dia belum berstatus BLOD maka sesuai aturan dia harus masuk APBD dan oleh pemerintah daerah dikembalikan kepada puskesmas itu, sesuai dengan surat edaran menteri dalam negeri itu mengatakan secepatnya dan seutuhnya, maksudnya dana itu untuk meningkatkan mutu pelayanan masyarakat, tentu sebagian untuk kesejahteraan tenaga kesehatan puskesmas tersebut.

Itu kapitasi ya, memang ini ada perubahan, kalau fee for service saudara berobat sama saya, bayar sama saya, ini kapitasi, artinya begini, misalnya satu puskesmas atau satu dokter praktik yang berjejaring bertanggung jawab katakanlah untuk 10 ribu  penduduk.

10.000 penduduk ini berarti tiap bulan, ini mau pemerintah atau swasta, kalau pemerintah katakanlah dia dapat Rp 5 ribu, antara Rp 3-6 ribu, Rp 5.000 per orang per bulan maka untuk 10.000 dia dapat Rp 50 juta per bulan untuk biaya itu. Tetapi obat-obatan masih dari pemerintah, gaji masih dari pemerintah begitu juga biaya operasional masih ada BOK, tetapi dana ini tidak bisa dikatakan sekian untuk dokter ini sekian untuk dokter ini karena masing-masing puskesmas beda, ada yang dokternya 1, 2, ada yang dokter gigi, ada yang tidak ada dokter gigi, ada yang perawatnya 4, ada yang 3, tidak bisa diatur dari Jakarta.

Kalau swasta bagaimana?

Kalau swasta lebih tinggi, tadi kalau swasta Rp 8-10 ribu, dia meningkat dari tadinya 1.000 untuk Jamkesmas jadi Rp 8-10.000, tapi obat-obatan, laboratorium, dan sebagainya, tetap menjadi tanggung jawab dia. Yang paling utama sebenarnya adalah di dalam pelayanan kesehatan primer adalah mengapa menggunakan kapitasi. Supaya dia berusaha agar rakyat yang sehat makin sedikit rakyat yang sakit maka biaya pengeluarannya makin kecil.

(Mel/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini