Sukses

April: Jari Bayi Edwin Terpotong Tanpa Dibius

Di bulan April 2013, ada kejadian yang bikin miris. Seorang bayi berusia 2,5 bulan bernama Edwin Timothy Sihombing dipotong jari telunjuknya

Di bulan April 2013, ada kejadian yang bikin miris. Seorang bayi berusia 2,5 bulan bernama Edwin Timothy Sihombing dipotong jari telunjuknya karena dokter takut ia terkena infeksi.

Masalahnya, pihak rumah Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda, Ciracas, Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang mengambil tindakan mengamputasi jari mungil bayi Edwin itu, melakukannya sepihak dan diduga malapraktik.

Berikut kisah pilu yang terjadi pada Edwin yang diangkat untuk serial Kaleidoskop Kesehatan 2013 Liputan6.com edisi April seperti ditulis Selasa (17/12/2013).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Awalnya Flu, Dua Ruas Jari Edwin Malah Amputasi


Gonti Sihombing (34) dan Romauli Manurung (28) kaget bukan kepalang ketika mengetahui jari anaknya yang baru berusia 2,5 bulan harus diamputasi akibat pembengkakan. Padahal, anaknya yang bernama Edwin Timothy Sihombing itu pada awalnya hanya mengalami sakit flu sehingga dirawat di RS Harapan Bunda, Ciracas, Pasar Rebo, Jakarta Timur.

"Saya kaget kenapa harus diamputasi. Tapi demi keselamatan, saya terpaksa melihat anak saya cacat seumur hidup," kata Gonti, Rabu (10/4/2013).

Gonti mengatakan, pembengkakan itu terjadi karena infus yang dilakukan pihak rumah sakit saat dirawat 20 Februari 2013 lalu. Saat itu, Gonti membawa anaknya itu karena sakit flu.

Namun, usai diinfus pada bagian telapak tangan bagian kanannya malah membengkak. Bahkan, usai dibawa pulang karena kondisi flunya membaik, telapak tangan anaknya justru kian memburuk dan hampir membusuk seperti infeksi.

"Setelah dirawat 3 hari, hari Sabtu 23 Februari, karena kondisi batuk, pilek, sama panasnya sudah membaik, sudah diperbolehkan pulang dan diminta untuk rawat jalan," ujarnya.

Karena pembengkakan telapak tangan anaknya tak kunjung pulih, Gonti meminta penjelasan pihak rumah sakit. Namun, kata Gonti, rumah sakit tak menghiraukannya.

"Tangan anak saya membengkak dan sampai menghitam. Saya sudah desak, tapi mereka tidak digubris. Dokter, nanti bisa sembuh sendiri," kata karyawan marketing sebuah bank di Jakarta ini.

Pihak RS Harapan Bunda kemudian meminta agar Gonti dan istrinya membawa anaknya itu ke RSUD Pasar Rebo untuk pemeriksaan saraf pada telapak tangannya. Alasannya, peralatan medis di RS Harapan Bunda terbatas.

"Dirujuk ke RSUD Pasar Rebo untuk cek saraf jika memang terbukti keadaan luka sarafnya, maka rumah sakit mau bertanggung jawab," ujar Gonti.

Gonti pun pada Senin 25 Februari berangkat ke RSUD Pasar Rebo. Hasil pemeriksaan, bekas infus pada telapak tangan itu memang kondisinya semakin memburuk."Habis dari sana saya ke RS Harapan Bunda lagi, saya tunjukin hasil pemeriksaan saraf, tapi dokternya malah panik," ucap Gonti.

Berdasar hasil itu, lanjut Gonti, pihak RS Harapan Bunda kemudian memutuskan untuk mengambil langkah penanganan lanjutan. Yakni, melakukan operasi pada telapak tangan Edwin.

Gonti menerima surat rujukan bedah plastik dari pihak rumah sakit untuk tindakan amputasi pada bagian jari sebanyak 2 ruas. "Saya kaget. Saya nggak percaya, kenapa harus diamputasi," kata dia.

Namun Gonti terpaksa menerima kenyataan dengan harus merelakan pihak rumah sakit mengamputasi jari tangan buah hatinya itu. "Saya terpaksa rela anak saya cacat seumur hidup, demi keselamatan dia," katanya.

3 dari 6 halaman

Dokter Bilang Jari Bayi Edwin Dipotong Biar Cepat Sembuh


Menurut Gonti, pemotongan itu dilakukan dokter bedah tulang RS Harapan Bunda bernama Zaenal Abidin pada 31 Maret 2013. Saat pemotongan, Gonti tidak ada di tempat, hanya istrinya yang sedang menemani sang buah hati.

Pada saat itu, lanjut Gonti, dokter mengatakan alasan pemotongan itu kepada istrinya. "Setelah memotong, dokter bilang sama istri saya, yang dipotong itu darah mati makanya harus dibuang," kata Gonti di Kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (10/4/2013).

Dari pengakuan istrinya, Gonti menirukan kalau dokter Zaenal mengatakan jika tidak dibuang bisa menghambat proses penyembuhan pada telapak tangannya yang membengkak itu. "Jadi ini untuk mempercepat proses penyembuhan," ujarnya.

Gonti menceritakan bagaimana istrinya yang kaget begitu melihat si dokter memotong jari mungil anaknya begitu saja. Istrinya saat itu hanya mengira kalau dokter hanya akan melakukan pengecekan rutin karena setiap hari kulit telapak tangan yang sudah menghitam dibersihkan suster."Tapi ini kok tahu-tahu dokter memotong jari anak saya pakai gunting," katanya.

Gonti sendiri pada 2 Maret 2013 sudah mengirim surat pertanggungjawaban ke RS Harapan Bunda perihal pembengkakan telapak tangannya. Dan pihak rumah sakit merespons surat itu dengan membebaskan biaya perawatan. "Habis itu, rumah sakit nyuruh saya bawa lagi anak saya. Terus dirawat lagi dan dibebaskan dari biaya. Sampai pada 31 Maret dilakukan pemotongan," ujarnya.

Yang membuat kesal Gonti, pemotongan itu dilakukan tanpa persetujuan orangtua. Apalagi pemotongan dilakukan bukan di ruang operasi. "Yang saya gondok, dipotong tanpa izin. Sudah gitu bukan di ruang operasi. Tanpa obat bius lagi. Istri saya yang melihat pemotongan itu kaget," katanya

4 dari 6 halaman

Tanpa Bius, Jari Bayi Edwin Diamputasi dengan Gunting

Awalnya, tanggal 20 Februari, Gonti dan istrinya membawa Edwin ke RS Harapan Bunda dengan keluhan saki flu. Dia dirawat dan ditangani oleh Dr Lenny S Budi. Namun, pascaperawatan 3 hari, telapak tangan sebelah kanan membengkak usai diinfus. Bengkak itu kian menghitam dan hampir membusuk beberapa pekan kemudian.

"Saya datang lagi ke rumah sakit. Sama pihak rumah sakit dirujuk ke bedah plastik bagian spesialis anak," ujar Gonti.

Dia berpikir, saat itu hendak dilakukan pembersihan pada pembengkakan telapan tangannya. "Saya pikir mau dibersihkan," katanya.

Tapi, tiba-tiba seorang dokter membawa gunting dan memotong ruas jari telunjuk anaknya. Gonti pun kaget. "Kalau nggak salah nama dokternya Abdin," kata Gonti.

Selain kaget, Gonti pun menyesalkan tindakan rumah sakit yang main ambil tindakan sendiri tanpa memberi tahu dan meminta persetujuan pihak keluarga. "Tidak ada pemberitahuan ke kami. Mereka tidak meminta persetujuan kami," katanya.

Gonti juga menyesalkan, pemotongan dilakukan bukan di ruang operasi melainkan di ruang perawatan. "Sudah gitu, nggak dibius biar nggak sakit," katanya.

5 dari 6 halaman

RS Harapan Bunda Bantah Gunting Jari Bayi Edwin

Pihak RS Harapan Bunda membantah telah terjadi pemotongan ruas jari terhadap bayi Edwin. Yang ada, dokter menemukan jaringan mati yang sudah terlepas di kassa tempat bayi oleh dokter Bedah Ortopedi.

"Dan ibu pasien dipanggil untuk diberikan informasi oleh dokter tersebut. Lalu dokter tersebut memberikan antiseptik," kata Dian Kristiana, staf Marketing dan Humas RS Harapan Bunda dalam konferensi pers satu arah di Ruang Aula di rumah sakit yangberada di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur tanpa menyebut siapa nama dokter Bedah Ortopedi itu.

Menurut keterangan Dian, Gonti Sihombing (34) menyetujui dilakukan amputasi. "Tapi dengan syarat tidak melakukan amputasi telapak tangan," ujar dia.

Tak hanya itu, pihak rumah sakit menuding media telah memberitakan dengan tidak berimbang tanpa klarifikasi. "10 April 2013, kami melihat di media tv, internet, tentang berita tidak menyenangkan dan mencemarkan nama baik rumah sakit tanpa ada klarifikasi pihak orang tua kepada rumah sakit terlebih dahulu," kata dia.

Kesimpulan:

1. Terjadi netprose atau jaringan mati dikarenakan orangtua tidak kooperatif sehingga penanganan terlambat.

2. Tidak ada pemotongan jari di dalam ruang perawatan RS Harapan Bunda. Yang benar jaringan mati sudah terlepas dengan sendiri di dalam kassa sehingga perlu diambil.

6 dari 6 halaman

Orang Tua Bayi Edwin Mengadu ke Komnas Perlindungan Anak

Gonti berharap, Komnas PA dapat memberi perlindungan terhadap kasus ini. "Maksud kedatangan saya ke Komnas PA, supaya mereka membantu agar pihak rumah sakit lebih care lagi, lebih memberi perhatian khusus, untuk meminimalisasi kecacatannya," kata Gonti di Kantor Komnas PA, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (10/4/2013).

Gonti menyesalkan, tindakan yang dilakukan pihak rumah sakit yang main amputasi tanpa ada persetujuan keluarga. "Pemotongannya itu juga saya sesalkan, karena bukan di ruang operasi, tapi di ruang rawat inap," ujar dia.

Komnas PA Duga Dokter RS Harapan Bunda Lakukan Malapraktik

Ketua Arist Merdeka Sirait menduga, ada malpraktik yang dilakukan pihak RS Harapan Bunda. "Ada indikasi, ini malpraktik," kata Arist di Kantornya, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (10/4/2013).

Indikasi pertama, bayi Edwin dibawa ke RS Harapan Bunda pada 20 Februari 2013 karena sakit flu. Namun oleh Dr Lenny S Budi disuntikan obat antikejang. "Apa hubungannya sakit flu dengan suntikan antikejang?" kata Arist.

Kedua, Arist melihat keanehan saat Edwin diinfus. Pasalnya, karena infus itu telapak tangannya membengkak lalu menghitam, dan hampir membusuk.

Lalu, soal pemotongan yang dilakukan pihak rumah sakit. Jelas itu sudah menyalahi prosedur dan kode etik dokter. "Dokter yang namanya Zaenal itu main potong. Katanya dia dokter bedah tulang. Itu kita pertanyakan, kenapa main potong. Tindakan memotong dengan gunting tanpa obat bius itu terindikasi malpraktik," kata Arist.

Menurut Arist, melakukan tindak amputasi di ruang rawat inap juga sudah membuktikan ada kesalahan prosedur dan kode etik. "Harusnya kan di ruang operasi," ujarnya.

Arist mengatakan, jika benar ada dugaan itu, maka dokter-dokter terkait bisa dikenai sanksi. Apalagi jika mengingat, amputasi dilakukan tanpa ada persetujuan dari pihak orangtua.

"Jika dugaan itu benar, maka itu masuk tindak pidana. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan harus melakukan tindaklanjutnya. Bisa ditutup itu rumah sakit," kata Arist.

Karena itu, Arist akan meminta Kemenkes untuk memverifikasi kasus ini. Karena pihaknya melihat ada dugaan malapraktik.

"Ini harus jadikan pelajaran, jangan main gunting saja. Ada peraturannya. Apalagi itu dilakukan bukan di ruang operasi. Itu kan melanggar kode etik dan perilaku dokter," kata Arist. (Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini