Sukses

Temukan Dokter Tak Beretika? Laporkan Saja ke Majelis Kode Etik

Ketika ditemukan kasus yang melibatkan pasien yang tidak puas dengan pelayanan dokter dan rumah sakit, segera lapor keluhan ke MKEK dan MKDI

Belajar dari kasus dokter Ayu cs di Manado, para dokter dan rumah sakit kini mulai berupaya menjawab harapan publik terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas dan profesional.

"Kasus yang melibatkan rekan sejawat kami itu menjadi pukulan dan pembelajaran kami. Untuk itu kami berharap antara pasien dan dokter memiliki komunikasi yang baik, mungkin ada dokter yang etikanya kurang atau pelayanan rumah sakit kurang, tegur saja," kata Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dr. Prijo Sidipratomo, Sp. Rad saat ditemui Liputan6.com, ditulis Senin (16/12/2013).

Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi (POGI), dr. Nurdadi Shaleh juga mengatakan hal yang sama ketika dokter yang tidak beretika, pasien berhak menegurnya yang akan kemudian ditangani MKEK dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

"Dokter itu memang diajari etika namun kan tidak semuanya sama, ada yang etikanya baik atau tidak. Bila memang pasien tidak puas dengan perilaku atau pelayanan dokter dan rumah sakit silakan keluhkan langsung ke kami. Nanti bila memang terbukti ada pelanggaran etika maka MKEK dan MKDI akan menanganinya," kata Nurdadi.

Seperti pemberitaan sebelumnya, para dokter mengatakan ketika ada masalah sebaiknya pasien melaporkan hal tersebut ke MKEK dan MKDI bukan lebih dahulu ke pihak kepolisian sampai Mahkamah Agung (MA).

"Kalau ada kasus yang melibatkan antara dokter dan pasien laporkan dulu ke MKEK dan MKDI, bukan tidak memperbolehkan ke polisi langsung. Namun kami sudah punya Badan atau lembaga yang memang kompeten mengurus hal ini," kata Nurdadi.

Lalu, Apakah MKEK dan MKDI itu?

Menurut Prijo, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memiliki sistem pengawasan dan penilaian terkait pelaksanaan etik profesi dan kedisiplinan profesi. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi.

"Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 tahun 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran," kata Prijo.

Prijo mengatakan setiap wilayah itu memiliki MKEK sehingga masyarakat tidak sulit untuk melaoprkan bila ada kasus yang terkait dengan etika dokter. "Kalau MKEK itu ada di setiap wilayah jadi sepertinya tidak sulit. Kalau MKDI memang baru ada dua di Jakarta dan Semarang. MKEK dan MKDI itu sudah eksis 50 tahun yang lalu," ujar Prijo.

MKDKI adalah disiplin profesi, yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya. MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK kemudian akan diberikan sanksi bila memang terbukti dokter tersebut bersalah.

Prijo juga menambahkan mungkin masyarakat masih kurang paham dengan MKDI dan MKEK sehingga ketika ada kasus langsung melaporkan ke pihak kepolisian. "MKEK dan MKDI ini sudah lama sekali ada, dan memang kalau ada dokter yang bersalah kami akan menghukumnya. Jangan berpikir karena sama-sama dokter kami akan membela, kalau salah ya kami akan memberikan sanksi. Pernah ada tapi memang tidak disiarkan ke media karena saat sidang akan mengumbar tentang riwayat penyakit pasien, maka kami tidak gembor-gemborkan," kata Prijo

Nurdadi juga mengatakan tidak hanya MKEK dan MKDI, IDI juga memiliki Komite Medis yaitu Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI). "Pasien yang memang tdiak puas dengan pelayanan ruamh sakit dan dokter IDI memiliki lembaga atau badan MKEK, MKDI dan MAKERSI. Saran dan kritik dari pasien itu kami bahas, jadi kalau ada keluhan segera dikomunikasikan," kata Nurdadi.

Ketua MAKERSI, dr. Umar Wahid berharap semua komite di rumah sakit berjalan efektif dan segera membahas bila ada keluhan dari pasien. "Kalau ada kotak saran atau kritik, bisa disampaikan di sana atau langsung ke komite yang pengurus komitemya itu orang-orang terpilih dan kompeten menangani kode etik profesi dokter. Bila komunikasi antara pasien dan dokter terjaga maka masalah dapat diminimalisir," ujar Umar.

(Mia/Abd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini