Sukses

Solidaritas Para Dokter di Berbagai Daerah untuk Dokter Ayu

Nyaris serentak, para dokter di berbagai dokter menyatakan sikap solidaritas membela Dokter Ayu yang dipidana

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah menyampaikan sikapnya menolak kriminalisasi terhadap rekan sejawatnya, dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani di Manado, Sulawesi Utara.

"Dokter dalam menjalankan profesinya diukur dari upaya yang dilakukan semaksimal mungkin menolong, bukan menjamin hasilnya pasti sembuh," kata Ketua IDI Jateng dokter Djoko Widyarto di Semarang, seperti dikutip Antara Selasa (19/11/2013).

Menurut dia, setiap dokter diikat oleh kode etik keprofesian dalam menjalankan tanggung jawab kedokteran, yakni menolong pasien dengan upaya semaksimal mungkin sesuai standar prosedur yang telah ditetapkan.

Dokter, kata dia, seringkali dihadapkan pada keadaan ketidakpastian dan kegawatdaruratan kondisi pasien yang secara medis sangat kecil harapannya tertolong, tetapi dokter tetap berkewajiban menolong semaksimal mungkin.

Meski dokter sudah berupaya dengan segala kemampuan dan keahlian yang dimilikinya, kata dia, terkadang pertolongan yang diberikan tidak berhasil menyelamatkan jiwa pasien atau meninggalkan kecacatan pada pasien.

"Kemudian, ada tudingan bahwa dokter telah melakukan kesalahan karena tidak berhasil menyelamatkan jiwa pasien atau karena tidak berhasil menyembuhkannya secara sempurna tanpa ada kecacatan sedikit pun," katanya.

Djoko menjelaskan cara pandang semacam itu tidak benar, sebab dokter dalam menunaikan tugasnya menolong pasien seharusnya diukur dari segala upaya yang telah dilakukan, bukan diukur dari hasil sebuah tindakan.

Berkaitan dengan kasus yang menimpa rekan sejawatnya di Manado, IDI Jateng menyatakan keprihatinannya karena kriminalisasi dokter semacam itu justru berdampak ketakutan dokter lain melakukan pertolongan.

"Begini, misalnya ada kecelakaan di jalan raya. Dokter kan bertugas menolong. Tetapi, kalau ada kriminalisasi semacam itu kan dokter akan berpikir sebelum menolong. Jangan-jangan nanti disalahkan kalau terjadi apa-apa," katanya.

Senada dengan itu, Ketua Biro Hukum, Pembelaan, dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Jateng dokter Darwito, selama dokter menjalankan profesi kedokterannya diikat oleh UU Kesehatan dan UU Praktik Kedokteran.

"Jadi, sengketa yang timbul ketika dokter menjalankan keprofesiannya dikenakan keperdataan, bukan pidana. Bukan dokter tidak bisa dipidana, tetapi dilihat dulu apakah saat dia menjalankan keprofesiannya apa tidak," katanya.

Seharusnya, kata dia, ranah etik profesi yang menyelesaikan persoalan selama dokter menjalankan tugas keprofesiannya, kecuali dokter sedang berada di luar tugas keprofesian kedokteran yang dilakukan.

Selain pernyataan menolak kriminalisasi terhadap dokter, IDI Jateng sebagaimana keputusan IDI Pusat menyerukan kepada seluruh dokter memakai pita hitam di lengan kanan selama tiga hari, sejak hari Selasa (19/11).

IDI Jateng juga menyerukan kepada seluruh dokter di Indonesia untuk melakukan "doa keprihatinan profesi dokter" secara serentak selama satu jam di tempat kerja masing-masing pada Senin, 18 November ini.

Ayu bersama dua rekan sejawatnya, Hendy Siagian (30), Hendry Simanjuntak (38), adalah terpidana kasus dugaan malpraktek yang menyebabkan Julia Fransiska Makatey meninggal dunia, April 2010 lalu.

Mereka divonis 10 bulan penjara oleh MA karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 361 KUHP, Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau subsidair Pasal 359 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana tuntutan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Manado, Romi Johanes SH, Theodorus Rumampuk SH MH, dan Maryanti Lesar SH.

IDI Kudus juga protes
Sementara itu puluhan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Senin 18 November , menggelar aksi solidaritas atas penangkapan seorang dokter kandungan di Manado, Sulawesi Utara, dengan memakai pita hitam pada lengan sebelah kiri.

Aksi solidaritas dokter yang tergabung dalam IDI Kudus itu, diawali dengan doa bersama yang digelar di Aula RSUD Kudus.

Selain itu, beberapa dokter juga mengusung poster bertuliskan "dokter bukan Tuhan, bebaskan rekan kami di Manado, stop kriminalisasi dokter, bersatulah dokter untuk kemanusiaan, dokter bekerja berdasarkan kemanusiaan".

Ketua Majelis Kode Etik Kedokteran Kudus, Agus Sudarwi mengungkapkan, aksi solidaritas dengan mengikatkan pita hitam pada lengan kiri setiap dokter akan berlangsung selama tiga hari.

"Mudah-mudahan, kasus tersebut bisa cepat selesai dan tidak sampai ada pihak yang dipenjarakan," ujarnya.

Kasus hukum yang menimpa dokter spesialis kandungan Dewa Ayu Sasiary Prawani, katanya, menjadi preseden buruk bagi profesi dokter, karena kasus serupa bisa menimpa dokter lainnya.

"Nantinya, dokter akan selalu berada di bawah ancaman gugatan hukum, karena setiap kegagalan dalam proses pengobatan dianggap sebagai kasus malapraktik," ujarnya.

Ia berharap, kasus tersebut bisa cepat selesai dan tidak sampai ada pihak yang dipenjarakan.

"Masyarakat perlu memahami bahwa tindakan medis memang berisiko dan tidak ada satupun dokter yang menginginkan terjadinya malapraktik," ujarnya.

Ia mengaku, sangat prihatin dengan kasus yang menimpa dokter yang praktik di RSUP Kandou Manado tersebut.

Atas terjadinya kasus tersebut, dia mengingatkan, para dokter di Kudus untuk berintrospeksi diri dan menjalin hubungan yang erat dengan sesama dokter.

Pada kesempatan tersebut, dia juga mengingatkan setiap dokter agar tidak mudah tersinggung ketika mendapat teguran, karena sesuai kode etik teguran memang perlu dilakukan terhadap dokter guna menghindari permasalahan di kemudian hari.

Ketua IDI Kudus, Hilal Ariadi mengungkapkan, jumlah dokter di Kabupaten Kudus yang tergabung dalam IDI Kudus mencapai 300-an orang.

"Mudah-mudahan, aksi solidaritas kami bisa membawa perubahan nasib dokter spesialis kandungan di Manado tersebut menjadi lebih baik," ujarnya berharap.

IDI Gorontalo mau mogok
Sementara itu melalui aksi unjuk doa bersama dan tanda tangan yang diadakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aloei Saboe Kota Gorontalo dan RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango, para dokter spesialis menegaskan untuk mogok kerja atau praktik selama tiga hari.

Juru Bicara Dalam Aksi tersebut, Romi Abdjul mengatakan bahwa mereka menolak putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani yang dinyatakan bersalah atas kasus malapraktik.

Menurut Romi, rekan sejawat mereka itu sudah melakukan semua prosedur sehingga tidak ada unsur malpraktik yang menyebabkan kematian pasien.

Romi yang merupakan salah satu dokter spesialis di Gorontalo itu menambahkan memang mereka akan melakukan aksi mogok. Tapi pelayanan medis terhadap masyarakat akan berjalan normal seperti biasanya, baik di poliklinik setiap rumah sakit.

"Kami hanya mogok di tempat praktek saja, pelayanan di rumah sakit tetap jalan, begitu juga kunjungan terhadap pasien rawat inap, tetap normal," Ujar Romi.

Dalam aksi tersebut, lebih dari 30 orang dokter dan tenaga medis dari berbagai rumah sakit di gorontalo melakukan doa bersama dan membubuhkan tanda tangan di sebuah spanduk besar sebagai bentuk keprihatinan.

Sebelumnya tiga dokter yakni Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak dan Hendy Siagian dinyatakan bersalah melakukan malapraktik terhadap Julia Fransiska Makatey di Manado.

Ketiga dokter tersebut dijatuhi hukuman 10 bulan penjara oleh Mahkamah Agung setelah sebelumnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Manado, Sulawesi Utara.

Dewa Ayu Saiary Prawani sendiri sudah ditahan, sementara Hendry Simanjuntak dan Hendy Siagian masih buron hingga saat ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini