Sukses

Ribut Kuesioner Ukur Kelamin, Apa Benar Ini Syarat Masuk SMP?

Adanya kuesioner ukur kelamin yang dituding merupakan syarat masuk SMP negeri di Aceh dianggap keliru oleh Kementerian Kesehatan.

Adanya kuesioner ukur kelamin yang dituding merupakan syarat masuk SMP negeri di Aceh dianggap keliru oleh Kementerian Kesehatan.

Hal ini ditanggapi serius oleh Direktur Bina Kesehatan Anak Dr. jane Soepandi dari Kementerian Kesehatan. Ia menjelaskan pada Liputan6.com mengenai apa itu sebenarnya kuesioner ukur kelamin yang saat ini menjadi sorotan.

"Jadi ini adalah program untuk monitor kesehatan anak yang sudah ada sejak 2010, yang berfungsi untuk mengetahui kondisi anak secara dini,"jelas Jane yang dihubungi Liputan6.com, Jumat (6/9/2013)

Jadi menurut Jane, sejak 2010 di seluruh Indonesia, ada yang namanya program penjaringan siswa untuk SMP dan SMA. Program ini merupakan upaya mendeteksi dini kesehatan anak yang meliputi semua aspek kesehatan dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Ngaco, jika ini disebut syarat masuk SMP. Ini adalah program penjaringan kesehatan," tegasnya.

Penjaringan ini memang dikatakan Jane perlu dilakukan dengan cara pengisian formulir. Formulir ini harus diisi oleh peserta didik dan nantinya akan dilakukan pemeriksaan fisik oleh tenaga kesehatan dari puskesmas dibantu guru dan kader kesehatan.

"Siswa diharuskan mengisi keadannya seperti yang tertera digambar. Ada pertanyaan tentang mata, mulut, gigi, dan memang salah satunya adalah pertanyaan mengenai sistem reproduksi. Tapi ini mencakup kesehatan fisik dan mental anak. Jadi bukan hanya tentang alat kelamin saja," tuturnya.

Bahkan, Jane menyebutkan siswa juga perlu mengisi bagian riwayat kesehatan dirinya maupun keluarga, termasuk kesehatan mental, intelegensia, hingga gaya hidupnya.

Jane menambahkan, program ini sudah dipikirkan secara matang dan penuh perhitungan di Kementerian Kesehatan. Dan jika ada yang komplain mengenai gambar yang dianggap porno, itu juga berdasarkan skala internasional yang disebut Tanner.

"Program ini kan bertujuan untuk mendeteksi dini dan memberdayakan siswa agar ia tahu bagaimana kondisinya. Sehingga jika kita tahu, maka tentunya akan lebih mudah petugas kesehatan menanganinya," imbuhnya.

Untuk itu Jane mengatakan bahwa orangtua maupun pihak manapun tidak perlu khawatir, karena program ini sebenarnya rahasia anak dan petugas kesehatan. Jadi orang lain tidak mungkin tahu. Dan jika memang ditemukan kondisi yang mencurigakan, anak akan dirujuk ke puskesmas dan dikoordinasikan dengan orangtuanya.

(Fit/Mel/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.