Sukses

Perut Bocah Ini Membesar Seperti Balon Paskaoperasi

Fiqri Adrianoor (4) diduga mengalami malapraktik saat melakukan operasi di RSUD Kotabaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Fiqri Adrianoor (4) diduga mengalami malapraktik saat melakukan operasi di RSUD Kotabaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Untuk mendapatkan keadilan, pihak keluarga melaporkan dugaan ini ke Komnas Perlindungan Anak.

Peristiwa itu berawal saat Fiqri mengalami demam tinggi. Kelarga kemudian membawa Fiqri ke RSUD Kotabatu pada 22 Juni 2013. Saat dibawa ke RSUD Kotabatu, Dokter Jon Kenedy memeriksa dan mendiagnosis usus Fiqri terbelit karena makanan dan harus dioperasi.

"Keluarga menyetujui dan dilakukan operasi pada besokny," kata Paman Fiqri, Muhammad Hafidz Halim, saat ditemui di Komnas PA, Kamis
(11/7/2013).

Bukan sembuh, Fiqri justru mengalami kejang-kejang selama 4 hari. Keluarga meminta dokter memberikan rujukan ke RS Ulin Banjarmasin, tapi tidak diperbolehkan. Sang dokter malah pergi ke Australia.

Keluarga kemudian memaksa untuk dibuatkan rujukan ke RS Ulin dan akhirnya diizinkan. Selama di RS Ulim Fiqri mendapat perawatan dari koma selama 11 hari di ruang ICU. Setelah sadar Fiqri yang kala itu berusia 1 tahun diperbolehkan pulang.

Keanehan mulai terjadi setelah dua bulan paska keluar dari RS Ulin.Ada benjolan sebesar kacang di perut sebelah kanan tak jauh dari jahitan bekas operasi. Keluarga lalu menanyakan kembali ke dokter Jon Kenedy.

"Dia bilang tempelkan saja uang koin di benjolan itu. Atau operasi lagi," lanjut Hafidz.

Cara itu pun diikuti oleh keluarga. Bukan makin mengecil, benjolan itu semakin membesar hingga sekepal tangan orang dewasa. Benjolan itu dapat mengembang dan mengempis mengikuti irama nafas. Keluarga kembali meminta kejelasan dari dokter namun tak kunjung diberikan.

Keluarga pun mencoba mencari keadilan atas kasus yang menimpa mereka. Akhirnya keluarga diarahkan ke Ombudsman Perwakilan Kalimantan Selatan.

Pihak keluarga, RSUD Kotabatu, dokter Jon Kenedy, dan Ombudsman bertemu pada 9 Mei 2013. Pertemuan itu menghasilkan 3 kesepakatan.

Pertama RSUD Kotabatu harus menanggung segala proses penyembuhan Fiqri. Kedua RSUD Kotabatu dirujuk ke RS Lin Banjarmasin dan segala proses pemindahan diurus oleh RSUD Kotabatu. Terkahir, biaya akan ditanggung melalui layanan Jaminan Kesehatan Provinsi (Jamkesprov).

"Kami sebenarnya tidak setuju terlebih dengan menggunakan Jamkesprov. Kalau begini, tidak ada tanggung jawab dari rumah sakit," ujarnya.

Meski begitu, dirinya tetap menjalankan kesepakatan dan melengkapi persyaratan administrasi. Namun, sampai sekarang tidak satu pun kesepakatan itu dijalankan oleh pihak rumah sakit.

Sementara Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, pihaknya sudah meminta klarifiksi dari rumah sakit pada 9 Juli lalu. Komnas PA juga mendesak pihak rumah sakit untuk menjalankan kesepakatan itu.

"Sampai saat ini rumah sakit ingkar. Ini sebuah kesepakatan secara hukum sah. Kalau begitu ada wanprestasi yang dilakukan rumah sakit," katanya.

Selain itu, ada indikasi pelanggaran kode etik kedokteran yang dilakukan pihak rumah sakit. Komnas PA juga menyayangkan Ombudsman Kalimantan Selatan tidak menindaklanjutin isi kesepakatan.

"Ombudsman juga tidak pernah mem-follow up," tandasnya.

Keluarga berharap, Fiqri dapat dirawat dan ditanggung penuh oleh pemerintah. "Kami juga meminta pihak rumah sakit terutama dokter untuk lebih berhati-hati dalam bekerja," harap Hafidz.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.