Sukses

RS Persahabatan: Keluarga Anna Marlina Sudah Setuju Operasi

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan bersikukuh penanganan pasien Anna Marlina sudah sesuai prosedur. Bahkan keluarga sudah menandatangani surat persetujuan operasi.

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan membantah tudingan telah terjadi malapraktik dalam penanganan pasien Anna Marlina Simanungkalit (38) yang meninggal dunia pascaoperasi pengangkatan kanker ganas. RSUP mengklaim, dokter bedah berinisial BHS yang menangani istri Pandapotan Manurung (40) telah melakukan tindakan yang sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).

Menurut Direktur Utama RS Persahabatan Dr Mohammad Syahril, untuk tindakan operasi, pihak rumah sakit sudah meminta persetujuan kepada pihak keluarga pasien. Dan keluarga sudah menandatangani surat persetujuan operasi dilakukan.

"Keluarga pasien sudah meneken surat itu. Keluarga setuju dan bersedia dilakukan operasi dengan segala risikonya," kata Syahril dalam jumpa pers di RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (24/4/2013).

Dr Syahril dalam jumpa pers itu didampingi Ketua Komite Medik RSUP Persahabatan Dr Moch Iqbal dan Kepala Bagian Pelayanan Medis RSUP Persahabatan Dr Zubaidan Elvia.

Dr Syahril menjelaskan, dokter BHS telah menerangkan secara lengkap dan jelas tentang pemberian opsi kepada keluarga mengenai tindakan yang kemungkinan akan diambil. "Penjelasan itu sudah diberitahu sejak pasien pertama kali diperiksa dokter BHS," kata dia.

Menurut Syahril, ada 2 opsi yang diberikan dokter BHS. Pertama, operasi satu tahap yang mengangkat benjolan pada seluruhnya. Opsi kedua, mengambil kanker sebagai sampel, kemudian dilakukan pemeriksaan, baru diangkat seluruhnya jika terbukti ganas.

Dokter BHS mendiagnosa pasien mengalami 'Struma Multinodosa Non Toksika Curiga Ganas'. Dikatakan curiga ganas karena dokter belum melakukan pemeriksaan lanjut, apakah itu termasuk kanker ganas atau tidak.

"Akhirnya pasien dianjurkan untuk melakukan operasi pengambilan tumor dan memilih opsi pertama untuk mengetahui jenias tumor itu. Itu semua sudah dengan persetujuan dan keinginan pasien," ucapnya.

Dr Syahril mengaku, pihaknya memiliki bukti persetujuan dari keluarga bahwa pasien akan diambil tindakan operasi untuk opsi pertama. "Kita punya buktinya, yakni informed concern yang ditandatangani oleh keluarga. Persetujuan tentang akan dilakukan operasi dengan segala risikonya," ujarnya.

Menurut Dr Syahril, untuk itulah pihaknya membantah telah melakukan kesalahan dalam operasi pertama. Namun dokter akhirnya harus melakukan operasi kedua karena ada pembengkakan di leher yang diduga karena pendarahan, bukan pembekuan darah. Setelah operasi itu dilakukan, ditemukan kebocoran pada saluran makanan (esofagus). "Ini diduga karena proses keganasan tumor tersebut," ujarnya.

Seperti diketahui, berawal dari benjolan di leher belakang, nyawa Anna Marlina (38) tak tertolong usai melakukan dua kali operasi. Keluarga mencurigai telah terjadi dugaan malpraktik saat penanganan di rumah sakit. Keluarga kemudian melaporkan dugaan malpraktik yang dilakukan oleh salah satu dokter RSUP Persahabatan ke Polda Metro Jaya.

Awalnya, Anna didiagnosis mengalami kelenjar tiroid sehingga dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Namun, setelah dioperasi Anna malah mengeluh sakit di bagian lehernya. Dokter pun kembali memeriksa Anna dan mendiagnosis adanya kanker ganas.

Anna akhirnya dioperasi untuk yang kedua kalinya dengan alasan operasi pertama gagal. Setelah dioperasi Anna sempat dirawat selama sembilan hari. Namun pada 23 Maret 2013, Anna mengembuskan napas terakhirnya. (Osc/Mel)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini