Sukses

Bila Sudah Diobati Kusta Tak Akan Menular

Perlu sosialisasi penyakit kusta pada masyarakat untuk memberi pemahaman dan menghapus stigma negatif kepada penderitanya

Direktur Rumah Sakit Sehat Terpadu Dompet Duafa dr. Yahmin Setiawan mengatakan, perlu dilakukan sosialisasi mengenai penyakit kusta kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman agar tidak ada stigma negatif kepada penderita.

"Kusta ini daya tularnya rendah, bukan penyakit mematikan, namun kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit ini menjadi stigma negatif di kalangan masyarakat," katanya di Bogor seperti dikutip Antara, Selasa (19/032013).
 
Dr Yahmin menyebutkan, Dinas Kesehatan harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama di daerah yang masih terdapat penderita kusta.

Seperti halnya di Parung Panjang yang terdapat satu keluarga terdiri dari bapak dan dua anaknya menderita kusta.

Menurut Yahmi, pengalaman yang dialami Jiung (48) dan dua anaknya warga asal Kampung Kampung Salimun, Desa Gintung Cilejet, Kecamatan Parung Panjang, yang menderita kusta dapat menjadi informasi bahwa pemahaman tentang kusta masih minim di masyarakat.
     
"Seperti Jiung yang sudah mengidap kusta sejak dua tahun ini, justru awalnya tidak tahu ia menderita kusta. Malah dibawa berobat ke dukun, ini artinya dia tidak tahu penanganannya seperti apa, hingga dua anaknya tertular," katanya.

Meski kusta memiliki daya tular rendah, tidak seperti TBC yang hanya dengan lewat percikan batuk kuman penyebab penyakit langsung tertular. Kusta berbeda dengan TBC, proses penularanan cukup lama.

Masa inkubasi penularan kuman kusta dari pasien ke orang lain hingga 3-4 tahun, sementara itu, kusta tidak langsung menular melalui udara. Hanya orang yang memiliki interaksi intens selama puluhan tahun dengan si penderita yang berkemungkinan akan tertular.

"Perlu kembali disosialisasikan apa itu kusta, cara penularannya, dan pencegahanya seperti apa," kata Yahmin.

Yahmi yang pernah bertugas selama beberapa tahun di salah satu provinsi endemik kusta di Indonesia bagian Timur mengaku memiliki pengalaman bagaimana stigma kusta di masyarakat yang dianggap sebagai penyakit kutukan.

Padahal lanjut, Yahmin, kusta bila sudah diobati tidak akan menular. Karena jika pasien sudah mendapatkan obat, secara otomatis virus akan terkunci dan tidak akan menyebar.

"Pengobatan kusta ini rutin dan memerlukan waktu lama yakni 9 hingga 12 bulan lamanya. Sehingga pasien harus dikawal agar telaten untuk melakukan pengobatan. Jika pengobatan berhenti dijalan, kuman bisa menyebar lagi," katanya.

Yahmin menambahkan, perlu ditumbuhkan pemahaman kepada masyarakat dan juga pasien kusta bahwa pengobatan dan pencegahan harus dilakukan, agar apa yang menjadi program Kementerian Kesehatan 2010 Indonesia eliminasi kusta.
     
Seperti yang diberitakan sebelumnya, satu keluarga terdiri dari ayah dan dua anaknya asal Parung Panjang dinyatakan positif kusta. Mereka sempat menjalani perawatan di RS Sehat Terpadu Dompet Duafa, hingga akhirnya penanganan pasien diambil alih oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

Sementara itu, menurut Dessy Suprihartini relawan Bogor Barat yang juga kader Dompet Duafa yang mengantar keluarga Jiung berobat, wilayah Parung Panjang memang sering ditemukan penderita kusta.
     
"Dua tahun lalu juga ada kasus penderita kusta satu orang, lalu tahun ini juga ada satu keluarga dan satu orang lainnya," kata dia.

Dessy mengharapkan adanya sosialisasi dari Pemerintah Daerah terkait penyakit kusta tersebut, mengingat daerah Parung Panjang cukup jauh dari akses sosialisasi kesehatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.