Sukses

Sering Dilecehkan di Jalan, Perempuan Mesir Lawan 'Teroris Seks'

Para korban pelecahan telah berbicara secara terbuka tentang cobaan berat yang dihadapinya, dan ia bersikeras tidak akan terintimidasi oleh kampanye yang bertujuan untuk menghindar dari kehidupan publik.

Pasca revolusi Melati dengan tumbangnya Presiden Hosni Mubarak, perempuan Mesir sering menjadi korban pelecehan seksual di jalan-jalan umum. Kini perempuan Mesir bertekad melawan para teroris seks ini.

Kasus pelecehan seksual yang dialami wanita di jalan-jalan Kairo, Mesir, semakin mengkhawatirkan. Wanita Mesir kerap mendapatkan pelecehan seksual baik dalam bentuk verbal maupun fisik di siang bolong.





Kondisi ini tak berubah dua tahun setelah revolusi, usai jatuhnya rezim Hosni Mubarak. Permusuhan terhadap wanita tetap terjadi dan sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Sejumlah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) setempat melaporkan parahnya fenomena pelecehan seksual tersebut.

Menghadapi lonjakan atas kasus seksual terhadap perempuan, para perempuan Mesir berusaha mengatasi stigma dan menceritakan kesaksian yang menyakitkan untuk memaksa pihak berwenang yang diam dan masyarakat yang segan untuk menghadapi 'terorisme seksual' ini.

Para korban telah berbicara secara terbuka tentang cobaan berat yang dihadapinya, dan ia bersikeras tidak akan terintimidasi oleh kampanye yang bertujuan untuk menghindar dari kehidupan publik.

"Kita bukanlah korban, kita kaum revolusioner. Apa yang terjadi pada kita telah membuat kita akan terus kuat," kata salah seorang aktifis yang turun ke jalan, Aida al-Kashef.

Pelecehan terhadap perempuan tidak terjadi baru-baru ini saja. Perempuan mesir sering menjadi sasaran pelecahan verbal dan terkadang perempuan tersebut diraba-raba.

Tapi, karena revolusi yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak di tahun 2011, masalah telah dimulai, dengan perempuan zaman sekarang yang sedang diserang oleh massa secara rutin dari para laki-laki di sekitar Tahrir Square.

Para pemerkosa telah melucuti pakaian perempuan dengan pisau, diserang secara seksual dan menembus vaginanya dengan jari-jari pria yang tak bermoral tersebut.

Yasmine al-Baramawy, yang diserang pada bulan November 2012, menyoroti tingkat kekerasan . Di sebuah acara talkshow, perempuan ini pun mengangkat celana yang robek di mana celana itu ia gunakan pada hari di mana ia diserang.

"Pria itu berkumpul di sekitar saya, dan mulai merobek baju saya dengan pisau," kata Baramawy AFP seperti dikutip english.alarabiya.net, Kamis (6/3/2013)

Dia kemudian diseret beberapa ratus meter, lalu disentuh dan diraba-raba sampai seorang warga dari daerah tetangga menyelamatkan dirinya dari kerumunan penyamun tersebut.

"Saya merasa sedih, saya merasa bahwa harga diri saya telah rusak. Saya merasa marah. Dan saya ingin keadilan," kata Baramawy

Masyarakat Mesir marah dan datang untuk membentuk kelompok secara bersama-sama seperti Operasi Anti Pelecahan Seksual dan Bodyguard Tahrir yang membawanya bersama relawan untuk campur tangannya demi menghentikan serangan di Lapangan Tahrir, di mana sebagian polisi besar tidak ada.

Kelompok-kelompok juga menawarkan dukungan medis dan psikologis kepada para korban.

Menurut Operasi Anti Pelecehan Seksual, pada 25 Januari 2013, saat ribuan orang Mesir menandai ulang tahun kedua dari pemberontakannya, setidaknya ada 19 orang perempuan yang diserang.

Beberapa pendapat mengaku kalau serangan tersebut merupakan serangan politik.

"Serangan ini bertujuan untuk mengecualikan para perempuan dari kehidupan publik dan menghukum dirinya untuk berpartisipasi dalam aktivisme politik dan demonstrasi. Itu juga merupakan upaya untuk merusak citra Tahrir Square dan demonstran pada umumnya," kata kelompok tersebut.

"Fenomenan ini membutuhkan perhatian segera dan pengobatan, dan terkait dengan masalah sosial yang lebih luas dari pelecahan seksual endemik dan serangan harian dari para perempuan," tambahnya.

"Kami tidak ingin menggunakan istilah 'pelecahan'. Apa yang terjadi hari ini adalah terorisme seksual," kata Inas Mekkawy, aktivis hak asasi perempuan dengan kelompok tersebut.

(Adt/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.