Sukses

Fisikawan Patahkan Asumsi 100 Tahun Soal Cara Kerja Otak

Menurut ilmuwan Israel, beginilah cara sel saraf otak benar-benar 'menyala'. Temuan ini berbeda dengan hasil temuan ilmuwan Prancis di 1907.

Liputan6.com, Jakarta Otak manusia mengandung sekitar 80 miliaran neuron yang masing-masing bergabung untuk menciptakan triliunan koneksi yang disebut sinapsis. Angka-angka itu membingungkan, tapi cara masing-masing sel saraf individu berkontribusi pada fungsi otak masih kerap menjadi perdebatan.

Sebuah studi baru berhasil mematahkan asumsi selama seratus tahun tentang apa sebenarnya yang membuat sel saraf otak 'terbakar', yang menimbulkan mekanisme baru di balik gangguan neurologis tertentu.

Tim fisikawan dari Universitas Bar-Ilan di Israel melakukan eksperimen pada sel saraf tikus yang tumbuh untuk menentukan secara tepat bagaimana sel saraf merespons sinyal yang diterima dari sel lain. Untuk memahami mengapa hal ini penting, kita perlu kembali ke  1907. Saat itu ilmuwan saraf Prancis bernama Louis Lapicque mengajukan sebuah model untuk menggambarkan cara tegangan membran sel saraf meningkat saat arus diterapkan.

Setelah mencapai ambang batas tertentu, sel saraf bereaksi dengan lonjakan aktivitas, setelah voltase membran diatur ulang. Apa artinya? Sistem saraf otak tidak akan mengirim pesan kecuali sinyal yang terkumpul cukup kuat.

Persamaan Lapicque bukanlah kata terakhir dalam masalah ini. Namun, prinsip dasar model integrasi dan api tetap relatif tidak tertandingi pada deskripsi selanjutnya, yang saat ini membentuk dasar skema komputasi paling neuronal.

 

 

Simak juga video menarik berikut : 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dua sudut pandang kerja otak

Menurut para periset, hanya sedikit yang peduli untuk mempertanyakan apakah itu akurat.

"Kami sampai pada kesimpulan ini dengan menggunakan eksperimen baru. Namun pada prinsipnya, hasil ini dapat ditemukan dengan menggunakan teknologi yang telah ada sejak 1980-an," kata ketua tim peneliti, Ido Kanter, seperti dilansir dari Sciencealert, Jumat (22/12/2017).

"Keyakinan yang telah berakar di dunia ilmiah selama 100 tahun mengakibatkan penundaan dalam beberapa dekade," sambung Kanter. 

Eksperimen ini mendekati pertanyaan dari dua sudut pandang. Pertama, mengeksplorasi sifat lonjakan aktivitas berdasarkan di mana arus diaplikasikan pada sistem saraf. Kedua, melihat efek yang ada pada tembakan sistem saraf. Hasil temuan menunjukkan arah sinyal yang diterima dapat membuat semua perbedaan bagaimana sistem saraf merespons.

Sinyal lemah dari kiri yang tiba dengan sinyal lemah dari kanan tidak akan digabungkan untuk membangun voltase yang menendang lonjakan aktivitas. Tapi, satu sinyal kuat dari arah tertentu bisa menghasilkan sebuah pesan.

Cara baru berpotensi untuk menggambarkan apa yang dikenal sebagai penjumlahan spasial dapat menyebabkan metode baru untuk mengkategorikan neuron, yang membedakannya berdasarkan bagaimana mereka menghitung sinyal masuk atau seberapa bagus resolusi mereka, berdasarkan arah tertentu.

 

3 dari 3 halaman

Temuan yang lebih baik?

Lebih baik lagi, bahkan bisa mengarah pada penemuan yang menjelaskan gangguan neurologis tertentu. Penting untuk tidak membuang satu abad kebijaksanaan pada topik di belakang sebuah penelitian tunggal.

Para periset juga mengakui bahwa mereka hanya melihat jenis sel saraf yang disebut neuron piramid, yang menyisakan banyak ruang untuk eksperimen masa depan. Tapi menyempurnakan pemahaman kita tentang bagaimana unit individu bergabung untuk menghasilkan perilaku yang kompleks dapat menyebar ke area penelitian lainnya.

Dengan jaringan saraf yang mengilhami teknologi komputasi masa depan, mengidentifikasi bakat baru di sel otak yang bisa memiliki beberapa aplikasi menarik, penelitian ini telah dipublikasikan di Scientific Reports.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.