Sukses

Pelaku Kejahatan Anak Divonis Bebas, Ini Reaksi Komnas PA

Putusan bebas PN Siantar terhadap terdakwa kejahatan anak balita 3,5 tahun, mencederai harkat martabat anak.

Liputan6.com, Jakarta Untuk ketiga kali dalam kurun enam bulan terakhir, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Siantar memvonis bebas para predator kejahatan anak. Dua kasus kejahatan seksual dinyatakan bebas dari segala tuduhan meski para penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU) yakin secara hukum bahwa dua tersangka yang diajukan ke PN Siantar pantas dapat hukuman maksimal sesuai dengan ketentuan UU Perlindungan Anak.

Satu lagi adalah kasus perampasan hak hidup anak balita secara paksa terhadap MJS (3,5), warga Pematang Siantar. Patut menjadi pertanyaan, ada apa dengan putusan bebas atas kasus penganiayaan dan kejahatan anak ini?

"Putusan bebas PN Siantar terhadap tiga kasus kejahatan anak telah merampas kemerdekaan dan harkat martabat anak," demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (PA), kepada Health-Liputan6.

MJS (3,5) merupakan anak tunggal dari bapak bermarga Sinaga dan ibu Maria boru Simanjuntak. Warga yang tinggal di Jln. Dalil Tani, Gang Rebung, Kelurahan Tomuan, Kota Siantar, tewas secara tidak berperikemanusiaan di tangan MTS (52), sahabat dari pengasuh MJS.

Hasil penyidikan Polri dari Polres Siantar yang dipimpin Aiptu Marlon Siagian menemukan fakta bahwa tersangka memukul korban dengan sekuat tenaga di bagian samping korban. Lalu korban dipukul di bagian belakang hingga korban terbentur di tiang kamar. Setelah korban terjatuh, MTS bukan berhenti menyiksanya. Namun, pelaku justru mengulang perbuatannya dengan cara menginjak bagian punggung korban hingga patah.

Setelah diinjak, MTS dengan tenangnya meninggalkan korban MJS di rumah lalu mengunci pintu rumah korban. Kemudian ia menyerahkan kunci kepada ibu pengasuh MJS sebelum meninggalkan rumah korban pada bulan Maret 2017.

Fakta ini diperkuat hasil rekonstruksi yang dilakukan penyidik dengan MTS dan dikuatkan pula dengan hasil visum yang dikeluarkan RS yang menyatakan bahwa MJS meninggal dunia akibat benturan benda tumpul di bagian kepala.

 

Simak juga video menarik berikut : 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kronologi cerita

Peristiwa ini berawal ketika MTS pada Senin, 23 Maret 2017 bertandang ke rumah ibu pengasuhnya. Lalu ia bertemu dengan MJS dan mengajak korban bercanda. Namun, ajakannya ditolak oleh MJS karena korban sering mendapat cubitan saat korban bercanda dengan MTS. Atas penolakan itu, MTS tersinggung dan marah, menampar, menendang serta menginjak korban secara membabi buta hingga korban tewas.

Atas perbuatan MTS, Anna Lusiana selaku JPU Kejari Siantar dituntut dengan Pasal 80 ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara. Namun, Fitra Dewi yang bertindak sebagai hakim pemeriksa perkara penganiayaan dan pembunuhan MJS ini justru memvonis bebas MTS dari segala tuduhan. Hal ini membuat semua pengunjung sidang histeris dan tidak yakin atas putusan bebas yang dibacakan hakim.

Atas putusan bebas, Komnas PA sebagai lembaga pelaksana tugas dan fungsi keorganisasian dari Perkumpulan LPA Pusat yang memberikan pembelaan dan perlindungan Anak di Indonesia, mendukung penuh upaya JPU untuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Arist menyampaikan jika putusan kasasi MA menguatkan putusan PN Siantar, Komnas PA mendesak Polres Siantar untuk menemukan pelaku penganiayaan dan pembunuhan MJS, si bayi malang ini.

Demi penegakan dan pemenuhan perlindungan anak, Komnas PA akan bertulis surat untuk melapor dan mendesak Ketua MA untuk melakukan evaluasi terhadap hakim-hakim PN Siantar selaku pekerja yang sering melakukan putusan bebas terhadap para predator anak.

Putusan bebas atas perkara-perkara kejahatan terhadap anak dengan alasan tidak ada saksi yang melihat seringkali menjadi alasan utama para hakim di PN Siantar memutus bebas, membuat gerakan perlindungan anak di Siantar dan Simalungun menjadi terhambat.

Ini menunjukkan bahwa Siantar Simalungun terbukti sebagai wilayah darurat kekejahatan anak dan tak layak bagi anak. Parameternya adalah putusan hukum bebas terhadap pelaku kejahatan terhadap anak. Selaku putra Siantar, Arist Merdeka Sirait tidak kenal lelah mengajak masyarakat dan pemangku kepentingan anak di Siantar dan Simalungun dan anak di Indonesia untuk melawan para predator kejahatan terhadap anak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.