Sukses

Move On, Patah Hati Bisa Bikin Mati 08 Desember 2017

Jangan sepelekan patah hati karena putus cinta, hal ini bisa bikin Anda kehilangan nyawa.

Liputan6.com, Jakarta Putus hubungan memang bisa mengakibatkan patah hati yang rasa sakitnya luar biasa. Walau terdengar dramatis, tapi semua orang yang pernah patah hati mungkin akan setuju.

Namun, apakah patah hati bisa berbahaya? Berbagai studi menemukan, sindrom patah hati sangatlah nyata, dan bisa membuat Anda mengalami simtom fisik yang mirip dengan depresi.

Kini, ada riset baru yang diterbitkan dalam jurnal Crisis yang menemukan, patah hati tidak hanya bisa mengakibatkan depresi, tapi juga risiko bunuh diri. Jadi, mengalami patah hati jauh lebih berbahaya dari yang Anda pikir sebelumnya.

"Patah hati sangat bisa memengaruhi kesehatan, terutama ketika otak memprosesnya sebagai trauma," ujar Shawna Yong, LMFT, terapis pernikahan dan keluarga, mengutip Bustle, Jumat (8/12/2017).

"Jika mereka tidak bisa memproses patah hati dengan cara yang sehat dengan terapis, atau mengambil waktu untuk memulihkan diri sendiri, mereka bisa mengalami stres tingkat tinggi," ujarnya lagi. Stres tingkat tinggi ini bisa membuat tubuh melepaskan kortisol ke dalam tubuh.

Kadar kortisol yang tinggi bisa berkontribusi pada beberapa simtom, seperti keletihan, depresi, cemas, sakit kepala, dan tekanan darah tinggi, ujar Young.

Jadi, patah hati bisa menyebabkan bahaya fisik bagi tubuh, tapi bagaimana dengan bahaya emosional?

 

Saksikan juga video menarik berikut ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bahaya emosional

Para peneliti dari Purdue dan Kansas State University melakukan studi terhadap 200 orang dewasa yang baru saja mengalami patah hati. Hal ini dilakukan untuk meneliti hubungan antara patah hati dengan risiko bunuh diri.

Setiap responden diminta mengisi kuesioner yang memperkirakan risiko bunuh diri dan depresi. Mereka juga ditanya tentang besarnya komitmen dan investasi yang mereka berikan untuk hubungan itu sebelum berakhir.

Hasilnya tidak mengejutkan. meeka yang memberikan komitmen dan investasi paling besar mengalami tingkat depresi lebih tinggi sesudah putus. Ditemukan juga, yang tingkat depresinya lebih tinggi, lebih mungkin juga untuk bunuh diri.

Walaupun penulis studi mengatakan, hubungan antara patah hati dan depresi serta bunuh diri bukanlah sesuatu yang baru, tetaplah penting untuk memperhitungkan kedalaman komitmen Anda terhadap hubungan yang kini sudah berakhir. Tujuannya untuk membantu proses penyembuhan diri.

Misalnya, jika Anda benar-benar berkomitmen dan mencintai mantan pasangan, bisa jadi Anda membutuhkan bantuan profesional untuk belajar cara move on yang sehat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.