Sukses

Upaya Kids Zaman Now Tiru Sikap Pahlawan Setelah Pilkada DKI 2017

Bisakah anak-anak Indonesia meniru sikap baik para pahlawan, setelah mereka terpapar isu SARA selama Pilkada DKI 2017

Liputan6.com, Jakarta Memaknai sikap luhur para pejuang di Hari Pahlawan serasa sulit setelah Pilkada DKI 2017. Sikap berjuang tanpa memandang status, tidak melihat agama, suku, warna kulit, dan asal seharusnya bisa anak-anak contoh.

Namun, kenyataan yang terjadi sekarang, tidak sedikit anak zaman sekarang terpapar isu SARA yang membayangi selama pemilihan Gubernur DKI Jakarta.

Nelly Sri Muriati, 35 tahun, pernah mendapatkan curhatan dari anak perempuannya, Nesya, yang masih duduk di bangku kelas 6 SD.

"Anak saya pernah cerita, teman-temannya tanya ke dia, orang di rumah memilih siapa saat Pilkada tempo hari. Karena anak saya tidak tahu mamanya memilih siapa, dia jawab enggak tahu. Teman-temannya malah bilang 'Harus pilih yang Islam'," kata Nelly.

Contoh lain adalah mengenai segerombolan anak-anak yang meneriaki nama Ahok. Video berdurasi 47 detik yang pernah viral pada akhir Mei 2017 memperlihatkan peserta pawai obor berteriak 'bunuh si Ahok'.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kids Zaman Now Mesti Meniru Sikap Para Pahlawan

Kids zaman now ini tak sadar, jika dahulu ada pahlawan non muslim yang berjuang tanpa memandang aspek perbedaan dengan tujuan supaya anak, cucu, dan cicit bisa menikmati hidup yang lebih baik setelah merdeka.

Nasi sudah menjadi bubur. Akankah kondisi bisa dibalikkan kayak sedia kala, dan anak-anak itu bisa meniru sikap luhur para pahlawan?

Menurut Psikolog Anak dan Remaja, Ike R Sugianto, pada dasarnya seorang anak butuh hal-hal konkret. Mereka tidak akan paham arti dan makna dari sikap-sikap luhur dan kepahlawanan. Dan tugas orangtua adalah menerjemahkan hal-hal konkret itu.

"Misalnya diterjemahkan ke dalam sikap membantu orang lain, menghargai orang lain, dan itu mesti orang yang memberitahu. Itu harus dimulai di rumah," kata Ike.

Contoh-contoh sederhananya mengajarkan anak mengelap meja makan atau barang-barang yang sudah bertemu, membantu adik dan kakaknya yang sedang kesusahan, atau bantu membereskan mainan.

"Lakukan hal-hal konkret sehari-hari dulu. Itu perlu diterjemahkan ke dalam poin-poin dulu," kata Ike menambahkan.

 

3 dari 3 halaman

Sikap Bertanggung Jawab

Sikap bertanggung jawab ke diri sendiri dulu adalah hal terpenting yang mesti diajarkan. Setelah anak mengerti dan perlahan-lahan memahaminya, baru kemudian mengajarkan mereka untuk tidak mementingkan diri sendiri. Sementara anak belajar, orangtua pun harus mencerminkan sikap "kepahlawanan", baik dalam tindakan maupun percakapan sehari-hari.

"Tidak ada kata-kata yang merendahkan orang lain, dan dalam bersikap tidak membedakan orang lain berdasarkan kepunyaannya dia atau latar belakangnya dia," ujar Ike menekankan.

Kecuali pada anak remaja, yang sudah lebih memahami hal-hal abstrak. Ike mengatakan, logika berpikir anak remaja jauh lebih maju dan kritis. Orangtua bisa memulainya dengan mengajak mereka berdiskusi mengenai satu hal.

"Termasuk topik dan isu yang lagi hangat. Diskusikan sama mereka, karena sebagai orangtua perlu tahu tentang pandangan mereka. Apabila salah, kita harus meluruskannya," kata Ike.

Tindakan nyata sudah bisa diterapkan kepada anak yang remaja. Misalkan, menjenguk teman yang sakit sambil membawakan makanan, tidak peduli agama, ras, dan status sosial temannya tersebut.

"Sikap-sikap dari pahlawan bisa ditiru anak, asalkan orangtuanya benar dalam menerapkannya," kata Ike.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini