Sukses

Rajin Minum Susu Tak Cukup Cegah Osteoporosis

Liputan6.com, Jakarta Hari ini, 20 Oktober diperingati sebagai Hari Osteoporosis Sedunia. Mengingat hal tersebut, banyak orang beranggapan kalau minum susu secara teratur bisa mencegah terkena osteoporosis. Benarkah?

Dokter spesialis kesehatan olahraga dr Michael Triangto menjelaskan, mencegah osteoporosis tidak cukup hanya dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium. Menurut dia, orang Indonesia sering kali berhenti minum susu saat beranjak dewasa, berbeda dengan orang di negara lain seperti di Eropa.

"Kalau ingin mencegah penyakit ini, diharapkan individu melakukan aktivitas fisik yang cukup dan mengonsumsi kalsium. Di Indonesia dan negara Asia, kebiasaan minum susu itu hilang saat beranjak dewasa, padahal susu adalah salah satu sumber kalsium. Hal inilah yang bikin anak muda kita rentan kekurangan kalsium," jelasnya saat dihubungi Health-Liputan6 pada Jumat (20/10/2017).

Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk mencegah osteoporosis, kebutuhan kalsium dan aktivitas fisik setiap orang berbeda-beda. Hal ini diukur oleh banyak faktor, seperti berat badan dan kondisi tulang. Untuk itu, dia menyarankan agar setiap orang melakukan pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD) agar pencegahan osteoporosis menjadi optimal.

"Untuk mengetahui kondisi tulang, sebaiknya melakukan pemeriksaan mineral tulang dan berkonsultasi dengan dokter. Dengan pemeriksaan ini, akan diketahui apakah orang tersebut memiliki kondisi normal, mulai keropos (reduce bone mass) atau sudah keropos (osteoporosis)," ucap dia.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, jika seseorang masih dalam batas normal, yang dibutuhkan adalah pencegahan. Sementara, jika sudah terkena osteoporosis, maka yang dibutuhkan adalah treatment. Dia menjelaskan, untuk melakukan pemeriksaan BMD sebaiknya dimulai pada usia 40 tahun.

Selain itu, dari pemeriksaan BMD juga akan terlihat kebutuhan kalsium dan aktivitas fisik yang dibutuhkan seseorang. Hal ini penting agar seseorang memiliki acuan mengenai kebutuhan berolahraga.

"Banyak orang berpikir banyak berolahraga itu baik, padahal olahraga juga ada porsinya. Kalau olahraga berlebihan juga tidak baik karena akan menekan hormon karena lemak menjadi sedikit. Hal ini akan berpengaruh, misalnya pada wanita haid akan tidak teratur," ucapnya.

Dia juga menjelaskan, rajin berolahraga bukan berarti terhindar dari osteoporosis. "Ada orang yang berolahraga sampai kurus tapi saat diperiksa ternyata tulangnya keropos. Jadi olahraga itu baik kalau tidak berlebihan," kata dr. Michael.

Tak hanya olahraga, konsumsi susu juga tidak boleh berlebihan karena bisa berpengaruh kepada kesehatan. "Minum susu juga harus diperhatikan, apakah selain susu orang tersebut juga mengonsumsi makanan lain yang banyak mengandung kalsium. Kalau berlebihan, ini bisa menimbulkan batu ginjal," ucapnya.

"Jadi pesan saya, segala sesuatu harus diukur terlebih dahulu, lihat kondisinya dan jangan berlebihan," imbuhnya.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cara mencegah osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan pada tulang dan menyerang orang berusia 40 tahun ke atas.

"Bentuk tulang tetap sama, tapi menjadi lebih tipis dan strukturnya keropos. Penyakit ini umumnya terjadi pada orang yang memasuki usia antara 40-50 tahun bahkan ada yang lebih cepat dari usia tersebut," ujarnya.

Menurut dia, faktor yang menentukan seseorang rentan terkena osteoporosis tergantung pada asupan kalsium dan aktivitas fisik yang dijalani oleh orang tersebut.

"Bila seeorang jarang beraktivitas fisik, dia akan lebih berisiko terkena osteoporosis, tapi kalau dia aktif berolahraga atau pekerjaannya melibatkan aktivitas fisik dia akan memiliki kondisi tulang lebih baik," ucap dokter yang biasa tampil berkacamata ini.

Dr Michael menjelaskan, osteoporosis merupakan silent disease yang muncul tanpa disertai keluhan, untuk itu penting untuk mencegah terkena osteoporosis sejak dini.

"Penyakit ini sendiri biasanya tidak disadari oleh orang yang terkena dan biasanya tidak ada keluhan yang dirasakan. Sampai akhirnya orang itu terjatuh atau terpeleset dan mengalami patah tulang. Inilah kenapa disebut silent disease," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.