Sukses

4 Alasan Bertahan Setelah Perselingkuhan

Tak semua pernikahan atau hubungan berakhir karena perselingkuhan. Ada juga yang memutuskan untuk bertahan dan jadi lebih kuat karenanya.

Liputan6.com, Jakarta Perselingkuhan, bagi hampir semua orang bukan hanya persoalan hilangnya kepercayaan pada pasangan, tapi juga hilangnya harga diri bagi yang terluka. Sebegitu dalamnya pengaruh perselingkuhan sehingga dapat membawa beragam problema psikologis bagi kedua belah pihak. Mulai dari munculnya rasa rendah diri, depresi, amarah tak terkendali bagi korban, dan perasaan bersalah bagi pelaku.

Beberapa orang tanpa pikir panjang akan segera mengakhiri hubungan saat terjadi perselingkuhan. Namun, sebagian orang memilih untuk tetap bertahan. Apa alasan di balik keputusan tersebut?

Perselingkuhan bukan berarti Pernikahan Anda Buruk

Tidak dapat dimungkiri, perselingkuhan dapat terjadi karena salah satu pasangan memang tipikal penggoda yang sengaja mempunyai pasangan lain. Namun di sisi lain, perselingkuhan juga bisa terjadi karena beragam hal yang “tidak disengaja”.

Artinya, perselingkuhan bisa terjadi “hanya” karena pasangan Anda terlalu pemalu untuk mengungkapkan kesukaannya, misalnya gaya bercinta. Padahal di hal-hal lainnya, pasangan Anda merasa nyaman dengan Anda, dan tidak berniat menggantikan posisi Anda dengan yang lain.

Komitmen untuk tidak membangun relasi berdasarkan korban dan pelaku

Baiklah, pasangan Anda selingkuh, dan Anda bersedia menerimanya kembali. Namun, bukan berarti Anda berhak untuk terus mengungkit perselingkuhannya terus-menerus. Bukan berarti pula apa pun yang pasangan Anda lakukan selalu salah, dan Anda selalu benar, karena Anda adalah sang korban.

Mengungkit apa yang sudah terjadi tidak akan menyembuhkan luka Anda, tapi malah memperburuk hubungan yang sedang Anda jalin kembali.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Komunikasi yang transparan

Komitmen pasangan yang berselingkuh untuk berbicara terbuka

Saat korban sangat terluka, pelaku harus membuka hati yang sebesar-besarnya dan waktu sebanyak-banyaknya untuk terus mendengarkan curahan hati korban. Karena dengan mendengarkan, sebenarnya korban sedikit demi sedikit membangun kepercayaan kembali pada pelaku.

Di sisi lain, pelaku juga perlu terus-menerus memberikan empati akibat luka yang sudah ia perbuat. Bila memang diperlukan, lakukan konseling karena percakapan ini memang memerlukan suatu dialog yang sehat tanpa tuduhan, amarah, sakit, atau luapan emosi negatif lainnya.

Komitmen pasangan yang berselingkuh untuk lebih transparan ke depannya

Pelaku berjanji bahwa di masa yang akan datang, ia akan selalu terbuka pada korban. Tidak ada lagi password di email atau telepon atau rapat rahasia dan sebagainya. Namun di sisi lain, korban juga membuka hati bahwa tindakan preventif apa pun tidak akan bisa menjanjikan apa pun. Ia hanya perlu mulai percaya kembali pada pasangannya, walaupun sulit. (Lilin Rosa Santi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.