Sukses

Pecandu Narkoba Rentan Alami Gangguan Jiwa

Dokter Dyah Novita, mengatakan pasien sakit jiwa yang disebabkan oleh penggunaan narkoba lebih susah sembuhnya. Kenapa ya?

Liputan6.com, Jakarta Semua tahu kalau penggunaan narkoba hanya merugikan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan. Namun, yang lebih mengejutkan ialah pecandu narkoba juga berpotensi lebih tinggi mengalami gangguan jiwa.

Begitulah yang disampaikan dr. Dyah Novita, dari Klikdokter.com saat menceritakan pengalaman selama koas di stase kejiwaan pada 2008 silam.

Kala itu, Dyah menghadapi pasien-pasien di rumah sakit jiwa swasta pertama di Indonesia, Sanatorium Dharmawangsa.

"Sanatorium beda sama Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan di Grogol. Kalau disini lebih banyak orang dari kalangan atas, anak-anaknya pejabat, anak hakim, ada juga artis dan model yang punya masalah kejiwaan," ungkapnya.

Umumnya, penyebab gangguan jiwa yang diketahui orang awam hanya stres dan depresi. Padahal, lebih dari itu.

Gangguan jiwa di antaranya cemas, depresi, psikotik atau skizofrenia, gangguan afektif (sering sedih, maniakal (respons berlebihan), banyak tertawa, banyak optimis, paranoid (suka curiga), hingga gangguan akibat zat tertentu (pecandu alkohol dan narkoba).

Menurut Vita, gangguan jiwa yang tingkatnya paling tinggi diakibatkan oleh penggunaan narkoba.

"Kalau (gangguan jiwa) disebabkan drugs, itu levelnya sudah paling atas karena dia sudah mempengaruhi saraf dan otak, jadi agak susah sembuhnya," ujarnya kepada Health-Liputan6.com, ditulis Sabtu (17/6/2017).

Vita menjelaskan, pengobatan pasien sakit jiwa karena narkoba membutuhkan waktu dan pengobatan oral serta terapi lebih lama. Belum lagi ada obat khusus untuk mengatasi ketergantungan obat.

"Pengobatannya jauh lebih intensif dan obat minumnya itu bisa merusak gigi," ujarnya. Bahkan pecandu narkoba yang sudah akut biasanya mengalami putusnya saraf dan sel otak.

Efek gangguan jiwa karena narkoba, menurut Vita tidak selalu sama pada tiap individu. Ada yang marah-marah, tidak bisa tidur, bicara sendiri, diam saja, bahkan mengamuk. Tapi, kata Vita, pasien yang tingkat gangguan jiwanya belum tinggi, mereka masih bisa diajak mengobrol.

"Mereka yang sadar punya gangguan jiwa biasanya kalau lagi kumat, stay beberapa hari atau maksimal dua minggu. Kalau sudah enak dan normal ya mereka pulang," dia menceritakan.

Di Sanatorium Dharmawangsa, tambah Vita, ada layanan rawat inap berkelas ekonomi sampai kelas VIP. Di sana juga menyediakan layanan tes kepribadian dan kejiwaan yang terbuka umum.

"Melakukan tes seperti ini, cukup penting untuk mengenal diri sendiri, mengelola stres, dan mencegah terjadinya gangguan jiwa sejak dini," pungkasnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.