Sukses

Empati Dokter Afra Bangkitkan Kualitas Hidup Pasien Paliatif

Dedikasinya membantu pasien paliatif dengan empati membuat kualitas hidup pasien meningkat.

Liputan6.com, Jakarta Tanpa adanya rasa empati, mustahil bagi pasien paliatif dan keluarganya untuk terbuka terhadap kehadiran dokter, perawat, dan bidan yang berkunjung ke rumah. Kunci tersebut senantiasa dipegang dr. Afra Dewita, 36 tahun, dalam menangani pasien paliatif.

Berkat dedikasinya beserta rekan-rekan KPLDH-nya di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, pasien-pasien paliatif bisA memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Mereka pun nyaman dalam menjalani perawatan. dr. Afra juga membantu keluarga pasien menghadapi keluhan atau kesulitan-kesulitan yang diakibatkan kondisi pasien.

Pasien paliatif adalah pasien yang sudah tidak merespons terhadap pengobatan medis karena penyakit beratnya. Pasien paliatif dengan kanker stadium lanjutlah yang ditangani dokter Afra sehari-hari di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Sebagai dokter umum sekaligus koordinator Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH) Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, dokter Afra bersama timnya memberikan pelayanan paliatif kepada pasien paliatif dari rumah ke rumah di wilayah Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Sebelum bekerja di KPLDH, dokter Afra pernah bekerja di sebuah klinik perusahaan selama 7 tahun. Namun, selama 7 tahun itu, ia tidak sepenuhnya bekerja setiap hari karena harus mengurus dan merawat kedua anaknya. Perjalanan kariernya yang kini berkecimpung di KPLDH tidak pernah dibayangkan.

"Jujur, saat tes masuk penerimaan untuk tenaga dokter umum di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, saya belum tahu kalau akan ditempatkan sebagai dokter KPLDH. Waktu itu, tes penerimaan di bulan Oktober 2015. Saya lulus dan diterima pada November 2015. Baru tahu setelah diterima, kalau saya ditempatkan sebagai dokter KPLDH. Jadi, pada tahun 2016 baru akan ada program KPLDH. Saya bersama rekan-rekan lain saat itu akhirnya dipersiapkan sekaligus dilatih bekerja untuk kerja di lapangan, tidak di dalam gedung puskesmas. Pada intinya, kami akan punya RW binaan sebagai penempatan tugas," kata dokter Afra tatkala berbincang santai dengan Health-Liputan6.com di Kementerian Kesehatan, Selasa (19/4/2017).

Ia menceritakan, tugas tim KPLDH dimulai dengan melakukan pendataaan dari rumah ke rumah, menangani kasus-kasus yang ditemukan saat pendataan, di antaranya penemuan penderita kanker yang tidak tertangani dengan baik.

Jika ada kondisi pasien yang membutuhkan perawatan, maka tim KPLDH akan membawa ke puskesmas untuk penanganan. Pasien juga bisa segera dirujuk ke rumah sakit bila kondisi pasien harus dirujuk. Tugas ini memberikan pemikiran sendiri atas peran dirinya di KPLDH.

"Program KPLDH kemungkinan muncul terkait dengan rendahnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan. Berbagai macam alasan timbul di masyarakat dalam melakukan pengecekan maupun pemeliharaan kesehatan di fasilitas kesehatan. Misal, ada yang malas mengantre di puskesmas, tidak memiliki jaminan kesehatan, dan takut terhadap pengobatan secara medis. Bahkan ada yang sudah menyerah atas pengobatan penyakit kanker atau penyakit berat yang diidapnya sehingga merasa percuma berobat ke puskesmas dan Rumah Sakit. Dengan adanya program KPLDH maka diharapkan bisa melakukan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif ke masyarakat." ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Merawat ibu yang menderita kanker

Walaupun tak terbayang harus terjun di program KPLDH dan menangani pasien paliatif, dokter Afra sudah punya pengalaman dalam merawat pasien-pasien kanker stadium lanjut. Awal mula terjun di penanganan paliatif, yaitu pada saat dirinya pernah bertugas di Yayasan Kanker Indonesia (YKI) DKI Jakarta.

Dokter Afra punya pengalaman merawat ibunya yang terkena kanker. (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

YKI DKI Jakarta pada saat itu sedang membutuhkan dokter umum untuk menggantikan sementara dokter yang bertugas di sana. Sebagai perwakilan dari puskesmas tempatnya bekerja, ia pun ditugaskan di YKI DKI Jakarta selama tiga bulan. Pada waktu itu, dokter Afra masih belum mengerti tentang paliatif dan bagaimana penanganan paliatif.

"Saya bingung awalnya saat bertugas di YKI DKI Jakarta karena belum mengerti tentang paliatif. Tapi penanganan paliatif untuk pasien kanker di YKI DKI Jakarta itu ternyata sudah pernah saya lakukan. Almarhumah ibu saya adalah penderita kanker. Penanganan paliatif yang dilakukan di YKI DKI Jakarta ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang saya lakukan saat saya merawat almarhumah ibu, berupa memberikan dukungan dan arahan dalam menghadapi penyakit kanker serta bagaimana menyikapi kondisi penderita kanker," kenang dokter cantik kelahiran Jakarta ini.

Penanganan yang bisa diberikan kepada pasien paliatif juga terkait penyediaan obat untuk  menangani nyeri, perawatan luka kanker maupun penyediaan alat bantu kesehatan. Pengalaman selama tiga bulan di YKI DKI Jakarta itu pun dibagikan kepada rekan-rekannya di puskesmas.

3 dari 7 halaman

Penanganan pasien kanker

Dalam penanganan paliatif, dokter Afra mengungkapkan, kesabaran dan rasa empati perlu dipupuk. Diagnosis dan pemeriksaan fisik pasien perlu diperhatikan. Misal, perawatan pada pasien kanker hanya berbaring saja, maka dibutuhkan edukasi dalam perawatan soal kebersihan diri dan perlu dibantu oleh pendamping pasiennya.

Keperluan alat bantu kesehatan yang digunakan, dukungan keluarga, dan merespons dengan baik dari  keluhan yang dialami pasien juga menjadi perhatian dalam penanganannya.

"Tidak boleh mengatakan kepada penderita kanker, 'Biar penyakitnya sembuh.' Karena suatu saat akan berbalik ke kita. Dia akan balas, 'Saya sudah melakukan apa yang dokter katakan tapi tidak sembuh-sembuh juga.' Sehingga akan menjadi kekecewaan bagi pasien terhadap penanganan penyakitnya. Penanganan paliatif bukanlah bertujuan untuk pengobatan dalam penyembuhan pasien dari penyakitnya, melainkan mengurangi penderitaan pasien. Pasien pun memiliki kualitas hidup yang lebih baik dan pada akhir hayatnya diharapkan meninggal secara bermartabat. Kita akan memberikan dukungan kepada pasien dan keluarganya.  Bangkitkan semangat dia agar dia bisa melanjutkan aktivitas dan keinginan dia." jelas dokter Afra.

4 dari 7 halaman

Suka duka menangani penderita kanker

Pengalaman dokter Afra selama menangani pasien paliatif yang menderita kanker, ia dapat melihat perjuangan hidup pasien penderita kanker yang semangat menjalani kehidupan. Walaupun harus berperang dengan penyakit yang dideritanya.

Yang paling berkesan itu adalah saat ia bersama rekan-rekan KPLDH lainnya menangani anak kecil laki-laki berusia 13 tahun. Anak tersebut dicurigai menderita kanker neuroblastoma (kanker saraf).

"Saya sempat terenyuh mendengar dari rekan-rekan KPLDH atas ucapan anak tersebut. Dia bertanya, 'Kenapa dirinya bisa sakit  seperti itu? Apa yang menyebabkan dirinya harus terkena penyakit seperti ini? Apa kesalahannya? Apakah itu suatu kutukan dari Tuhan?' Sedih juga saat itu mendengarnya dan membayangkan penderitaannya," tutur dokter Afra.

Dokter Afra Dewita menangani pasien paliatif. (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Pernah ada juga kasus yang ditangani rekan-rekan di KPLDH yaitu saat menangani pasien kanker yang menderita nyeri di atas skala 10. Pada saat  pengontrolan, pasien akan ditanyakan seberapa besar skala nyeri yang dirasakan dimulai dari skala nol hingga skala 10.

"Pasien tersebut tidak bisa tidur, selalu meringis kesakitan, dan gelisah. Akhirnya kami tangani dengan mengunakan morfin. Karena tidak tersedia morfin di puskesmas, jadi kami kerjasama dengan YKI untuk meminta morfin. Setelah nyeri reda, ia merasa tenang, bisa tidur nyenyak, dan keluarganya tidak meras cemas lagi. Keluarga pasien saat itu rasanya ingin membantu tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ya, ada kepuasan tersendiri saat bisa membantu pasien yang hilang nyerinya," ujarnya.

Kehadiran dokter Afra dan rekan-rekan KPLDH beserta YKI DKI Jakarta juga disambut senang oleh keluarga pasien. Mereka berterima kasih atas perawatan yang diberikan dan pemberian obat nyeri terhadap pasien.

5 dari 7 halaman

Warga menolak dikunjungi dan diobati

Tak semuanya berjalan sesuai rencana, ada saja warga yang menolak dikunjungi tim KPLDH.

"Ada yang ditolak karena terkait masalah pilkada. Jadi, pada saat akan dilakukan pendataan kesehatan, ada warga yang menolak menyerahkan e-KTP dan Kartu Keluarga (KK). Dikiranya kami salah satu pendukung pasangan calon. e-KTP dan KK-nya takut disalahgunakan. Ada juga warga yang gampang banget curiga sama orang. Walaupun kami sudah melakukan sosialiasi kalau pendataan itu untuk keperluan di puskesmas," papar dokter Afra.

Lain cerita, kisah salah satu warga yang terkena kanker payudara stadium 1. Ia sudah direncanakan untuk melakukan terapi hormonal dan pengangkatan payudara oleh dokter rumah sakit, namun ia menolak.

"Alasannya tidak mau meninggalkan warung dagangannya. Anak perempuan satu-satunya sudah menikah dan ikut suaminya. Suami dari penderita kanker ini mengalami depresi. Jadi, mata pencaharian satu-satunya ya hanya warung. Padahal, sudah dinasihati kalau dibiarkan akan berubah menjadi stadium lanjut dan makin parah. Tapi dia tetap menolak, lebih kepada ekonomi alasannya," ucapnya.

Terjun di KPLDH membuat dokter Afra melihat perjuangan pasien kanker untuk bertahan hidup. (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Ada juga kasus penolakan yang terjadi, yaitu warga yang kena kanker payudara tidak mau didatangi KPLDH karena beralasan takut keluarga dan tetangga di lingkungan sekitarnya tahu akan penyakitnya. Ia malu menjadi pusat perhatian, nanti keluarganya bisa bertanya yang macam-macam. Akhirnya, ia lebih baik menyimpan penyakitnya sendiri.

Tak hanya warga yang menolak, ada juga kasus keluarga pasiennya yang menolak tim KPLDH untuk tidak memberitahu penyakit kanker yang diderita pasien. Alasannya, biar si pasien tersebut menjadi tidak cemas dan depresi.

Dokter Afra juga mengingat, ada pasien kanker kolon (usus) yang menolak diperiksa tim KPLDH. Bahkan hasil pemeriksaan kanker dari rumah sakit dibakar. Ketika ditanya soal hasil pemeriksaan, pasien mengaku, hasilnya di pegang pihak rumah sakit. Ternyata ia tak pernah kontrol ke rumah sakit.

"Dia tetap mengaku bukan penderita kanker. Padahal, kondisi penyakit kanker ususnya sudah bertambah parah. Dia bilangnya terkena 'guna-guna', ucap dokter Afra. Baik pasien dan keluarga pasien yang menerima ataupun menolak kunjungan akan diberikan surat pernyataan sebagai bentuk persetujuan penanganan paliatif oleh tim KPLDH.

6 dari 7 halaman

Dikenang pasien

Rasa pengabdian yang dijalani dokter Afra membuat pasien maupun keluarga pasien yang pernah ditanganinya mengenangnya.

"Saat bertugas di YKI, saya menangani beberapa pasien dan berkelanjutan pada setiap kunjungan pasiennya sampai saya selesai masa tugas tiga bulan. Setelah saya selesai bertugas di YKI tersebut, pernah secara kebetulan bertemu kembali dengan pasien  atau keluarga pasien yang pernah ditangani kemudian bertanya, 'Kok dokter Afra tidak pernah melakukan kunjungan,' kata dokter Afra sambil tersenyum.

7 dari 7 halaman

Profil

Profil

Empati menjadi kunci yang dipegangnya saat bertugas. (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Nama: Dr. Afra Dewita

Tempat/tanggal Lahir: Jakarta, 2 Desember 1981

Status: Menikah

Pendidikan Formal

2000 - 2007 Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi, Jakarta    

1997 - 2000 Sekolah Menengah Umum Negeri 73, Jakarta     

1994 - 1997 Sekolah Menengah Pertama Negeri 200, Jakarta     

1988 - 1994 Sekolah Dasar Negeri 01 Rorotan, Jakarta     

Pengalaman Kerja

Juli 2008 - Agustus 2009 Dokter IGD RSB SAYANG BUNDA, Bekasi

April 2008 - Desember 2010 Dokter klinik perusahaan di PT. Dayup, Jakarta

Desember 2007 - sekarang Dokter klinik perusahaan di PT. Good Guys, Jakarta

November 2015 - sekarang Dokter Umum Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.