Sukses

1 dari 4 Anak Suriah Berisiko Alami Gangguan Mental

Akibat perang berkepanjangan, anak Suriah berisiko mengalami gangguan mental.

Liputan6.com, Damaskus, Suriah Satu dari empat anak di Suriah berisiko mengalami gangguan mental. Sebuah laporan baru yang dikeluarkan kelompok Save The Children, dengan mewawancarai 458 orang anak dan dewasa, dan juga berkonsultasi dengan spesialis kesehatan mental, diketahui bahwa mereka berisiko mengalami trauma jangka panjang. Terlebih anak-anaknya.

Seperti dikutip dari situs PBS Newshours, Rabu (8/3/2017), berikut ini cakupan isi laporan yang diberi judul Invisible Wounds.

- Sekitar 3 juta anak-anak Suriah berada di bawah usia 6 tahun. Satu dari empat anak berisiko terkena gangguan mental.    

- Anak-anak menunjukkan gejala stres yang konstan, termasuk mengompol, bahaya yang ditimbulkan sendiri, dan mencoba bunuh diri. Mereka juga berperilaku agresif dan suka menyendiri.

Mereka mengalami kesulitan berbicara dan gagap. Bahkan beberapa di antaranya, menderita amnesia parsial (ketidakmampuan mengingat dalam jangka waktu panjang dan selamanya).

- Lebih dari setengah yang diwawancarai mengaku, para remaja menggunakan narkoba dan alkohol untuk "melarikan diri" dari situasi yang mereka alami.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kendala akses ke sekolah

Kendala akses ke sekolah

Akses ke sekolah juga menjadi masalah.

- Sekolah tidak lagi berjalan efektif. Bangunan sekolah digunakan untuk keperluan lain. Anak-anak bekerja untuk membantu keluarga. Anak laki-laki direkrut sebagai pejuang, sedangkan anak perempuan menikah pada usia yang sangat muda demi meringankan beban keuangan pada orangtua mereka.

- Sekitar setengah dari anak-anak yang disurvei--dalam kategori anak yang mampu bersekolah-mengatakan, mereka merasa tidak aman di sekolah.Suriah tidak memiliki akses ke layanan profesional kesehatan mental.

- Di beberapa daerah ada lebih dari 1 juta orang, yang diwawancarai. Di tempat mereka hanya ada satu psikiater profesional.

- Dua pertiga dari anak-anak kehilangan kerabat. Rumah mereka dibom atau kerabat menderita luka-luka dalam perang.

- Seperempat dari anak-anak jarang atau tidak pernah memiliki seseorang untuk diajak bicara soal ketakutan mereka.

3 dari 4 halaman

Mengganggu kehidupan anak-anak

Mengganggu kehidupan anak-anak

Kelompok bantuan khawatir karena perang yang berkepanjangan dapat mengganggu kehidupan anak-anak. Akan ada "generasi yang hilang" dengan luka psikologis, yang berasal dari garis pemuda tidak mengecap pendidikan.

Berdasarkan data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada lebih dari 2 juta anak-anak di Suriah dan 700 ribu anak-anak di kamp-kamp pengungsi di negara-negara tetangga tidak memiliki akses ke pendidikan.

Pemberitahuan soal "penghentian permusuhan" yang diumumkan pada bulan Desember 2016 dinilai sedikit untuk melindungi seluruh anak di Suriah. Hal ini dikarenakan masih ada kantong-kantong peperangan di daerah yang tidak bisa disentuh oleh organisasi kemanusiaan, kata Geert Cappelaere, direktur regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di Jenewa bulan lalu.

4 dari 4 halaman

Ekspresikan kecemasan melalui cara kreatif

Ekspresikan kecemasan melalui cara kreatif

Untuk membantu anak-anak mengekspresikan kekhawatiran, kelompok-kelompok seperti Save The Children menawarkan, program-program yang membantu anak-anak melalui seni dan mendirikan pusat kegiatan masyarakat.

Adanya pusat kegiatan masyarakat memfasilitasi anak-anak berbicara dengan konselor soal kemarahan dan ketakutan yang dialami. Meskipun anak-anak mengalami kesulitan hidup di awal masa kanak-kanak, yang dapat berefek jangka panjang, semua harapan untuk membangkitkan kehidupan anak-anak tidak hilang.

"Banyak anak masih bermimpi soal masa depan yang lebih baik. Di antara mereka, ada yang ingin menjadi dokter dan guru. Kedua profesi ini dapat memberikan kontribusi demi membangun hubungan yang damai dan sejahtera di Suriah, kata anak-anak. Semua yang mereka inginkan adalah sebuah kesempatan untuk melakukannya," demikian laporan yang ditulis.

Wawancara berlangsung antara bulan Desember 2016 dan Februari 2017 di Aleppo, Damaskus, Daraa, al-Hasakah, Homs, Idlib, dan Rif Damaskus di daerah yang dipegang oleh oposisi. Pewawancara tidak bisa mengakses data milik pemerintah Suriah--tempat penelitian dilakukan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini