Sukses

Stress pada Wanita Hamil

Wanita yang tengah hamil, dituntut tidak hanya harus siap secara fisik, tetapi juga harus siap secara mental.

Liputan6.com, Jakarta: Wanita yang tengah hamil, dituntut tidak hanya harus siap secara fisik, tetapi juga harus siap secara mental. Secara fisik pada wanita yang tengah hamil memang mudah ditebak,  seperti perubahan bentuk tubuh dengan badan yang semakin membesar, munculnya jerawat di wajah atau kulit muka yang mengelupas. Namun perubahan secara mental pada ibu hamil sangat sulit ditebak dan tidak selalu sama terjadinya pada setiap ibu hamil ataupun pada setiap kehamilan.

Hadirnya janin di dalam rahim, mempengaruhi emosi si ibu. Apabila pengaruh emosi ibu tidak didukung oleh lingkungan keluarga yang harmonis ataupun lingkungan tempat tinggal yang kondusif, maka hal ini akan mengakibatkan stres pada saat hamil.

Menurut Dokter Eko Handayani MPsi dari bagian psikologi klinis anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, stres pada ibu hamil pasti akan memberikan akibat pada janin yang dikandungnya, karena posisi janin yang berada di dalam rahim dapat merespons apa yang sedang dialami oleh ibu. "Berdasarkan penelitian, ibu hamil yang mengalami stres akan meningkatkan risiko melahirkan bayi prematur dan bayi yang lebih kecil. Bahkan bahaya stres pada ibu hamil dapat mengakibatkan janin keguguran, " kata Eko. Ia juga mengungkapkan bahwa ia sering menghadapi kasus anak hiperaktif yang dibawa orangtuanya. Kemudian saat ditelusuri riwayat kehamilan, maka diketahui bahwa ibunya pernah mengalami stres.

Secara psikologis, stres pada ibu hamil dapat dibagi dalam tiga tahapan, sambung Eko. Tahap pertama adalah pada triwulan pertama, yaitu pada saat usia kehamilan satu hingga tiga bulan. Dalam kurun waktu tersebut, biasanya ibu belum terbiasa dengan keadaannya, di mana adanya perubahan hormon yang mempengaruhi kejiwaan ibu, sehingga ibu sering merasa kesal atau sedih. Selain itu, ibu hamil ada juga yang mengalami mual-mual dan morning sickness, yang mengakibatkan stres dan gelisah.

Tahap kedua saat triwulan kedua, yaitu pada saat usia kehamilan empat hingga enam bulan. Dalam kurun waktu tersebut, biasanya ibu sudah merasa tenang, karena telah terbiasanya dengan keadaannya. Di tahap ini, ibu hamil sudah dapat melakukan aktivitas, termasuk aktivitas hubungan suami istri.

Selanjutnya pada tahap ketiga yakni trimester ketiga, stres pada ibu hamil akan meningkat kembali. Hal itu dapat terjadi dikarenakan kondisi kehamilan semakin membesar. Kondisi itu tidak jarang memunculkan masalah seperti posisi tidur yang kurang nyaman dan mudah terserang rasa lelah. Dan semakin bertambah dekatnya waktu persalinan pun akan membuat tingkat stres ibu semakin tinggi. Perasaan cemas muncul bisa dikarenakan si ibu memikirkan proses melahirkan serta kondisi bayi yang akan dilahirkan.

Untuk menghindari stres yang berkelanjutan selama masa kehamilan, sudah selayaknya suami memberikan semangat dan perhatian kepada istri. Dengan begitu, istri bisa kuat secara mental untuk menghadapi segala hal di masa kehamilannya. Tugas suami yang terpenting lainnya adalah membina hubungan baik dengan pasangan. Karena dengan membina hubungan yang baik, maka istri dapat mengkonsultasikannya setiap saat dan setiap masalah yang dialaminya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya selama masa kehamilan.

Saat hamil merupakan saat sensitif bagi seorang wanita. Jadi, sebisa mungkin suami menciptakan suasana yang mendukung perasaan istri, misalnya mengajak jalan-jalan ringan sambil ngobrol, bicara halus dan positif dan sebagainya. Ini akan membuat istri merasa nyaman, selain juga semakin mempererat hubungan suami-istri. (hypno-birthing/ARI)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini