Sukses

Waspada, Stres Pilkada 2017 Bisa Picu Gangguan Mental

Seperti halnya pilkada sebelumnya, taruhan politik dalam pesta demokrasi bisa memicu stres berkepanjangan dan memicu gangguan mental.

Liputan6.com, Jakarta Seperti halnya pilkada sebelumnya, taruhan politik dalam pesta demokrasi bisa memicu stres berkepanjangan dan memicu gangguan mental.

Hal ini disampaikan penulis Soar Above: How to Use the Most Profound Part of Your Brain Under Any Kind of Stress, Steven Stosny, Ph.D saat pemilihan presiden AS beberapa waktu silam.

"Terutama ketika ada penolakan, menyalahkan, atau kesal pada salah satu calon, hal ini bisa memicu seseorang lebih agresif dan menderita efek fisiologis dan gangguan mental stres umum," ujar Stosny, seperti dilansir ABCNews, Rabu (15/2/2017).

Kristin Kunkle, instruktur psikologi medis di Columbia University Clinic for Anxiety and Related Disorders, mengatakan bahwa tanda-tanda stres umum meliputi kecemasan, ketegangan otot, mudah marah, gelisah, kelelahan, kesulitan konsentrasi hingga kesulitan tidur.

"Perlu dicatat, siklus kecemasan ini bisa berkepanjangan karena media sosial yang tak henti-hentinya memberi gambaran pandangan subjektif," kata Kunkle.

Stosny mengingatkan, tingkat stres tinggi cenderung tinggi di negara-negara berkembang karena ketidakstabilan politik. Tak jarang, sejumlah rumah sakit menyediakan layanan khusus untuk pasien yang gagal mencalonkan diri.

Sebuah studi 2014 yang diterbitkan dalam jurnal Physiology and Behavior menemukan bahwa individu pemilih memiliki hormon stres kortisol selama pemilu.

Jadi, apakah ada obat untuk Pemilu Stres Syndrome? Stosny merekomendasikan pemilih untuk lebih terbuka pada segala jenis informasi, tidak mudah terprovokasi, mempertimbangkan bukti kinerja yang memiliki masa depan dan tidak terpengaruh pada isu di media sosial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini