Sukses

Curhat Paris Jackson Alami Depresi Akut Seperti Ayahnya Dulu

Depresi bukan sekedar penyakit mental akibat faktor eksternal namun juga bisa tersalurkan lewat genetik.

Liputan6.com, Jakarta Michael Jackson, pria yang dinobatkan sebagai raja musik pop di era tahun 1980 hingga 1990an semasa hidupnya diketahui menderita depresi. Kini putrinya, Paris Jackson mengaku mengalami gangguan kejiwaan serupa dengan yang dirasakan sang ayah.

Dalam sebuah wawancara khusus bersama Rolling Stones Paris tidak hanya mengakui penyakit mental yang mengintainya itu saja, namun juga fakta bahwa ia kini mengonsumsi obat anti-depresan hasil resep dokter sama seperti ayahnya dulu.

Apa yang membuat Paris Jackson depresi? Pertanyaan yang lebih tepat adalah, apakah depresi yang dialami Paris terbentuk atas pengaruh lingkungan atau karena faktor keturunan?

Jawabannya adalah, depresi bisa diakibatkan oleh kombinasi dari keduanya. Ini merupakan pendapat dari seorang profesor jurusan edpiemologi sekaligus psikiater di Columbia University, New York, Myrna M. Weissman.

Ia menerangkan kepada Live Science, mengutip Minggu (29/1/2017), bahwa depresi sama saja seperti diabetes dan penyakit kompleks lainnya.

“Genetik seseorang memiliki peran yang sangat kuat terhadap potensi dirinya mengalami penyakit yang pernah diderita pendahulunya, termasuk gangguan pada mental seperti depresi,” jelasnya.

Weissman berpendapat, kondisi yang umumnya ditandai dengan stres, suasana hati tak menentu, nafsu makan menurun drastis serta patahnya semangat melakukan aktivitas keseharian ini juga bisa dijelaskan dari sisi ilmiah dan bukan hanya produk dari faktor eksternal saja.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Faktor lingkungan atau keturunan

Sebuah penelitian dilakukan pada tahun 2010 lalu untuk mengungkap benar atau tidaknya genetik memiliki peran kuat dalam membuat seseorang terkena penyakit mental depresi.

Hasil dari penelitian yang telah dipublikasikan dalam Journal Current Psychiatry Reports itu menunjukan bahwa genetik sangat bisa menjadi pemicunya.

“Depresi mengintai orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan penderitanya,” kata Falk Lohoff, psikiater di University of Pennsylvania yang merupakan pemimpin dari penelitian tersebut.

Pengertian lebih detil terkait bagaimana genetik memainkan perannya dijelaskan dalam penelitian yang telah dipublikasikan dalam Journal Science pada tahun 1996 silam.

Para ilmuwan dalam penelitian tersebut mengungkap, ada satu gen berbasis protein dalam tubuh manusia yang berfungsi sebagai pengangkut senyawa serotonin dari dalam otak.

Serotonin merupakan pengendali suasana hati manusia. Obat anti-depresan yang dikonsumsi secara rutin oleh penderita depresi biasanya menargetkan senyawa ini untuk diubah kadarnya agar sesuai dengan yang dibutuhkan otak penderita supaya sembuh dari gejala.

Jadi, sangat mungkin anak penderita depresi mengalami hal yang sama. Seringnya penderita konsumsi obat anti-depresan akan membuat genetik dalam tubuh berubah.

Perubahan genetik dalam tubuh kemudian memberikan dampak pada anak yang dibuatnya. Genetik yang terbentuk dalam tubuh anak merupakan gen orangtua yang sudah terubah akibat pengonsumsian anti-depresan.

Perubahan genetik pasalnya mempengaruhi kemampuan tubuh anak mengangkut dan mengelola zat serotononin yang diproduksi dalam otak.

Kendati penjelasan tersebut masuk akal, namun kebanyakan orang masih lebih percaya akan faktor eksternal seperti lingkungan, rasa kehilangan, trauma, tidak memiliki pekerjaan dan lainnya sebagai pemicu depresi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini