Sukses

Gejala Autisme pada Anak Membaik Setelah Transplantasi Tinja

Dengan transplantasi tinja, gejala autisme pada anak membaik.

Liputan6.com, Amerika Serikat Anak-anak yang menderita autisme ternyata dapat membaik setelah melakukan transplantasi tinja. Studi terbaru menemukan, metode yang memasukkan mikroba kepada penderita yang punya penyakit gastrointestinal (sistem yang berkaitan pencernaan) demi menyeimbangkan kinerja usus.

Gejala perilaku autisme dan gangguan pencernaan saling berkaitan, keduanya diobat dengan transplantasi tinja dan pengobatan lainnya.

Dalam studi yang dilakukan 18 anak autis dan mengidap gastrointestinal berat, orang tua dan dokter mengakui, perubahan positif terjadi sekitar delapan minggu setelah pengobatan transplantasi tinja.

Anak-anak tanpa autisme diteliti untuk melakukan perbandingan bakteri dan virus pada komposisi usus sebelum penelitian.

"Transplantasi tinja bekerja terhadap orang yang punya masalah pencernaan lainnya. Apalagi anak yang autisme, gejala gastrointestinal yang diidap mereka seringkali kronis. Jadi, kami pikir, pengobatan ini ini bisa menjadi potensi yang berharga," kata Ann Gregory, salah satu penulis penelitian dan mahasiswa pascasarjana mikrobiologi di Ohio State University, Amerika Serikat.

Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Microbiome, yang dilakukan Gregory dan Matthew Sullivan dari University of Arizona. Peneliti utama lain pada proyek ini berasal dari Arizona State University dan Northern Arizona University, seperti ditulis laman Science Daily, Rabu (25/1/2017).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Proses tranplantasi tinja

Proses tranplantasi tinja

Orangtua dari anak-anak tidak hanya melaporkan, transplantasi tinja dapat mengurangi  diare dan sakit perut dalam delapan minggu setelah pengobatan berakhir.

Mereka juga mengatakan, perubahan yang signifikan menjadi lebih baik pada anak tatkala gejala perilaku autisme datang, yang berkisar pada anak usia  7 tahun hingga 16 tahun.

Transplantasi tinja dilakukan dengan mengolah kotoran dari pendonor dan screening agar virus dan bakteri penyebab penyakit terlihat sebelum dimasukkan ke saluran pencernaan orang lain.

Dalam studi ini, para peneliti menggunakan metode, yang disebut terapi pengalihan mikrobiota. Proses dimulai anak yang menerima antibiotik pada dua minggu untuk menghilangkan bakteri yang sudah ada di usus mereka. Kemudian, dokter memberikan anak transplantasi tinja dosis tinggi dalam bentuk cairan.

Pada tujuh sampai delapan minggu berikutnya, anak-anak minum smoothie dicampur dengan bubuk dosis rendah. Namun, proses ini masih memerlukan studi yang lebih akurat untuk mengkonfirmasi manfaat sebelum diterapkan secara luas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.