Sukses

Deteksi Gangguan Pendengaran pada Anak Usia 0 Sampai 6 Bulan

Bagaimana cara deteksi dini anak yang mengalami gangguan pendengaran?

Liputan6.com, Jakarta Gangguan pendengaran termasuk salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami bayi dan anak-anak. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu dari seribu kelahiran bayi di Indonesia mengalami gangguan pendengaran.

Gangguan pendengaran pada bayi tidak bisa dilihat secara kasat mata, terutama dari usia nol sampai enam bulan.

Pada umumnya, bayi yang mengalami gangguan pendengaran kondisinya terlihat sama seperti bayi sehat lainnya sehingga mendeteksi dini dinilai sulit.

Menanggapi hal tersebut, staf Departemen Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Bedah Kepala Leher Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr Harim Priyono, SpTHT-KL(K) memberikan cara deteksi dini gangguan pendengaran pada anak.

Tes Otoacoustic Emission (OAE)

Pemeriksaan OAE bertujuan menilai fungsi sel rambut pada rumah siput (koklea) pada telinga anak. Koklea bertugas menerima, memperbesar, dan menyampaikan pesan ke saraf pendengaran.

Apakah kokleanya rusak atau berfungsi dengan baik. Pemeriksaan dilakukan dua hari setelah bayi lahir.

"Kalau fasilitas kesehatan untuk OAE belum ada atau tidak tersedia di rumah sakit tempat anak dilahirkan sebaiknya tidak menjadi masalah. Anda bisa menunggu di rumah lalu segera mendatangi ke pusat layanan kesehatan yang memiliki alat tersebut," kata Harim dalam sebuah diskusi yang membahas topik gangguan pendengaran di RSCM Kencana, Jakarta, Selasa (24/1/2017).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tes BERA

Tes Brain Evoked Response Auditory (BERA)

Setelah menjalani tes OAE, pasien melanjutkan dengan tes BERA.

Tes ini menilai kinerja amplifiler telinga pada anak, yang mendeteksi seberapa besar frekuensi suara yang diterima telinga anak. Tes dinilai penting untuk anak-anak yang punya gangguan perkembangan secara umum, seperti THT.

Melalui deteksi dini, pesan apa yang disampaikan kepada orangtua?

Dr Harim menambahkan, sebaiknya para orangtua tidak menganggap remeh anak yang tidak bisa bicara. Hal ini dikarenakan, anak yang tidak bisa bicara bisa saja tidak mendengar atau anak menderita gangguan pendengaran.

"Jangan pula berprasangka baik sampai terbukti memang baik. Harus ada hasil yang pasti soal kondisi telinga anak. Jangan sampai, pasien dinilai sebagai pasien autis tanpa ada hasil fungsi pendengarannya," tambahnya.

Pemeriksaan pendengaran bisa saja luput. Untuk itu, orangtua  sebelum mendiagnosis anaknya menderita autis, pastikan fungsi pendengarannya normal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.