Sukses

Lembaga Amil Zakat Perlu Gagas Program untuk Sukseskan JKN

Di Indonesia, prinsip yang diusung pemerintah lewat program JKN-KIS ini adalah gotong royong, sesuai dengan budaya bangsa

Liputan6.com, Jakarta Hampir genap tiga tahun BPJS Kesehatan bergerak mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Tantangan menuju jaminan kesehatan semesta (universal health coverage) pun kian besar mengingat selambatnya per 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia tercover perlindungan jaminan kesehatan.

Untuk memastikan impian tersebut terlaksana, tentu diperlukan partisipasi dan sinergi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, fasilitas kesehatan, hingga perusahaan serta lembaga sosial di Indonesia. 

“Saya pikir sistem jaminan kesehatan di Indonesia tidak bisa dibandingkan sama persis dengan sistem jaminan kesehatan di luar negeri. Semua punya kelebihan dan kekurangan. Mulai dari Obama Care di Amerika, National Health Service (NHS) di Inggris, di Skandinavia, Norwegia, Denmark, hingga Swedia, semua punya keunikan sendiri tentang filosofi dan prinsip dalam menjalankannya. Di Indonesia, prinsip yang diusung pemerintah lewat program JKN-KIS ini adalah gotong royong, sesuai dengan budaya bangsa yang melekat sejak zaman nenek moyang kita. Kalau kita kompak, bisa bagus betul itu,” kata Mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Profesor Azyumardi Azra, melalui keterangan pers, Kamis (1/12/2016). 

Menurut dia, Indonesia tercatat sebagai negara pengelola jaminan kesehatan terbesar di dunia, dengan jumlah peserta yang kini mencapai lebih dari 170 juta jiwa. Jumlah tersebut telah mencakup 67 persen dari total penduduk Indonesia. Sayangnya, muncul semacam tren peserta JKN-KIS hanya membayar iuran di kala sakit atau memerlukan pelayanan kesehatan saja. Padahal iuran peserta JKN-KIS semestinya harus terus ‘diputar’ untuk membiayai pelayanan kesehatan peserta lainnya yang membutuhkan.

“Kuncinya harus lebih banyak sosialisasi ke masyarakat melalui berbagai pendekatan, terutama lewat pimpinan tingkat bawah, baik melalui pimpinan organisasi yang bersifat formal seperti RT/RW, atau informal seperti tokoh agama, supaya pesan JKN-KIS disisipkan dalam setiap kegiatan arisan, kumpul-kumpul, atau ceramah. Bisa juga dilakukan pendekatan pada pimpinan-pimpinan organisasi masyarakat (ormas), seperti yang dilakukan BKKBN waktu itu dalam upayanya mensosialisasikan program KB, sehingga bisa berhasil. Saya rasa perlu kita perlu belajar dari situ,” ujar Azyumardi. 

Ia menegaskan, program JKN-KIS adalah program yang diusung bersama, dan pada akhirnya, manfaatnya pun akan dirasakan bersama. Untuk itu, semua pihak harus berkontribusi menyukseskan program tersebut, termasuk perusahaan dan lembaga sosial. Menurut Prof. Azyumardi, perusahaan dan lembaga sosial diharapkan dapat turun tangan membiayai masyarakat yang tidak mampu, yang belum terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). 

“Program warga asuh ini sebaiknya digalang oleh perusahaan-perusahaan dengan mendaftarkan masyarakat lokal yang tidak mampu menjadi peserta BPJS Kesehatan melalui program CSR. Sebetulnya untuk membantunya juga nggak mahal-mahal kan, cuma Rp25.500 per orang. Kalau perusahaan itu bantu sampai 1.000 orang, paling hanya keluar Rp25 juta, dikali 12 tahun baru Rp300 juta. Katakanlah yang didaftarkan hanya setengahnya, 500 orang. Paling hanya Rp 150 juta. Bagi perusahaan besar, dana CSR sejumlah itu bukan hal berat,” katanya. 

Selain perusahaan, lanjutnya, program warga asuh tersebut juga diharapkan dapat digalang secara berkelanjutan oleh lembaga-lembaga sosial semacam Lembaga Amil Zakat (LAZ). Terlebih, tingkat pengumpulan dana LAZ tersebut terbilang tinggi. Oleh karenanya, LAZ diharapkan dapat menyalurkan sebagian dana Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) yang mereka kumpulkan untuk mendukung program JKN-KIS. 

“Saya kira LAZ punya kewajiban untuk menyalurkan sebagian dana ZIS yang mereka kumpulkan itu untuk BPJS. Mereka kumpulkan miliaran dana umat, jadi harus dikembalikan ke umat, terutama umat yang terlantar dan tidak punya kemampuan untuk dana kesehatan. Kita bersyukur dulu Dompet Dhuafa sudah memulai hal tersebut. Ini harus diikuti oleh LAZ yang lain. Jangan dana ZIS dikumpulkan begitu banyak tapi kemudian ada masyarakat yang sebetulnya harus dibantu tapi malah tidak dibantu. Orang-orang yang tidak mampu bisa dimasukkan sebagai penerima manfaat dari dana ZIS itu. Saya rasa BPJS perlu melakukan kampanye program warga asuh BPJS ini dengan mengumpulkan berbagai LAZ yang besar seperti Baznas, Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • JKN adalah singkatan dari Jaminan Kesehatan Nasional.

    JKN

  • BPJS Kesehatan merupakan salah satu badan hukum yang bertugas menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

    BPJS Kesehatan

Video Terkini