Sukses

Penanganan Terapi Sensori Integrasi Bantu Stimulasi Anak

Sebelum jalani terapi wicara, anak harus menjalani terapi okupasi sensori integrasi (SI) untuk melatih gerak sensorik tubuhnya.

Liputan6.com, Jakarta Untuk menyembuhkan anak-anak yang mengalami kesulitan bicara, orangtua akan memasukkan anak mereka ke terapi wicara. Namun, para orangtua perlu diedukasi kembali. Sebelum menjalani proses terapi wicara, anak-anak mengikuti terapi okupasi sensori integrasi (SI).

Chief Marketing Officer AMG Clinic Muhammad Ihsan mengakui, kebanyakan orangtua ingin anaknya hanya menjalani terapi wicara saja. Tanpa terapi SI, anak yang langsung terapi wicara tidak mampu bertahan lama.

"Misal, anaknya hiperaktif membutuhkan gerak yang banyak. Saat diterapi wicara, anak tersebut tidak bisa diam. Padahal, dia harus mengikuti terapi SI agar tenaganya lebih berkurang dan duduk tenang.

Akhirnya, anak yang langsung terapi wicara mundur, suasana terapi menjadi tidak kondusif karena anak belum bisa diam," kata Ihsan saat ditemui Health-Liputan6.com di klinik kerjanya di Cawang, Jakarta Timur, Selasa, 22 November 2016, ditulis Sabtu (26/11/2016).

Senada dengan Ihsan, terapis okupasi SI Farhah Dhaifina mengungkapkan, anak hiperaktif diberikan gerakan sebebas-bebasnya dalam waktu yang tidak lama. Lalu mereka diberikan instruksi untuk mengikuti apa yang dikatakan terapis.

Anak hipoaktif

Anak hipoaktif

Lain halnya, anak yang hipoaktif. Mereka cenderung diam. Terapis harus mengajak anak untuk lebih gesit dan aktif.

"Stimulasinya dengan ajak main. Tidak akan secepet itu sih dia mau bergerak. Biasanya dimulai dengan mendekati perosotan. Lama-lama si anak mulai berani naik dan seluncur. Prosesnya memang lama," ungkap Farhah.

Terapis okupasi SI Farhah Dhaifina (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Berbeda dengan anak hipersensitif, yang tidak mau pegang benda-benda lembek. Pendekatan sensorinya berupa benda-benda yang diraba.

"Caranya pakai ronce yang dimasukkin tali ke balok. Intinya, gimana dia merasakan rabaan di tangan dulu. Permainannya kelihatan simpel. tapi itu mampu stimulus motorik anak ke depannya nanti," jelas Farhah.

Tangani autis

Tangani autis

Farhah menambahkan, terapi SI untuk anak autis lebih besar dengan instruksi berupa  sentuhan: Pegang, ambil, dan masukkan. Kalau si anak melakukan kesalahan bilang "tidak." Khusus anak autis, instruksi yang diberikan harus singkat dan jelas.

Selama menangani anak, kendala terbesar yang dialami Farhah adalah komunikasi. Terapis harus mampu membangun komunikasi dengan anak.

Latih sensorik anak dengan main panjat tebing (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

"Pelan-pelan juga komunikasinya, pas masuk ke ruang terapi, anak enggak main semua. Ada anak yang belum mau main ayunan. Caranya biar mau, deketin puzzle dan ditaruh di atas ayunan. Nanti dia mulai merasa ayunan itu aman.

Pertemuan harus beberapa kali dulu. Kalau ayunan takut ya main trampolin. Bisa juga main bantal besar untuk melatih keseimbangan anak. Agar gerak sensorik anak terstimulasi memang butuh modifikasi permainan yang banyak," tutupnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.