Sukses

Kapan Obat Herbal Jadi Resep Dokter?

Kementerian Kesehatan RI bakal mengeluarkan formularium tradisional nasional (fortranas).

Liputan6.com, Jakarta Daftar obat bahan kimia yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan tercantum dalam formularium nasional (fornas). Lalu, bagaimana dengan obat berbahan alami atau herbal? Bisakah obat herbal jadi resep dokter?

Melihat pesatnya perkembangan obat-obatan berbahan alami ini, Kementerian Kesehatan RI bakal mengeluarkan formularium tradisional nasional (fortranas). Di dalam fortranas tersebut, berisi daftar obat berbahan alami yang bisa digunakan bagi peserta JKN, seperti disampaikan Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional Kementerian Kesehatan RI, Dra. Meinarwati, Apt. MKes.

"Sebelumnya saya usul obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka dimasukkan ke fornas. Ternyata agak susah ya kalau masuk fornas, karena semua obat di dalamnya berbahan kimia. Lebih baik bikin sendiri (yakni fortranas)," kata Meinar dalam diskusi Percepatan Pengembangan Obat Herbal Modern Asli Indonesia melalui JKN di Jakarta pada Rabu (16/11/2016).

Meinar mengungkapkan, pembahasan mengenai daftar obat berbahan alami apa saja yang masuk daftar fortranas berlangsung di 2017. Pembahasan akan melibatkan para ahli di bidang herba baik dari asosiasi hingga akademisi.

Namun, Meinar menegaskan sebelum fortranas nanti hadir, sebenarnya obat-obat tradisional boleh diresepkan oleh dokter yang nanti biayanya ditanggung JKN. Hal ini tercantum dalam beberapa peraturan menteri kesehatan (permenkes) yang sudah ada.

"Sebelum masuk fortranas, kan sudah ada permenkes-permenkes. Nah permenkes ini banyak orang enggak tahu. Diantaranya Permenkes Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi," kata Meinar.

Dalam Permenkes tersebut disebutkan: “Dalam hal obat dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan tidak tercantum dalam formularium nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat menggunakan obat lain termasuk obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara terbatas, dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.”

Bisa juga menggunakan Permenkes No 82 Tahun 2015 tentang Pemanfaatan Dana DAK. Bunyi peraturan tersebut: “Dalam hal obat dan BMHP yang dibutuhkan tidak tercantum dalam acuan tersebut di atas, dapat digunakan obat dan BMHP lain (termasuk obat tadisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka) secara terbatas sesuai indikasi medis dan pelayanan kesehatan dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini