Sukses

Pacu ASI Eksklusif, Tenaga Kesehatan Ini Libatkan Lansia

Banyak kakek nenek yang kini mengasuh cucu. Lalu, mengapa tidak melibatkan mereka dalam menyukseskan ASI eksklusif?

Liputan6.com, Jakarta Setelah masa cuti selesai, para ibu kembali bekerja dan menitipkan bayi mereka pada orangtua. Kisah seperti ini banyak terjadi di masa modern, termasuk seorang ibu usia 20-an asal Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

Demi membantu suaminya mencari penghasilan, ibu muda ini menitipkan bayinya kepada orangtuanya. Alhasil, bayi ini tidak minum air susu ibu (ASI) secara eksklusif. Kala ibu bekerja, lalu bayi menangis kelaparan mau tak mau nenek memberikan air tajin, pisang atau susu formula. Padahal bayi itu baru berumur lima bulan.

Kisah ini ditemui oleh Rahmad Surya Nugroho, seorang nutrisionis asal Puskesmas Kasihan I Bantul, Yogyakarta, saat meninjau kondisi warga. Sebagai seorang ahli gizi, Rahmad tahu betul memberikan makanan lain selain ASI kepada bayi yang belum genap enam bulan tidak diperkenankan.

"Lalu, pada nenek itu saya sarankan ibu bayi memerah ASI lalu simpan di kulkas," cerita Rahmad.

"Simbah itu langsung menjawab, lha pripun (bagaimana) pak. Saya orang enggak punya, enggak punya kulkas," kenang Rahmad atas pertemuan dengan nenek tersebut.

Melihat keterbatasan ekonomi, pria lulusan Jurusan Gizi Poltekes Kementerian Kesehatan Yogyakarta ini pun menyarankan agar si ibu memerah ASI sebelum bekerja. Walau tidak di simpan dalam kulkas, ASI bisa bertahan 4-6 jam pada suhu ruangan. "Ya lumayan kan. Paling enggak bisa diberikan. Kalau tidak begitu, ya pas istirahat bisa pulang," sarannya kepada sang nenek.

Ibu bekerja menjadi salah satu alasan tidak tercapainya ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kasihan I Bantul. Pada 2014, hanya 57,5 persen ibu yang memberikan ASI eksklusif. Lalu, pada September 2016, baru 66 persen.

Libatkan lansia capai target

Libatkan lansia capai target ASI ksklusif

Mengingat banyak lanjut usia yang kini mengasuh cucu, Rahmad mencetuskan ide melibatkan lansia mencapai target ASI eksklusif. "Kini banyak kan fenomena anak diasuh simbah. Maka kita beri solusi kepada lansia," kata Rahmad kepada Health-Liputan6.com ditulis Selasa (15/10/2016).

Program ini mulai dilaksanakan di Dusun Kalirandu, Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul pada Januari 2015. Awalnya Rahmad dan tenaga kerja kesehatan lain mengajak para lansia yang tertarik menjalankan program ini. Lalu terpilihlah sekitar 15-20 lansia sebagai motivator yang kemudian diberikan pengarahan seputar ASI eksklusif.

Para motivator lansia tersebut akan bertemu dengan lansia-lansia lain untuk memberikan penyuluhan tentang cara pemberian ASI perah hingga penyimpanan ASI perah. Tak ketinggalan mereka juga memberikan edukasi mengenai cara menyusui yang benar pada ibu baru hingga merawat payudara. Sehingga kini total sudah ada 40-an lansia yang mendapat penyuluhan tentang ASI eksklusif.

"Beberapa motivator lansia juga ada sebagai konsultan ASI di posyandu balita," kata pria kelahiran Bantul, 26 Spetember 1985 ini.

Ia menceritakan, sebagian besar motivator lansia ini amat semangat menjalankan program ini. Salah satunya Bu Daryati yang usianya lebih dari 60 tahun. "Waktu belajar dulu, dia maju mempraktikkan apa yang sudah dipelajari. Aktif bertanya juga," tutur ayah dua anak ini.

Capai target

Capai target

Pada awal 2015 program ini dilakukan oleh delapan ibu menyusui. Dan pada saat itu hanya dua ibu yang memberikan ASI eksklusif di Dusun Kalirandu.

"Hanya sedikit ibu memberikan ASI eksklusif bermacam-macam alasannya, salah satunya ibu bekerja. Si nenek kasihan melihat anak nangis atau rewel, lalu dikasih susu dot," kata Rahmad.

Para motivator lansia memberikan penyuluhan kepada ibu menyusui

Data terbaru pada Maret 2016, ada lima ibu menyusui sukses memberikan ASI eksklusif. "Menurut saya ada dampaknya lah dari program ini. Manfaat menggenai ASI eksklusif tidak hanya pada ibu, simbah juga dikasih tahu. Jadi tahu semua," katanya.

Dengan pemberian ASI eksklusif, Rahmad berharap angka gizi buruk dan gizi kurang bisa ditekan. "Dari beberapa penelitian menyebutkan gizi buruk itu terjadi karena tidak diberikan ASI eksklusif," tuturnya.

Lansia juga pantau anemia pada wanita subur

Lansia juga pantau anemia pada wanita subur

Selain memberikan penyuluhan mengenai ASI eksklusif, para motivator lansia memberi pengetahuan mengenai anemia. Sehingga lansia di Dusun Kalirandu mampu mendeteksi secara fisik dan klinis wanita yang alami anemia.

Secara fisik, wanita yang alami anemia mengeluh 5 L yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Juga sering merasa ngantuk, pusing, berkunang-kunang, dan berdebar-debar. Sementara secara klinis ditandai dengan telapak tangan hingga kuku yang pucat.

"Jika wanita usia subur diduga mengalami anemia, lansia akan mengetahui dan menyarankan mengecek darah HB," kata Rahmad.

Bila terbukti anemia, nanti para muda-mudi usia 15-30-an tahun akan mendampingi para wanita anemia ini. Program ini pun bertajuk RW Kakek yakni Remaja Wijaya Kusuma Konsen Anemia dan KEK (Kekurangan Energi Kronik).

"Remaja kan geraknya cepat lalu memiliki mobilisasi yang gesit. Sehingga remaja ini bertugas mendampingi wanita yang anemia. Caranya dengan mendatangi ke rumah, mengetahui asupan makannya, kondisi ekonomi. Kalau ekonomi kurang nanti ada pemberian makanan tambahan," kata Rahmad lagi.

Teladan tingkat nasional

Teladan tingkat nasional

Program yang melibatkan lansia dan remaja dalam menangani kasus ASI eksklusif dan anemia, membuat pria yang sudah enam tahun bekerja di Puskesmas Kasihan I meraih prestasi. Ia terpilih menjadi salah satu dari 216 tenaga kesehatan teladan 2016 dari Kementerian Kesehatan pada Agustus lalu.

Awalnya, Rahmad sempat malu menerima penghargaan ini. Sebagai sosok muda, ia merasa masih banyak tenaga kesehatan yang sudah tua dengan aneka inovasi hebat lain.

Meski begitu torehan prestasi ini melecutnya terus berinovasi. "Sudah menjadi teladan, justru banyak PR untuk memunculkan inovasi-inovasi lainnya," tegasnya.

Salah satunya dengan meluaskan cakupan program yang melibatkan lansia dan remaja ke seluruh dusun di wilayah yang masuk Puskesmas Kasihan I Bantul.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini