Sukses

Tengku Nissa Utami, Calon Dokter Gigi Cantik Berhati Lembut

Perjalanan hidup Tengku Anissa Utami calon dokter gigi cantik yang mengalami pahit dan manis kehidupan.

Liputan6.com, Jakarta Saat lulus dari bangku SMA, umumnya seorang anak dilanda kegalauan untuk melanjutkan pendidikannya. Belum lagi lingkungan sekolah yang terlanjur nyaman membuat mereka tak ingin berpisah dengan teman-temannya dan saling menghasut agar kuliah di universitas yang sama. Namun kondisi itu tak menggoyahkan Tengku Anissa Utami, calon dokter cantik asal Riau untuk mengejar impiannya.

Dokter Gigi Tengku Nissa Utami (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengaku bahwa hatinya telah terpanggil untuk melanjutkan pendidikan di Jakarta. Bahkan ia rela meninggalkan orangtua dan kedua adiknya di Sri Inderapura, Pekanbaru. Saat menjejakkan kaki ke ibu kota, ia memang tidak langsung memutuskan untuk menjadi seorang dokter. Sebab dirinya lebih tertarik untuk melanjutkan pendidikan di bidang bisnis.

"Sebelum aku ambil dokter gigi aku ambil bisnis di Inti College Indonesia. Sistem kuliah di sana memang cuma enam bulan dan habis itu dikirim ke Australia. Tapi di saat aku kuliah, aku berpikir kalau aku ambil bisnis otomatis aku akan sibuk banget, tapi kalau aku ambil kedokteran ke depannya aku bisa praktik di rumah dan jauh lebih simple kan buat perempuan," katanya saat mengunjungi kantor redaksi Health-Liputan6.com pekan lalu.

Tidak tinggal diam, ia pun langsung merealisasikan pikirannya. Beruntung saat itu Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Trisakti satu-satunya kampus yang masih membuka pendaftaran untuk mahasiswa baru.

"Akhirnya aku coba daftar dan itu pendaftaran terakhir, eh (enggak) tahunya aku lulus, ya aku langsung pindah. Tapi waktu itu aku ikut tes dulu dan enggak bilang mama. Pas keterima baru aku bilang sama mama," jawabnya sambil tertawa. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Trik hadapi pasien anak-anak

Tak banyak yang menarik perhatian Nissa saat menjalani pendidikan Strata 1 (S1). Seperti mahasiswa lain pada umumnya, ia menghabiskan waktu untuk belajar dan begadang menghafalkan materi-materi kuliah. Tapi saat menjalani ko-as di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Trisakti, ia mulai menemukan hal-hal yang menarik.

"Saat itu aku ngadepin pasien yang macam-macam tingkahnya deh. Banyak banget pengalaman seru pas ko-as. Yang paling seru itu pas aku ngadepin anak-anak kecil ya, kalau pasien dewasa kan bisa diatur. Kalau anak-anak itu ya ampun..." katanya dengan gemas.

Dokter Gigi Tengku Nissa Utami (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sebelum mencabut gigi, biasanya Nissa akan memberikan suntik infiltrasi agar pasien tidak merasakan sakit saat gigi dicabut. Suntikan akan membuat gigi terasa kebal dan kenyal. "Saya suka kasih tau ke anak-anak, 'Nanti setelah terasa kebal rasanya kayak bakso jangan digigit ya jangan dimakan ya'. Tapi ya namanya anak-anak, semakin dilarang semakin mereka ngelakuin," tuturnya.

Bagi anak-anak, pergi ke dokter gigi adalah hal yang paling menakutkan. Bahkan Nissa sering menghadapi anak-anak yang baru buka mulut saja sudah menangis super kencang. Alhasil Nissa dan teman-teman ko-as lainnya ditegur oleh dosen.

Tapi wanita berdarah Melayu ini punya siasat untuk mencegah tangisan si anak, "Sebelumnya aku contohin dulu ke mereka dengan model, jadi dia tahu daerah mana saja yang akan disentuh. Tapi kalau si anak mulai rewel dan capek, biasanya kita udahin aja periksanya."

Calon dokter gigi cantik

Nissa membutuhkan sekitar satu hingga dua jam untuk mengerjakan satu pasien karena Nissa harus benar-benar teliti memeriksa kondisi gigi dan mulut secara keseluruhan. Ia menjelaskan kalau pemeriksaan itu tidak hanya di sisi yang sakit saja, tetapi semua bagian, mulai dari sendi, mukosa mulut, lidah, langit-langit mulut, dan dasar mulut. Hal itu dilakukannya untuk mendeteksi dini apakah pasien memiliki penyakit lain selain yang ada di mulutnya.

Bukan hanya mengusai bidang kedokteran gigi, ia juga melanjutkan pendidikan S2 bidang Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS) di tengah jadwal ko-asnya saat ini. Di usia yang tergolong sangat muda, tak banyak waktu untuk Nissa berleha-leha seperti anak sebayanya. Ia memilih untuk belajar dan bekerja demi membahagiakan ibu dan sang ayah yang telah tiada.

 

3 dari 4 halaman

Pernah jadi korban bully

Pernah jadi korban bully

Untuk menjadi dokter muda seperti saat ini banyak rintangan bahkan trauma dahsyat juga telah dilalui Nissa. Saat duduk di bangku SMP dulu ia mengaku pernah menjadi korban bully oleh kakak kelasnya. Saat itu dia sama sekali tak mengerti apa arti senioritas.

"Dulu aku tuh enggak ngerti aturan junior harus menyapa senior, aku enggak pernah ngerti yang namanya senioritas karena kan pas SD enggak ada yg namanya senioritas. Nah, pas aku masuk SMP dan kebetulan SMP favorit itu ada aturan wajib kalau junior harus hormat dan selalu menyapa senior," ungkap mantan mayoret ini.

Sering kali Nissa berjalan dan tidak menyapa kakak kelasnya, setiap jalan di lorong sekolah ia selalu menunduk dan tidak pernah mengabaikan seniornya. Terlalu sering berlaku seperti itu, kakak kelasnya pun geram dan melabrak dirinya yang tidak bersalah.

"Aku diomel-omelin, diteriak-teriakin. Enggak secara fisik sih cuma omongan doang, tapi aku enggak ngerti kenapa mereka begitu. Sampai detik ini aku benci banget yang namanya bullying karena menurut aku itu merusak mental," kata wanita berdarah Melayu ini.

Nissa satu-satunya anak yang saat itu mendapatkan perlakukan tidak pantas. Selama hampir dua tahun ia hidup di lingkungan yang tidak sehat dan kejadian tersebut menyebabkan trauma dan takut untuk bergaul. Sampai-sampai perubahan sikapnya disadari oleh sang ibu.

"Aku sampe ke psikolog waktu itu, karena mama aku ngeliat sikapku berubah jadi pendiam. Untuk recovery-nya lumayan lama, itu kira-kira sampai kelas 3 SMP aku baru bisa lumayan," katanya.

Meski masa bully telah selesai, tetapi bagi Nissa traumanya benar-benar masih melekat. Terlebih saat masuk SMA, Nissa masuk ke lingkungan baru dan sama sekali tidak ada yang dikenal olehnya. Baginya lingkungan baru adalah sebuah ketakutan dan butuh waktu lama untuk beradaptasi.

"Saat itu aku mikir, aku harus ngadepin dunia aku harus benar-benar ngelupain semuanya," tutur Nissa calon dokter yang hobi jogging ini.

Dokter Tengku Annisa (Liputan6.com/Johan Tallo)

 

4 dari 4 halaman

Berhati lembut bak malaikat

Berhati lembut bak malaikat

Selain berkeinginan miliki klinik dokter gigi sendiri, dokter cantik ini juga punya cita-cita mulia bak malaikat. Yaitu membangun sebuah panti asuhan dan panti jompo. Pasalnya, ayah Nissa telah lebih dulu berpulang sejak perempuan ini duduk di bangku 4 SD.

"Saya ditinggal ayah saya ketika saya masih kecil sekali dan saya suka merasa sedih kalau melihat keluarga yang komplit, ada ayahnya ada ibunya, saya ngerasa ingin seperti itu. Karena itu saya ingin sekali membangun panti asuhan karena saya pengin jadi keluarga untuk mereka yang seperti saya," ujarnya sambil merenung.

Bukan hanya panti asuhan, bahkan Nissa bercita-cita membangun panti jompo, "Ketika melihat ada orang tua yang terlantar atau melihat berita ada anak durhaka kepada orangtuanya, di situ batin saya sangat-sangat tidak terima. Pokoknya sebisa saya akan memberikan kebahagiaan kepada mereka, makanya saya niat banget pengin buat dua itu."

Bukan sekedar di ucapan saja, ternyata di sela-sela kesibukannya sehari-hari, Nissa sudah sering mengunjungi beberapa panti asuhan hingga kolong jembatan yang ada di sekitar kos-kosannya di daerah Grogol. Tiap kali mengunjungi tempat tersebut, ia selalu membawa makanan, buku-buku bekas, atau sekadar bermain dan menemani belajar atau memberi motivasi anak-anak di sana.

"Waktu itu saya pernah ke Banjarwangi untuk bakti sosial pemeriksaan gigi dan mulut gratis dan penyuluhan untuk anak dan ibu-ibu. Tapi sejujurnya saya lebih sering ke kolong jembatan, kalau tempatnya seram kadang saya ajak teman dua atau tiga orang," ujarnya.

Calon dokter gigi cantik

Perasaan sedih dan miris selalu melintas di benak wanita berhati mulia ini. Tiap kali berkunjung ke daerah terpencil atau tempat yang tidak layak untuk ditinggali, ia selalu ingin membantu dan mendirikan lapangan pekerjaan bagi orang-orang tak mampu yang ditemuinya.

Hal tersebut juga menjadi motivasi tersendiri bagi dirinya. Ia berpikir bahwa keberadaan dirinya di dunia tentu harus berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan orang di sekitarnya.

"Saya selalu merasa bersyukur dan saat saya bersyukur saya merasa punya tujuan hidup, karena hidup bukan hanya sekadar hidup, bekerja, makan, nikah, punya anak, terus meninggal, kan? Apalagi saya merantau di sini tidak punya siapa-siapa, jadi semakin ke sini saya jadi tahu apa yang harus saya lakukan," ucapnya sambil menatap ke jendela.

Dokter Gigi Tengku Nissa Utami (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Motivasi hidup yang baik juga selalu ditularkan oleh Nissa ke dua adik laki-laki yang masih duduk di bangku 1 SMP dan 1 SMA. Meski tidak selalu bertemu dengan saudara-saudara kandungnya, tetapi ia tidak pernah lupa untuk menuntun kedua adiknya agar tumbuh menjadi anak yang sukses dan bisa membanggakan keluarga.

"Aku selalu bilang sama adik aku kalau mereka harus jadi orang sukses dan jadi orang beriman supaya bisa bahagiain papa yang udah meninggal dan mami. Aku bilang ke mereka, 'Cuma mami satu-satunya yang kita punya dan mami yang masih hidup, jadi siapa lagi sih yang bisa kita banggakan kalau bukan mami?" tutup calon dokter cantik ini, ditulis Jumat (21/10/2016).

 

Biodata

Nama : Tengku Annisa utami

TTL: Siak Sri Indrapura, 27 juli 1994

Jenis kelamin : Wanita

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Riwayat pendidikan

SDN 001 siak sri indrapura

SDN 005 pekanbaru

SMPN 1 pekanbaru

SMAN 5 pekanbaru

Kedokteran Gigi Universitas Trisakti

Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Esa Unggul

Riwayat pekerjaan

Co-Assistant RSGM Universitas Trisakti

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.