Sukses

Cara Sikapi Anak yang Tak Sengaja Nonton Video Porno

Liputan6.com, Jakarta Video porno yang tayang dalam videotron di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, cukup membuat warga gerah. Tak terkecuali para orangtua yang khawatir jika anaknya tak sengaja melihat video porno itu. 

Lalu, bagaimana sebenarnya cara orangtua menyikapinya?

Menurut psikolog keluarga dan anak, Anna Surti Ariani, setiap orangtua perlu menangani anak sesuai dengan usia serta reaksinya. Jika usia anak masih berumur tiga tahun ke atas, usia ini perlu dicermati karena anak sudah mulai memperhatikan lingkungan sekitarnya.

"Jika reaksinya setelah melihat video tersebut terlihat tidak peduli, maka orangtua boleh menganggapnya aman. Namun jika reaksi anak tiba-tiba terdiam, kaget, atau melihat terus video syur tersebut, maka inilah yang harus diwaspadai dan dicermati orangtua," katanya saat dihubungi oleh Health-Liputan6.com, Jumat (30/9/2016).

Menurut dia, orangtua juga bisa menyelipkan pesan bila anak tidak sengaja menonton video porno. Seperti misalnya mengatakan kalau itu bukan film anak-anak.

Sedangkan untuk anak usia SD, cara menanganinya berbeda. Biasanya pertanyaan yang ia berikan sudah lebih rumit. Namun di sini orangtua tidak perlu panik. Tanya terlebih dahulu pendapatnya. Dengan begitu, orangtua bisa mengetahui apa yang dirasakan oleh anaknya.

“Diskusi dengan dia, ‘nah itu tuh mama juga tidak suka kalau melihat yang seperti itu, itu kan tidak sopan’. Dari situ kita bisa menanamkan nilai-nilai yang benar setelah menggali dari anak,” ujar Nina.

Lalu untuk anak usia remaja, orangtua hanya perlu berdiskusi dan tetap menanyakan pendapatnya mengenai video tersebut. Coba tanyakan padanya apa efek yang ditimbulkan pada dirinya dan anak-anak berusia lebih kecil di bawahnya jika melihat video porno tersebut.

Ia pun mengingatkan, berbahaya jika orangtua pura-pura tidak tahu dan menganggap bahwa anaknya nanti akan lupa dengan sendirinya, karena ia nanti akan menganggap bahwa hal tersebut benar-benar tabu, bahkan malah menanyakan pada temannya.

“Justru kalau kita concern, lebih baik diomongin supaya anak tahu bahwa lebih aman ngomong itu dengan orangtuanya daripada ke orang lain. Kalau dia cerita-cerita sama temannya, ini malah jadi enggak lucu akhirnya,” tuturnya.

Dalam hal ini, pengawasan dan pendekatan pada anak sangat penting. “Selama kita juga bisa menunjukkan keterbukaan untuk membicarakan itu dan mendiskusikan itu, anaknya tidak nyari-nyari sendiri. Kalaupun dia mencari, nanti pun dia akan lapor sama kita,” tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.