Sukses

Ini Alasan Si Introvert Suka Menyendiri

Dua jenis kepribadian yang bertentangan ini terbentuk bukan tanpa alasan. Temukan alasannya di sini.

Liputan6.com, Jakarta- Setiap orang memiliki kepribadian unik yang membedakannya dari orang lain. Tentunya sangat sulit untuk setiap manusia mempelajari satu demi satu perbedaan yang ada. Oleh karena itu, psikologi dijadikan sumber ilmu untuk membantu mempermudah pemahaman kita akan kepribadian manusia dengan cara menggolongkannya menjadi tiga jenis utama yaitu, introvert, ekstrovert dan ambivert.

Secara garis besar, introvert mencerminkan pribadi yang tertutup dan sebaliknya, ekstrovert sangat terbuka dan aktif. Sementara ambivert adalah kombinasi dari keduanya. Meski tergolong menjadi tiga, namun hanya dua yang marak dijadikan tolak ukur jenis kepribadian di kalangan masyarakat luas yaitu, introvert dan ekstrovert.

Tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu psikologi dapat membantu kita mencari tahu jenis kepribadian yang paling cocok. Setelah mengetahuinya, kita tentunya akan bertanya alasan mengapa sebagai introvert kita senang menyendiri atau kenapa bersosialisasi terasa menyenangkan tiada tara bagi kita yang ekstrovert.

Bagaimana cara mengetahuinya?

Sekelompok ilmuwan dari Salk Institute for Biological Science di La Jolla, California, AS memiliki jawabannya yang mana dipresentasikan di depan para penonton yang hadir dalam konvensi American Psychological Association yang ke 118.

Jawaban atau solusi yang mereka tawarkan adalah penggunaan wajah manusia. Para ilmuwan menerangkan bahwa cara introvert dan extrovert menanggapi wajah manusia berbeda dan teknik meresponnya bisa membantu perjelas perilaku individu tersebut secara keseluruhan.

Untuk mengetahui respon introvert dan ekstrovert terhadap wajah manusia, Fishman dan para ilmuwan lainnya melakukan sebuah tes untuk merekam sekaligus menginterpretasi pergerakan elektrik spontan dari otak dengan menggunakan teknologi pemindai aktivitas otak elektroensefalografi (EEG).

Tes tersebut melibatkan 28 peserta dengan kisaran usia dari 18 hingga 40 tahun. Setiap peserta ditempelkan elektroda pada kulit kepala masing-masing untuk arus listrik dari mesin EEG mengalir.

Dalam percobaan ini, para peserta menyaksikan serangkaian gambar wajah laki-laki dan perempuan yang terus-menerus muncul dalam waktu yang ditentukan. Gambar wajah juga beberapa kali diselingi oleh gambar lainnya yang merupakan obyek mati dan penuh warna, contohnya bunga berwarna ungu yang kemudian disusul dengan obyek dan warna lain.

Hasilnya menunjukkan bahwa otak para ekstrovert lebih peka atau menciptakan jauh lebih banyak respon berupa perhatian pada wajah manusia dibandingkan otak para introvert. Wajah manusia memegang lebih banyak arti untuk para ekstrovert dan oleh karena itu, mereka yang memiliki tipe kepribadian ini gemar bersosialisasi atau terlibat dalam sebuah aktivitas di mana mereka dapat menyaksikan wajah manusia dalam jumlah banyak.

Sebaliknya, otak para introvert memandang wajah manusia seolah tidak ada artinya. Mereka nampaknya tidak bisa membedakan wajah manusia dari benda mati. Ini membuktikan respon otak introvert yang relatif datar dan secara penilaian seimbang ketika disajikan sejumlah gambar yang berbeda.

“Otak para pemilik kepribadian introvert cenderung acuh tak acuh terhadap sekelilingnya. Otak introvert juga berpotensi memperlakukan atau menanggapi mahluk hidup dan benda mati dengan cara yang sama. Untuknya makna manusia seimbang dengan benda mati,” ungkap Inna Fishman, salah seorang peneliti asal Salk Institute for Biological Science di La Jolla, California, kepada Live Science, mengutip Selasa (30/8/2016).

Ini menjelaskan alasan kenapa banyak dari mereka memilih baca buku menyendiri dibandingkan terlibat dalam sebuah interaksi. Menurut mereka, benda mati berisikan informasi seperti buku contohnya sudah cukup untuk dijadikan sumber ilmu.

Ketika dirinya mengandalkan cara merespon yang sama terhadap manusia dan benda mati, secara tidak langsung ia telah membangun karakter yang tertutup dan tidak terbiasa dengan masukan orang lain. Benda mati tentunya tidak pernah menentangnya, dan membiasakan diri seperti itu berarti ia juga berharap yang sama soal respon manusia lain padanya.

Kemungkinan mendapat kritikan dari orang lain membuat para introvert cenderung lebih malu dan tidak nyaman dalam dunia sosial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini