Sukses

Kasus Baru HIV/AIDS di Indonesia Terus Meningkat

Laju infeksi HIV baru di Indonesia meningkat lebih cepat daripada negara-negara lain di Asia Tenggara.

Liputan6.com, Jakarta Penelitian baru yang dirilis International AIDS Conference di Durban, Afrika Selatan menemukan, laju infeksi HIV baru di Indonesia meningkat lebih cepat daripada negara-negara lain di Asia Tenggara.

Healthdata mencatat, antara 2005 dan 2015, kasus HIV baru tumbuh rata-rata 3,2 persen per tahun di Indonesia. Sedangkan di Malaysia, Thailand, dan Vietnam mengalami penurunan.

Pada waktu yang sama, cakupan antiretroviral therapy (ART) di Indonesia hanya sebanyak 11,7 persen, yang berarti Indonesia adalah salah satu negara yang paling sedikit mendapat ART. Hanya ada sedikit negara yang memiliki cakupan ART lebih rendah, seperti Afghanistan, Pakistan, dan Somalia.

Kombinasi jumlah infeksi baru yang tinggi dan cakupan ART rendah ini terbukti bersifat mematikan di Indonesia. HIV/AIDS membunuh sebanyak 18.560 penduduk Indonesia pada 2015, meningkat sebanyak hampir enam kali lipat sejak tahun 2005. Walaupun jumlah orang yang hidup dengan HIV di Indonesia meningkat dari 146.560 ke 440.510 sepanjang periode waktu.

“Penyebaran ART di Indonesia masih belum merata dan seharusnya lebih diarahkan kepada daerah-daerah di mana yang telah teridentifikasi sebagai kantong dengan prevalensi HIV/AIDS tinggi, seperti di wilayah Indonesia Timur," kata Dr. Soewarta Kosen dari Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.

Menurut Soewarta, percepatan dari penyebaran ART harus diprioritaskan dan mencakup kelompok-kelompok rentan dan berisiko tinggi (homoseksual, transgender, IV Drug Users, pekerja seks dan lingkungan penjara). Di samping itu, komorbitas antara HIV dan Tuberkulosa, perlu sekali mendapat perhatian agar dapat dicegah, karena prevalensi Tuberkulosa sangat tinggi dan merupakan salah satu penyebab utama kematian.

Direktur London School of Hygiene and Tropical Medicine dan direktur eksekutif pendiri UNAIDS, Professor Peter Piot, turut berkomentar dalam penelitian ini. Dia mengatakan, studi ini menunjukkan, epidemi AIDS belum berakhir sama sekali, dan bahwa HIV/AIDS masih merupakan salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar saat ini.

"Jumlah tinggi yang terus bertambah sebanyak lebih dari dua juta infeksi baru menunjukkan kegagalan kolektif yang harus diatasi melalui upaya pencegahan yang intensif dan investasi dalam riset vaksin HIV secara berkesinambungan," katanya.

Penelitian ini membahas mortalitas, prevalensi, dan insiden HIV antara tahun 1980 dan 2015, dan merupakan bagian dari Global Burden of Disease Study 2015 yang menampilkan perkiraan kesehatan masyarakat secara menyeluruh dalam hal penyakit, cedera, dan faktor-faktor risiko.

Tidak sebanding dengan penurunan infeksi baru yang secara keseluruhan melambat, jumlah orang yang hidup dengan HIV di tingkat global meningkat secara signifikan, dan ini sebagian besar disebabkan oleh ekspansi terapi anti-retroviral.

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan, ada sekitar 39 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan HIV pada 2015, dibandingkan dengan jumlah 28 juta pada tahun 2000.

Pada 2015, 41 persen orang yang hidup dengan HIV menggunakan ART, dibandingkan dengan 2 persen kurang dari jumlah tersebut di tahun 2000.

“Kami membuat orang hidup lebih lama, dan jumlah ini seharusnya cukup memberi harapan bagi mereka yang menggunakan terapi anti retroviral,” kata Associate Professor IHME, Dr. Haidong Wang, penulis utama penelitian ini.

Namun, peningkatan semacam ini masih jauh dari sasaran ambisius 90-90-90 yang ditetapkan oleh masyarakat global untuk tahun 2020. Sasaran tersebut ditujukan bagi 90 persen orang yang hidup dengan HIV yang mengetahui status HIV mereka, 90 persen orang yang didiagnosis mengidap HIV yang mendapat terapi anti retroviral, dan 90 persen orang yang mendapat terapi anti retroviral yang mengalami penekanan virus.

“Penelitian HIV oleh Global Burden of Diseases mengandung informasi kesehatan yang kritis untuk membantu membentuk dan mendukung pengambilan keputusan tingkat nasional dan global,” ujar Peter Hayward, editor The Lancet HIV.

Perkiraan ini juga merupakan kunci untuk memperkuat tanggung jawab dalam memastikan bahwa janji-janji yang dibuat oleh para politisi dan pembuat kebijakan sehubungan dengan target HIV tertentu akan diwujudkan.

Hasil penelitian IHME juga menekankan perlunya upaya yang lebih efektif untuk mencegah infeksi baru, serta pendanaan tambahan untuk semua upaya tersebut. Analisis ini menunjukkan, Development Assistance for Health (DAH) yang didedikasikan untuk HIV/AIDS paling cepat tumbuh antara tahun 2000 dan 2009, tapi pendanaannya tersendat sejak 2010.

Menurut Financing Global Health 2015, sebuah laporan yang diterbitkan tahun lalu oleh IHME, pendanaan tahunan global untuk HIV/AIDS mencapai puncaknya sejumlah AS$11,2 miliar pada 2013, tapi turun menjadi AS$10,8 miliar di 2015. Dengan melambatnya penurunan infeksi baru dan pendanaan untuk HIV/AIDS, maka pencapaian sasaran yang ditetapkan oleh masyarakat global untuk mengakhiri AIDS sebelum tahun 2030 akan menjadi suatu tantangan.

Penelitian yang berasal dari kerjasama kolaboratif Global Burden of Disease ini diterbitkan dalam The Lancet HIV, yang melibatkan 74 negara yang mengalami peningkatan dalam jumlah standar usia infeksi HIV/AIDS baru antara 2005 dan 2015, termasuk Indonesia, Mesir, Pakistan, Kenya, Filipina, Kamboja, Meksiko, and Rusia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • HIV atau Human Immunodeficiency Virus menyerang sistem kekebalan tubuh, yang selanjutnya melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi.

    HIV

  • HIV/AIDS

  • AIDS