Sukses

Banyak yang Berpikir Salah tentang Vaksin

Isu vaksin palsu tak hanya ramai di media, namun hampir di setiap kerumunan orang tua membicarakan persoalan ini.

Liputan6.com, Jakarta Sepekan ini berita tentang vaksin palsu menyeruak, tak ayal menimbulkan kepanikan di antara orang tua yang khawatir anaknya menjadi korban vaksin palsu. Beberapa orangtua pun menyerbu rumah sakit yang namanya termasuk dalam daftar 14 rumah sakit yang diumumkan Kementerian Kesehatan.

Isu vaksin palsu tak hanya ramai di media, namun hampir di setiap kerumunan orangtua membicarakan persoalan ini. Pun yang terjadi di dalam gerbong kereta Depok tujuan Kota, Sabtu (16/7/2016) seorang bapak menjadi apatis terhadap vaksin dengan mengatakan, “Sebetulnya apa sih manfaat vaksin? Menurut saya kok enggak ada. Sudah disuntik campak, tapi nyatanya tetap saja kena campak. Menurut saya sih enggak divaksin enggak apa-apa tuh?”

Di sisi lain, fakta lain membuktikan. Sebuah contoh kasus yang terjadi musim dingin lalu, ketika 147 kasus campak menyebar ke tujuh negara, ditambah Kanada dan Meksiko sebagian karena wabah dimulai di Disneyland, di California.

Jika tidak ada vaksin campak, diperkirakan akan ada 4 juta kasus campak terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Sebelum vaksin ditemukan pada tahun 1963, hampir semua orang terkena penyakit ini di masa kecil, dan rata-rata 440 anak-anak meninggal setiap tahun pada masa itu. Beruntung hari ini di Amerika Serikat 80-90 persen anak-anak telah divaksin, sehingga terlindungi dari ancaman penyakit campak.

Vaksin mungkin menjadi penemuan kesehatan yang paling penting dalam sejarah, berkat vaksin nyawa anak-anak di seluruh dunia terselamatkan oleh ancaman berbagai penyakit.

"Vaksin sangat efektif, mereka membuat anak-anak terhindar dari penyakit berbahaya seperti campak,” kata Kathryn Edwards, M.D, Direktur Vanderbilt University Vaccine Research Program, di Nashville , seperti dilansir Parent, Selasa (19/7/2016)

Informasi salah

Informasi yang salah tentang vaksin berkontribusi terhadap kecemasan dan ketakutan orang tua. Sebagai contoh informasi mengenai vaksin MMR dapat menyebabkan autisme justru dipercaya oleh sebagian besar orangtua. Hingga membuat banyak orangtua memilih tidak memberikan vaksin ini kepada anak-anaknya. Padahal telah banyak penelitian yang menunjukkan tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan autisme.

Vaksinasi pada anak-anak adalah untuk melindungi mereka terhadap penyakit berbahaya yang mengancam jiwa mereka. Efek samping vaksin seperti seperti kulit kemerahan dan bengkak di bekas suntikan, demam, dan ruam adalah efek jangka pendek. Kalau pun terjadi risiko yang paling serius, seperti reaksi alergi yang parah, namun ini sangat jarang terjadi. Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menunjukkan hanya 1 dari 1 juta anak.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.