Sukses

Gen Bisa Ramal Usia Anda Pertama Kali Berhubungan Seks

Gen mempengaruhi umur hubungan seks pertama dan kelahiran pertama seorang bayi melalui karakter fisik dan mental.

Liputan6.com, London - Suatu penelitian menengarai bahwa susunan genetik seseorang dapat membantu menentukan waktunya seseorang pertama kali berhubungan seks.

Temuan penelitian ini penting karena orang-orang yang lebih dini melakukan seks dan mendapatkan bayi sepertinya lebih tersendat pendidikannya dan lebih rendah kesehatan fisik dan mentalnya, demikian menurut Ken Ong, salah seorang penulis penelitian.

“Gen mempengaruhi umur hubungan seks pertama dan kelahiran pertama seorang bayi melalui karakteristik kepribadian maupun fisik,” kata Ong. Ia adalah seorang ahli epidemiologi di University of Cambridge, Inggris. Ia menelaah data genetik milik ratusan ribu orang.

Sebelumnya para peneliti telah mengkaitkan awal pubertas dengan faktor-faktor genetik. Namun Ong mengatakan belum jelas caranya gen mempengaruhi waktunya seks pertama dan waktunya wanita pertama kalinya melahirkan anak. Penelitian baru mengungkapkan “komponen moderat genetik” bagi kedua hal tersebut, walaupun bukan merupakan hubungan langsung sebagai sebab-akibat.

“Kita sudah mengetahui bahwa waktunya pubertas secara jelas berada di bawah pengaruh genetik, dan juga faktor lingkungan seperti diet dan berat badan,” kata Dr. Tim Spector, profesor epidemiologi genetik dan direktur penelitian orang kembar di Kings College, London. “Peningkatan masalah obesitas pada kanak-kanak menggeser pubertas lebih dini,” kata Spector lagi. Ia tidak terlibat dalam penelitian ini.

Dikutip dari Health Day pada Rabu (20/4/2016), awal pubertas menurun dari rata-rata usia 18 tahun pada 1880 menjadi rata-rata usia 12,5 tahun pada 1980, demikian menurut catatan latar belakang penelitian tersebut.

Menurut dugaan para peneliti, tidak semudah itu menyimpulkan bahwa pubertas yang lebih dini dengan sendirinya mengarah kepada seks dini dan kelahiran dini.

Beberapa dekade lalu, ketika pubertas dimulai agak terlambat, orang cenderung melakukan seks pertama lebih terlambat, tapi hamil lebih dini, demikian dijelaskan Ong.

“Beberapa tahun belakangan ini, secara rata-rata ada bentang waktu 10 tahun antara hubungan seks pertama kalinya dengan melahirkan anak pertama,” imbuhnya.

Dalam penelitian anyar itu, Ong dan rekan-rekannya memeriksa data genetik dan sejumlah catatan lain dari hampir 400.000 orang di Inggris, AS, dan Islandia. Para penyidik mengkaitkan beberapa variasi genetik dengan usia pertama hubungan seksual dan menemukan kaitannya dengan usia pertama melahirkan, jumlah anak, usia pubertas, dan keberanian mengambil risiko.

Spector mengatakan bahwa penelitian ini “secara meyakinkan telah membenarkan” penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa gen-gen seseorang berdampak kepada usia seseorang kehilangan keperjakaan atau keperawanan, walaupun gen-gen itu bukan menjadi penentu utamanya.

“Penelitian kaum kembar dari kelompok kami dan kelompok-kelompok lainnya juga menunjukkan bahwa usia senggama pertama dan juga jumlah pasangan seseorang ternyata 50 persen merupakan bawaan (inheritable),” katanya.

Ada juga “kaitan jelas” antara gen-gen yang mendukung kegiatan seksual dini dengan gen-gen yang mendukung pengambilan risiko, imbuh Spector. “Gen-gen ini diduga memiliki dampak seumur hidup.”

Apa artinya ini semua dalam kehidupan sehari-hari? “Pesan utamanya adalah bahwa perilaku kita sebagai remaja merupakan gabungan dari gen dan lingkungan,” kata Spector.

Ong sepakat dengan itu dan menambahkan bahwa nasib kita bukan sepenuhnya ditentukan oleh gen-gen kita. Upaya untuk menunda pubertas dini bisa mengurangi masalah-masalah yang diakibatkan oleh seks dini dan kelahiran dini, katanya.

Menurutnya, hasil-hasil penelitian “memperkuat pendapat untuk mencari cara yang aman dan efektif untuk mencegah anak-anak memulai pubertas pada usia terlalu muda.”

Namun demikian, seorang peneliti bernama David Karasik dari Bar-Ilan University di Israel memperingatkan bahwa masih belum jelas mengapa usia pubertas semakin muda dalam satu abad terakhir ini.

Pertanyaannya, menurut dia, adalah apakah penurunan usia pubertas itu berkaitan dengan lingkungan atau gen—karena kegiatan yang dipengaruhi diet dan gaya hidup—atau keduanya?

Apapun jawabannya, memang ada sejumlah orang yang secara genetik ditentukan akan melakukan reproduksi lebih dini, kata Karasik. Pendidikan seks bisa-bisa tidak mempan pada orang-orang tersebut. Lagi-lagi, norma sosial bisa berdampak pada pilihan seseorang. Ini adalah masalah “alamiah ataukah pembiasaan, sebagaimana seluruh ciri manusia.”

Temuan penelitian ini diterbitkan dalam jurnal online Nature Genetics edisi 18 April 2016.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.