Sukses

OPINI: Menjadi Orangtua bagi Generasi Milenium

Untuk dapat mendampingi anak-anak, terutama di usia remajanya, orangtua perlu paham secara sungguh-sungguh karakteristik anak-anaknya.

Liputan6.com, Jakarta Saat kita menyebut remaja, berarti mereka yang berada dalam rentang usia 12 sampai 18 tahun. Kelompok usia ini adalah mereka yang lahir di era tahun 2000-an, dan disebut The millenium generation. Kelompok usia ini lahir di abad teknologi canggih. Mereka membawa karakteristik uniknya sendiri, yang secara signifikan berbeda dengan generasi orangtuanya.

Anak-anak tidak mampu tumbuh sendirian. Anak-anak dilahirkan oleh orangtua, dan membutuhkan orangtuanya dalam proses tumbuh kembang menjadi manusia dewasa yang mumpuni.

Untuk dapat mendampingi anak-anak, terutama di usia remajanya, orangtua perlu paham secara sungguh-sungguh karakteristik anak-anaknya.

1. Remaja yang lahir dan tumbuh di era digital

Sejak bayi, teknologi termasuk teknologi informasi canggih adalah hal yang sehari-hari ada di dalam hidup remaja sekarang. Perjalanan hidup anak-anak muda ini pun sudah sangat terbiasa diekspos ke sosial media oleh orangtuanya sendiri. Dengan demikian menjadi sangat jamak bukan, bila remaja dan sosial media menjadi seperti "saudara kandung"?

Apakah remaja kita bergaul? Ya. Dengan teman sebayanya? Ya. Bedanya adalah jika di generasi orangtua, berteman adalah dengan mereka yang dijumpai, dan perjumpaannya bersifat fisik.

Pada remaja sekarang, lingkup pertemanannya menjadi sangat luas. Berteman, tidak terbatas hanya di dunia nyata. Internet dan sosial media memungkinkan anak-anak ini bergaul dengan siapa pun juga, menembus batas negara, etnis, sampai ke belahan dunia mana pun yang terjangkau internet.

Menyapa orang-orang di dunia maya, itu punya nilai yang nyaris sama sebagaimana kita menyapa orang di tempat umum. Ada yang balas menyapa, ada yang lalu menjadi kawan, ada yang tidak.

Menceritakan dirinya, pemikiran, dan pengalaman hidupnya menjadi relatif sama dengan menulis buku harian. Hanya saja, sifatnya menjadi lebih sosial karena terbuka untuk siapa pun yang punya akses ke akun dia. Buruk? Belum tentu. Mengapa? Karena sangat mungkin ada hal-hal baik yang ia bagikan di situ, yang menjadi sumber inspirasi kebaikan bagi remaja lain yang membacanya.

2. Remaja adalah remaja, mereka berubah

Remaja adalah bergaul. Kebutuhan untuk bertemu teman sebanyak-banyaknya adalah bagian dari keremajaan itu sendiri. Ia butuh penerimaan, pengakuan, penghargaan akan eksistensinya, yang jika di dunia nyata dia adalah sosok yang biasa, mungkin di dunia maya dia bisa menjadi sosok ideal yang dikreasikan.

Jika berhasil, ini memberinya peneguhan yang sangat kuat akan eksistensi dia sebagai seseorang.

Atas dasar dua fakta di atas saja sebenarnya kita bisa bertanya kepada diri sendiri :

1. Sebaik apa kita mengenal anak-anak kita sendiri?
2. Seberapa akrab hati kita dengan hatinya berdekatan?
3. Apakah kita ini panutan sekaligus teman baik bagi anak-anak kita?

Mengapa perlu bertanya pada diri sendiri? Karena membuat peraturan itu mudah, menerapkannya secara sungguh dan konsisten dalam kehidupan sehari-hari itulah tantangan yang sebenarnya.

Tentu penggunaan gadget perlu diatur baik-baik. Tujuannya adalah agar sekeluarga tertib dalam berperilaku, tertib dalam berinteraksi, dan mencegah potensi adiksi pada anak-anak yang lebih muda.

Beri batasan waktu yang dilaksanakan bersama-sama tentang kapan gadget ditabukan. Misalnya, saat makan keluarga, saat quality time keluarga selama 1 jam setiap hari, saat belajar, dan bekerja. Kita, orangtua juga disiplin menerapkannya. Karena kita adalah contoh nyata bagi anak-anak.

Jelaskan dan terapkan tentang apa itu media sosial, apa yang boleh dan tidak boleh. Jelaskan tentang etika berperilaku sosial dan terapkan bersama-sama. Jadikan temuan-temuan di media sosial sebagai bahan diskusi dan belajar bersama-sama.

Remaja sudah bisa berpikir kritis. Ajak diskusi. Dengarkan mereka. Pahami ide-ide kreatifnya. Jelaskan juga secara obyektif tentang berbagai kemungkinan kejahatan yang bisa terjadi jika kita lengah dalam bermedia sosial.

Ajak anak untuk waspada, dan agar bisa saling menjaga, jelaskan mengapa orangtua berhak untuk memantau pergaulan anak-anaknya di dunia maya, dengan sesekali memeriksa gadget mereka, dan follow media sosial mereka. Dengan catatan, orangtua tetap wajib menghormati privasi anak-anaknya, dengan tidak berkomentar di laman media sosial anak.

Buat aturan main dalam menggunakan teknologi dalam keluarga. Tujuannya adalah kita tidak kehilangan keterampilan dalam bekerja mengurus diri sendiri, dan mengurus rumah tangga.

Anak perlu dilibatkan dan dibiasakan untuk ikut membersihkan rumah, menyapu dan mengepel, merapikan barang-barang di rumah, menyiapkan makanan untuk sekeluarga.

Bagaimana jika aturan main tidak diikuti? Ada konsekuensi-konsekuensi yang juga harus diambil secara konsisten. Remaja adalah anak besar. Ajak mereka untuk menakar konsekuensinya, dan terapkan. Disiplin, tegas, konsisten, ini akan membantu tumbuhnya respek anak kepada orangtuanya.

Jangan lupa, apa yang terlihat pada perilaku anak sebetulnya merupakan cerminan diri kita sebagai orangtua. Bagaimana anak berperilaku baik di media sosial mau pun di keseharian hidupnya, itu adalah potret kita sendiri dalam berfungsi sebagai orangtua mereka.

Menjadi orangtua memang tidak ada sekolahnya. Tetapi kita memiliki sumber belajar terbaik, yaitu anak-anak kita sendiri. Selamat menjadi orangtua millenium.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini