Sukses

Kenapa Terapi Hiperbarik Mesti di Kamar Bertekanan Tinggi?

Kebakaran RS Mintoharjo mencuatkan satu terapi yang disebut terapi hiperbarik. Kenapa mesti dilakukan di ruangan bertekanan tinggi

Liputan6.com, Jakarta Kisah pilu itu dimulai ketika 4 Korban Kebakaran RS Mintoharjo yang teridentifikasi antara lain, Mantan Kadiv Humas Irjen Pol (Purn) Abu Bakar Nataprawira (65), Edi Suwardi Suryaningrat (67), dr Dimas Qadar Radityo (28) dan Ketua PGRI yang juga anggota DPD asal Jateng, Sulistiyo menjalani terapi hiperbarik di salah satu ruangan di RSAL Mintoharjo, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

Di Kamar Udara Bertekanan Tinggi (KUBT) atau yang disebut hyperbaric chamber sedang dilakukan terapi yang dimulai pada pukul 11.30 WIB dengan tekanan 2,4 atmosfir. Sekitar pukul 13.00 WIB, ketika tekanan baru mulai dikurangi menuju 1 atamosfir, pada pukul 13.10 WIB terlihat percikan api di dalam chamber.

 

Kadispenal Laksamana Muda Muhammad Zainuddin menyebutkan, pada saat itu, operator langsung bergerak cepat membuka fire system. Sayang, api dalam chamber serta merta membesar, tekanan udara menaik cepat. Akibatnya safety valve terbuka dan terjadilah ledakan.

"Beberapa saat kemudian api mulai padam, tapi korban tidak dapat diselamatkan," ucap Zainuddin.

Terapi hiperbarik atau disebut Hyperbaric Oxygen Therapy juga dikenal dengan nama terapi oksigen. Oxford Recovery Center menyebutkan, pada dasarnya terapi ini dimaksudkan untuk menyuplai kembali oksigen ke dalam tubuh kita. Normalnya, aliran darah kita hanya menyerap 21 persen oksigen lewat udara yang kita hirup.

Lantas paru-paru mengalirkan oksigen ke seluruh sel-sel darah melalui hemoglobin. Oksigen yang dibawa sel-sel darah merah menyebar ke seluruh tubuh oleh plasma (cairan) darah melewati lorong-lorong pembuluh ini akhirnya sampai pada jaringan-jaringan yang membutuhkannya.

Hyperbaric chamber atau kamar hiperbarik biasanya mengalirkan oksigen dengan tekanan mulai dari 1,5 hingga 3 kali dari tekanan atmosfer. Langkah ini dilakukan 30 hingga 90 menit. Tekanan tinggi diterapkan dengan harapan agar oksigen yang dialirkan dapat diserap tubuh 20 kali lipat lebih banyak dibanding bila kita menghirup oksigen dengan tekanan atmosfer normal. Karena faktanya, pada kondisi normal, oksigen hanya terserap 21 persen.

Dengan semakin banyaknya oksigen yang terserap, makin cepat pula proses penyembuhan yang terjadi pada organ-organ tubuh yang sakit semisal luka yang sulit sembuh atau kondisi-kondisi yang membutuhkan oksigen lebih banyak seperti pada kasus perokok berat, keracunan karbondioksida, infeksi, luka bakar, kerusakan sel akibat radiasi, bells palsy, dan masih banyak lagi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini