Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Di Afghanistan, Bocah Lelaki Dijadikan Penari Pemuas Nafsu

Setiap orang punya minat masing-masing, ada yang lebih doyan bocah lelaki daripada perempuan. Itu budaya mereka sejak dulu di Afghanistan.

Liputan6.com, Kabul - Suatu budaya setempat di Afghanistan sepertinya sangat kontras dengan apa yang selama ini diketahui orang banyak perihal negeri pegunungan itu. Misalnya, budaya yang bersinggungan dengan sesuatu yang dipandang tabu di sana, yaitu seks.

Sebuah laporan dokumenter Russia Times (RT) yang dikutip Rabu (9/3/2016) menyingkapkan suatu tabir yang mencengangkan. Di Afghanistan, kaum wanita dilarang menari di depan umum, sehingga kaum pria yang haus hiburan mencari jalan lain.

RT kemudian menelusuri secuil perjalanan hidup bocah-bocah lelaki yang dikenakan pakaian wanita untuk kemudian menari di hadapan para pria yang lebih tua dalam suatu pesta khusus kaum pria.

Suatu pesta pribadi biasanya disudahi dengan persaingan para tamu untuk meluangkan malam bersama seorang bocah penari melalui penawaran tertinggi.

Seorang pencari bacha (bocah dalam bahasa Parsi) disebut dengan playboy. Laporan dokumenter RT menyempatkan diri untuk mewawancarai seorang ‘playboy’ bernama Japar.

Di Afghanistan, kaum wanita dilarang menari di depan umum, sehingga kaum pria yang haus hiburan mencari jalan lain. (Sumber RT)

Japar berkisah, “Saya dulu seorang komandan lapangan selama 20 tahun. Di masa lalu, saya bekerja untuk pemerintah, tapi sekarang sudah pensiun. Setiap orang punya minat masing-masing, ada yang lebih doyan bocah lelaki daripada perempuan. Itu budaya mereka, sejak dulu di Afghanistan. Mereka berminat kepada bocah-bocah lelaki.”

Usia seorang bacha biasanya 12, 13 atau 15 tahun. Kata Japar, “Orang menggemari umur-umur tersebut.” Japar menambahkan, para pemilik bisnis ini “mendukung” bocah-bocah itu hingga “kedaluwarsa”—berumur sekitar 25 tahun.

Japar mengatakan secara terang-terangan, “Ketika seorang bocah bertambah umur, kami memanjakan mereka. Kami membelikan pakaian bacha, membiayai pernikahan ketika mereka tidak laku lagi. Kami memberi makan, menyiapkan makan buat mereka. Kami melakukan segalanya.”

Muhammad (17) mengaku telah menjadi bacha kira-kira 5 tahun. Katanya, “Saya ingin lebih mandiri, memiliki biaya cukup untuk melepaskan diri, tidak bergantung kepada kantong orang lain, mencari uang sendiri supaya tidak ada lagi yang bisa bilang , ‘ah, dia tidak punya uang'."

Ia melanjutkan, “Saya telah melewati begitu banyak hari yang sulit, dalam situasi keuangan yang sangat buruk. Setelahnya, saya menginginkan masa depan yang cerah, dan saya juga ingin melanjutkan pendidikan saya.”

Di Afghanistan, kaum wanita dilarang menari di depan umum, sehingga kaum pria yang haus hiburan mencari jalan lain. (Sumber RT)

Mereka yang terlibat dalam bisnis ini tidak mencoba menutup-nutupi. Seseorang yang mengaku sebagai bos besar mengatakan kepada RT, “Saya miskin, saya merasa iba kepada orang miskin lainnya, jadi saya sekadar membantu mereka mencari nafkah.”

Ia mencari bocah-bocah baru untuk bisnisnya di tempat-tempat umum dan kerap menemukannya di taman-teman bermain setempat. Bos besar tidak tertarik dengan yang paling tampan, tapi anak-anak yang berasal dari keluarga-keluarga termiskin. Menurutnya, anak-anak yang berasal dari keluarga miskin lebih mudah dikendalikan.

Seorang pelaku usaha lain menceritakan kepada RT, “Sang Mullah kadang-kadang menanyakan kenapa saya memiliki sejumlah bacha. Menurutnya, hal itu bertentangan dengan Islam dan uangnya sepantasnya diperuntukkan bagi hal lain yang baik, bukan untuk anak-anak ini. Mullah itu bisa menghancurkan saya.”

Walaupun pemerintah Afghanistan secara resmi telah melarang pesta-pesta bacha. Japar berujar, “Beberapa orang, misalnya para komandan dan pejabat tinggi, terlibat dalam bisnis ini.”

Salah seorang bacha masih berusia 12 tahun ketika pertama kalinya ditawari menjadi bacha. Katanya kepada RT, “Awalnya, saya tidak tahu terlalu banyak tentang ini, saya kira sekadar permainan.“

Ia menambahkan, “Seks bisa sangat menyakitkan, tapi uangnya penting.”

Ketika ditanya oleh RT, “Bagaimana kalau Taliban menangkapmu?”

Ia menjawab singkat, “Mereka akan membunuh kami dengan cara digantung atau membunuh kami dengan tusukan kebab.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini