Sukses

Salah Lantaran Stres, Dokter Residen Cenderung Mengaku

Menurut sebuah penelitian, dokter dalam pelatihan atau residen juga merasa stres atau lelah hingga membuat kesalahan medis yang fatal. Namun, mereka cenderung mau mengakui kesalahannya.

Liputan6.com, Washington: Sebuah studi yang dipublikasikan pada Selasa (22/9) waktu Washington, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa dokter dalam pelatihan untuk menjadi spesialis atau residen tahu saat mereka merasa lelah, marah atau kewalahan. Dan ketika merasakan salah satunya, mereka justru cenderung bersedia mengakui kesalahan.

Mereka mengakui bahwa rasa kantuk bukanlah satu-satunya faktor penyebab kesalahan yang dilakukan. Alasan lainnya adalah stres dan kelelahan mental. Demikian dilaporkan para peneliti dalam jurnal medis JAMA atau Journal of the American Medical Association. Temuan ini diharapkan dapat membantu menunjukkan cara lebih baik untuk mengurangi beban dan mencegah para dokter residen atau dokter muda melakukan kesalahan.

Menurut ketua penelitian, Doktor Colin West dari Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, AS, penemuan ini bisa berdampak pada reformasi kesehatan. "Kita perlu [memberikan] sumber ke pelatihan dan obat-obatan guna mengontrol jam kerja serta menjaga kesejahteraan dokter," ujar dia.

Institute of Medicine AS melaporkan pada 1999 bahwa antara 48 ribu hingga 98 ribu orang Amerika meninggal tiap tahun karena kesalahan medis yang seharusnya dapat dicegah. Contohnya seperti overdosis obat-obatan serta infeksi.

Dokter, perhimpunan dokter dan pakar lainnya telah meneriakkan pemotongan jam kerja bagi residen. Pasalnya, mereka memiliki jam kerja rutin selama 100 hingga 120 jam per pekan. Sehabis itu, mereka juga masih dituntut untuk bekerja setidaknya 80 jam per pekan di rumah sakit pelatihan.

West dan rekannya meneliti 356 residen di 163 sekolah kedokteran di dunia. Mereka menemukan bahwa 39 persen dari keseluruhan residen melakukan setidaknya satu kesalahan medis fatal selama masa studi. Dan dokter-dokter muda ini juga lebih cenderung mau mengakui bahwa mereka mengantuk, lelah atau stres.

Menurut West, faktor kelelahan memang penting. Kendati demikian, faktor kelelahan hanya bagian dari masalah dan penelitian-penelitian sebelumnya yang tidak begitu memusatkan perhatian pada faktor-faktor stres. Selain itu, West berpendapat bahwa memotong jam kerja tidaklah cukup.

Rumah sakit pelatihan di seluruh AS, telah membatasi jam kerja residen per pekan menjadi 80 jam. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan yang diakibatkan kelelahan. Institusi nonprofit Rand Corporation di Santa Monica, California, AS, memperkirakan bahwa hal ini akan memakan biaya sebesar US$ 171 juta hingga US$ 487 juta per tahun. Tergantung pada seberapa banyak residen pengganti yang harus dipekerjakan.(IRN/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini