Sukses

Masih Banyak Pengidap Kanker yang Berobat ke Alternatif

Seminar mengenai pengobatan yang kanker bertujuan agar pasien lebih sadar dan tahu pengobatan mana yang tepat, bukan ke alternatif

Liputan6.com, Jakarta Edukasi mengenai pengobatan kanker yang tepat masih rendah. Terbukti, cukup banyak pengidap kanker stadium akhir yang datang ke  CISC adalah "korban" dari pengobatan alternatif. Mereka sendiri mengaku memilih diobati "orang pintar" ketimbang dokter begitu didiagnosis tumor.

CISC (Cancer Information & Support Center), organisasi nirlaba penyedia informasi mengenai kanker dan pengobatannya, tak ingin ada lagi pengidap kanker yang bingung mencari perawatan tepat.

Keprihatinan inilah yang membuat CISC mengadakan diskusi 'Cara Cerdas Memilih Pengobatan Kanker yang Tepat' bersama para ahli di Handayani Prima Restoran, Jalan Matraman Raya nomor 48, Jakarta Timur, Selasa (23/2/2016).

"Padahal pengobatan yang tepat adalah hak dari pasien. Dan dokter memiliki kewajiban membantu pasien memilih pengobatan yang tepat," kata Ketua CISC, Aryanthi Baramuli Putri. 

Diskusi ini hasil kerjasama dengan KPKN (Komite Penanggulangan Kanker Nasional), dihadiri Ketua YKPI (Yayasan Kanker Payudara Indonesia), Linda Gumelar dan Yayasan Onkologi Anak Indonesia.

Pengidap kanker yang meninggal dunia, jelas Aryanthi, lebih banyak ketimbang HIV dan TBC. "Padahal 40 persen bisa dicegah," kata dia menambahkan.

Kepala Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM), Prof DR Dr Soehartati Gondhowiardjo Sp.Rad(K)OnkRad mengatakan hal serupa, "Benar, kanker lebih tinggi dari dua penyakit itu. Bahkan, jika HIV, TBC, dan Malaria digabung jadi satu, jumlahnya masih lebih banyak kanker."

Hanya saja kanker tidak pernah seheboh HIV AIDS. "Kecuali waktu ibu Linda Gumelar yang terkena, baru pada heboh," kata Soehartati.

Pada 2020 diharapkan kasus kanker di Indonesia turun sebesar 20 persen. Menurut Soehartati, itu tidak mudah. "Begitu dikasih awareness, semakin banyak orang yang datang dan semakin bertambah jumlah pengidap kankernya (karena selama ini mereka bersembunyi)," ujarnya.

Soehartati juga tidak heran mengetahui tidak sedikit pengidap kanker yang memilih pengobatan alternatif. Ketika dia melakukan survei kecil-kecilan menggunakan Google, begitu mengetik kata "kanker", yang keluar justru situs-situs penjual obat kanker. Pemilik situs mengklaim obat-obat itu dapat menyembuhkan pasien kanker.

"Pada akhirnya kanker ini dijadikan ladang bisnis. Banyak yang menjual barang-barang terkait kanker. Bahkan, saya pernah membeli 15 botol obat kanker, yang ternyata dapat merugikan pasien," kata Soehartati.

Semua botol yang dipesan memang mencantumkan nomor dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), tapi ketika dicek tidak sesuai dan palsu.

Soehartati mengatakan, jangan mudah mempercayai sebuah produk yang menawarkan ramuan khusus, apalagi terkesima dengan testimonial yang ada di situs penyedia ramuan tersebut. "Dokter saja tidak bisa menjanjikan penyembuhan, apalagi ini yang alternatif. Dibutuhkan penelitian panjang supaya obat yang ditemukan bisa dikonsumsi pasien," kata Soehartati menekankan.

Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, jelas Soehartati, kasus baru kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1.000 kasus. Sedangkan orang yang hidup dengan kanker adalah 4,3 per 1.000 kasus.

"Kalau ditotal ada 1 juta," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.