Sukses

Menkes Setuju Perubahan Permenkes tentang Farmasi

Usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang mengusulkan adanya perubahan terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2009 disetujui

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyetujui usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang mengusulkan adanya perubahan terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2009 tentang Kefarmasian.

"Kita sudah mengusulkan kepada Menkes agar Permenkes Nomor 51 Tahun 2009 itu diubah untuk kepentingan masyarakat dan bangsa ini," ujar Ketua KPPU Syarkawi Rauf di Makassar, Kamis.

Dia mengatakan, draft Permenkes 51 yang sudah diubah itu sudah diselesaikan dan tinggal menunggu harmonisasi atau persetujuan lanjutan dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumam).

"Semua produk hukum atau regulasi itu memang perlu diharmonisasi dan dilaporkan ke Kemenkumham. Jadi kita tinggal menunggu saja, apa hasilnya," katanya.

Syarkawi menjelaskan, dasar dari usulannya ke Menkes Nila F Moeloek untuk mengubah Permenkes tentang Kefarmasian itu tidak lain karena adanya dugaan kartel atau persekongkolan yang terjadi di Indonesia dalam menjual obat-obat paten dan generik bermerek.

Disebutkannya, obat sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat sehingga pemerintah mutlak mengaturnya supaya masyarakat menengah bawah tidak dipaksa membeli obat paten dari dokter.

Karena menurutnya, ada sebanyak 201 perusahaan perusahaan farmasi di Indonesia dan tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Farmasi (International Pharmaceutical Manufacturer Group/IPMG).

Dari jumlah tersebut, diketahui ada 26 perusahaan asing farmasi dan hanya 5-7 perusahaan asing lainnya yang fokus dalam pengembangan dan produksi obat paten.

"Ini yang menjadi bahan pengawasan kita karena di Indonesia ini belum ada HET untuk obat paten dan ini sangat rawan dimainkan harganya oleh perusahaan farmasi lainnya untuk bersekongkol menetapkan harga," katanya.

Khusus untuk obat generik biasa, lanjut Syarkawi, obat ini hanya diproduksi oleh perusahaan farmasi nasional atau dalam negeri dan Indonesia mengatur regulasi untuk harga eceran tertinggi dari obat murah generik ini.

Bukan cuma itu, tidak adanya HET untuk obat paten dan generik bermerek ini berdampak pada besaran biaya yang ditanggung oleh layanan kesehatan dalam BPJS Kesehatan.

Bahkan kata Syarkawi, BPJS Kesehatan akan bangkrut jika tidak membuat obat generik yang khasiatnya sama dengan obat paten tersebut kareba besarnya beban biaya yang akan ditanggung.

"Ini sementara kita terus lakukan pengawasan karena akan sangat berbahaya jika perusahaan farmasi ini bersekongkol dalam menetapkan harga obat," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini