Sukses

4 Cara Mengenali Pribadi 'Insecure'

Pernahkah kita pergi ke suatu acara semisal arisan dan kemudian bertemu dengan seseorang yang terus membeberkan berbagai kehebatan dirinya?

Liputan6.com, New York - Pernahkah kita bertemu dengan orang baru dan dalam beberapa detik kita merasa ada yang salah dalam diri kita? Sebelum bertemu orang itu, semua baik-baik saja dan mendadak kita mempertanyakan mulai dari penampilan hingga pencapaian dalam hidup kita selama ini.

Bisa saja orang itu adalah ibu dari salah satu teman main anak kita. Hanya dengan memperkenalkan diri saja, ia menegaskan bahwa ia memiliki pekerjaan penting, kehidupan keluarga sempurna, dan kenal dengan orang-orang hebat.

Dikutip dari Psychology Today pada Jumat (29/1/2016), dalam situasi demikian, kita gampang terjerembab kepada keraguan diri. Entah interaksi sosial ataupun bisnis, orang yang ingin semua orang mengetahui betapa hebatnya mereka dapat membuat kita semua merasa kerdil.

Bayangkanlah betapa lebih baiknya perasaan kita kalau kita bisa mengusir situasi seperti itu dan menjalani hari tanpa meragukan diri dan kehidupan kita.

Ternyata, dengan diperlengkapi seperangkat alat deteksi yang sederhana, kita dapat membantu diri kita menjadi lebih baik sekaligus mengenali kelemahan mereka yang tampaknya sempurna itu.

Psikologi di belakang proses ini bermula dari suatu teori oleh psikoanalis Alfred Adler dari Wina, yang menggagas istilah inferiority complex—‘kompleks inferior’ atau minder.

Menurut Adler, orang yang merasa rendah dengan diri mereka melakukan kompensasi berlebih dan melalui apa yang disebutnya “lomba kehebatan”. Satu-satunya cara untuk membuat orang demikian merasa bahagia adalah dengan cara membuat orang lain tidak bahagia. Menurut Adler, lomba kehebatan itulah yang menjadi inti masalah neurosis pada orang demikian.

Kita sekarang melihat lomba kehebatan ini sebagai ciri penyimpangan kepribadian narsisistik, yaitu bahwa penyimpangan dari perkembangan normal menghasilkan pencarian terus-menerus seseorang untuk meningkatkan rasa percaya diri.

Ada dua jenis narsisis, yaitu yang muluk-muluk dan yang rentan. Ada beberapa pendapat bahwa pada intinya, dua jenis narsisis itu memilki rasa percaya diri yang lemah, tapi narsisis muluk-muluk lebih jago menyamarkannya.

Pada keduanya, jika kita berurusan dengan orang yang membuat kita merasa rendah, besar kemungkinan bahwa narsisisme adalah biang keladinya.

Narsisisme tidak selalu mencapai tingakan patologis (sakit), tapi bisa membawa orang mendekatinya. Menggunakan konsep narsisisme overt dan covert—yaitu ‘berlebihan’ dan ‘tersamar’—bukan ‘muluk’ dan ‘rentan’, beberapa peneliti kepribadian yakin bahwa mereka dapat mempelajari lebih banyak tentang jenis narsisisme yang mungkin kita temui dalam hidup sehari-hari.

Psikologis James Brookes dari University of Derby di Ingris, pada 2015 memutuskan untuk menyidik caranya orang sangat berkecenderungan demikian menurut cara pandang percaya diri (self esteem) dan kecukupan diri (self effifacy), maupun kepercayaan diri seseorang tentang kemampuannya untuk berhasil.

Dengan mengambil sampel di kalangan mahasiswa, Brookes menganalisa hubungan antara narsisisme ‘berlebihan’ dan ‘tersamar’, percaya diri dan kecukupan diri.

Dua jenis narsisisme tidak berkaitan satu sama lain. Ketika mempelajari mana yang lebih berhubungan dengan percaya diri, Brookes mendapati bahwa mereka yang memiliki narsisisme berlebihan malah sebenarnya memiliki percaya diri yang lebih tinggi.

Artinya, kebutuhan mereka untuk merasa ‘khusus’ sepertinya memainkan peranan paling penting bagi orang-orang yang membesarkan diri ini. Narsisis tersamar, di sisi lain, memiliki angka percaya diri yang lebih rendah.

Jika dilihat menurut kecukupan diri—yaitu perasaan bahwa seseorang dapat mencapai sasaran yang diinginkan—seorang narsisis berlebih juga menang dibandingkan dengan narsisis tersamar yang terlalu peka dan merasa tidak aman (insecure).

Secara khusus, bagi narsisis berlebihan, kebutuhan untuk menjadi digdaya terhadap orang lain sepertinya memberikan perasaan bahwa mereka bisa mendapatkan segalanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ciri Kepribadian Narsisistik

Penelitian Brookes memberikan sejumlah petunjuk tentang kepribadian narsisistik. Penelitian itu dapat juga memberikan pengertian tentang cara-cara supaya kita dapat menafsirkan tindakan-tindakan temen-teman, rekan-rekan kerja atau pasangan yang narsisistik melalui pengenalan akan ketidakamanan mereka:

1. Orang yang insecure mencoba membuat diri kita juga tidak aman

Ketika kita mulai bertanya tentang nilai diri, apakah berkutat pada orang tertentu atau jenis seseorang? Apakah orang itu selalu menebarkan kekuatannya? Jika kita tidak biasanya insecure, tapi hanya di sekitar segelintir orang, kemungkinan mereka mengarahkan rasa insecure mereka kepada kita.

2. Orang yang tidak aman perlu memajang pencapaian-pencapaiannya

Kita tidak seharusnya merasa insecure di sekitar seseorang untuk menyimpulkan bahwa rasa rendah diri menjadi pusat perilaku mereka.

Orang yang terus-menerus memamerkan gaya hidup hebat mereka, pendidikannya yang elit, atau kehebatan anak-anaknya bisa jadi melakukan itu semua untuk menyakinkan diri mereka sendiri bahwa mereka memang bernilai.

3. Orang insecure terlalu sering ‘berlagak rendah’

Berlagak rendah adalah pamer yang disamarkan dalam pernyataan yang merendahkan diri. Sangat sering kita melihat ini di Facebook, misalnya ketika seseorang mengeluhkan perjalanan-perjalanan yang harus dilakukannya (karena pekerjaan pentingnya), atau setiap saat harus menonton anaknya bertanding (dan, kebetulan menang) dalam permainan olahraga tertentu.

4. Orang insecure seringkali berkeluh kesah tentang hal-hal yang tidak cukup baik

Orang yang sangat rendah diri suka memamerkan tingginya standar yang mereka punya. Mungkin kita menyebutnya ‘snob’atau congkak, tapi bahkan ketika kita menyadari bahwa mereka berpura-pura, tetap saja susah mengusir perasaan bahwa mereka sebenarnya lebih baik dari kita.

Apa yang mereka coba lakukan—seperti yang kita duga—adalah menyatakan standar tinggi mereka sebagai bukti bahwa bukan saja mereka lebih baik daripada semua orang lain, tapi bahwa mereka juga menilai diri mereka dengan kriteria penilaian diri yang lebih ketat.

Merujuk kembali ke penelitian Brookes, ada aspek-aspek narsisisme yang sebenarnya membantu kaum insecure merasa lebih percaya diri dengan kemampuan mereka.

Namun demikian, hal ini dilakukan dengan cara membuat orang lain di sekitarnya menjadi kurang percaya diri. Tidak sepantasnya menaikan perasaan kecukupan diri dengan merendahkan orang-orang lain.

Kesimpulannya, kemampuan untuk mendeteksi rasa insecure pada orang di sekitar kita dapat membantu mengusir keraguan diri yang sepertinya memang diinginkan dari sejumlah orang tertentu di sekitar kita.

Lakukanlah yang benar dan seharusnya dilakukan dan jangan menyerah kepada keraguan diri. Ini dapat membantu kita menumbuhkan rasa kecukupan pada diri sendiri dan pada orang insecure yang kita kenal dan peduli.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini