Sukses

Sindrom Patah Hati, Gejalanya Mirip Serangan Jantung

Sindrom patah hati (broken heart syndrome) juga dikenal dengan sebutan takotsubo cardiomyopathy.

Liputan6.com, Jakarta Suatu hari, seorang wanita merasa jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya saat berkendara. Beberapa waktu kemudian ketika di rumah sakit, dia diberitahu jika dia mengalami serangan jantung. Tapi hasil tes menunjukkan, wanita bernama Roberta Silver ini tak mengalami serangan jantung.

"Tak ada penyumbatan pada diriku, sama sekali," ujar Silver, seperti dilansir laman Newser, Selasa (19/1/2016).

Akhirnya dokter mengubah diagnosis menjadi sindrom patah hati (broken-heart syndrome). Beberapa peneliti sekarang percaya bahwa kejadian tak lazim yang gejalanya mirip serangan jantung dan menyerang wanita pascamenopause ini terkait dengan gangguan sistem saraf parasimpatik, bagian sistem saraf yang membantu menenangkan tubuh, tulis Wall Street Journal. 

"Disebut sindrom patah hati karena seringkali dipicu oleh masalah emosional seperti meninggalnya anggota keluarga atau kabar menyedihkan lainnya," jelas Dr Harmony Reynolds of NYU Langone Medical Center pada CBS News. Salah satu petunjuk bahwa ini bukanlah serangan jantung yaitu tak ada penyumbatan pembuluh darah.

Dalam studi yang diterbitkan dalam American Journal of Cardiology, Reynolds dan rekan-rekan melakukan tes pada 20 wanita. Sepuluh di antaranya pernah mengalami sindrom patah hati dan 10 wanita lainnya terkontrol. Peneliti menemukan, grup pertama rentan terhadap tekanan darah dan ritme jantung yang tak beraturan bertahun-tahun setelah mengalami sindrom tersebut.

Berdasarkan temuan tersebut Reynolds berharap bisa meneliti langkah pencegahan sindrom dengan yoga, meditasi, dan latihan napas. "Kita perlu meningkatkan hubungan tubuh dan pikiran," ujarnya.

Sindrom patah hati (broken heart syndrome) juga dikenal dengan sebutan takotsubo cardiomyopathy, pertama kali diidentifikasi 25 tahun lalu di Jepang. Sementara ada 6.230 kasus pada 2012 di Amerika Serikat.

Sindrom ini bisa menyebabkan kerusakan yang lebih parah pada otot jantung ketimbang serangan jantung. Tapi yang menarik dari penyakit ini menurut Reynolds, kondisi jantung orang yang berhasil pulih dari serangan sindrom tersebut bisa kembali normal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini