Sukses

Waspada Dampak Buruk Bedah Pengurangan Berat Badan

Pengurangan berat badan bisa dilakukan dengan cara pembedahan, misalnya dengan memperkecil lambung (Roux-en-Y) dengan dampak buruknya.

Liputan6.com, New York - Kebanyakan orang yang menjalani bedah pengurangan berat badan mengaku mengalami peningkatan keseluruhan kebugaran. Namun sejumlah laporan dalam penelitian terkini menyebutkan tingginya efek samping dan rawat inap sehubungan dengan prosedur ini.

Bedah yang dikenal dengan nama jalan pintas (bypass) Roux-en-Y ini mengurangi ukuran lambung hingga menjadi sebuah kantong kecil. Menurut suatu lembaga di AS—National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases—kantong ini kemudian dihubungkan langsung dengan usus kecil sehingga mempengaruhi cara sistem pencernaan menyerap makanan.

Dikutip dari webMD, Jumat (8/1/2016), ada sejumlah survei yang melibatkan lebih dari 1.400 orang di Denmark yang telah menjalani bedah Roux-en-Y antara 2006 dan 2011. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya sekitar 7 persen saja yang mengaku mengalami penurunan keseluruhan kesehatan setelah bedah ini dilakukan.

Namun demikian, kajian itu mendapati sekitar 89 persen pasien melaporkan satu atau dua efek samping. Misalnya, sakit di bagian perut dan kelelahan hingga sekitar 5 tahun sesudah pembedahan. Sekitar 29 persen pasien menjalani rawat inap.

Seorang wanita dengan julukan 'paling gemuk di seluruh Tiongkok' akhirnya menjalani bedah lambung untuk membantunya 'menyusut'.

Menurut para penulis penelitian, sekitar 68 persen pasien mencari perawatan terkait gejala-gejala yang dialami. Alasan yang paling lazim adalah sakit daerah perut (34 persen), kelelahan (34 persen), anemia (28 persen), dan batu empedu (16 persen).

Gejala-gejala ini lebih banyak dialami kaum wanita, perokok, dan orang yang berada di bawah 35 tahun, serta orang yang tidak bekerja, dan mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut sebelum pembedahan. Semakin banyak gejala yang dialami, semakin rendah mutu kehidupan mereka.

Pemimpin penelitian, Dr Sigrid Bjerge Gribsholt dari Rumah Sakit Universitas Aarhus Denmark dan rekan-rekannya menuliskan, “Fokus pada mutu kehidupan di antara para pasien dengan gejala jamak mungkin diperlukan karena para pasien itu mengalami risiko depresi. Pengembangan cara baru penurunan berat badan dengan risiko lanjutan yang lebih sedikit harus menjadi prioritas utama.”

Namun, seorang pakar dari AS memiliki catatan tentang temuan tersebut. Dr Mitchell Roslin, kepala pembedahan obesitas di Rumah Sakit Lenox Hill di kota New York mengatakan bahwa para pasien itu tidak diperbandingkan dengan kelompok kendali.

Roslin juga mengatakan bahwa beberapa jenis pembedahan pengurangan berat badan juga mulai lebih sering dipakai dan semua itu adalah “bedah yang memberikan hasil jangka panjang yang lebih baik” daripada Roux-en-Y.*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini