Sukses

Cara Murah dan Mudah untuk Uji Pendengaran

Sekarang sudah ada uji pendengaran dengan biaya terjangkau dengan menggunakan telepon pribadi di rumah.

Liputan6.com, Bloomington - Kehilangan pendengaran memiliki dampak buruk pada pekerjaan, bahkan bisa mengarah pada pengucilan sosial. Di AS, sekitar sepertiga warga berusia di atas 65 tahun menderita salah satu jenis gangguan pendengaran yang biasanya baru diketahui setelah diuji.

Untunglah, sekarang sudah ada uji pendengaran berbiaya terjangkau dengan menggunakan telepon pribadi di rumah.

Di waktu kecil, uji pendengaran dilakukan oleh dokter atau audiologist dengan memperdengarkan serangkaian cuitan dan geraman pada berbagai frekuensi dan volume. Semua ini disebut dengan ‘nada murni’, tapi belum bisa dilakukan melalui telepon karena keberagaman teknis telepon.

Dikutip dari NPR, Senin (21/12/2015), uji pendengaran melalui telepon menggunakan pendekatan yang sama sekali berbeda, yaitu didasarkan kepada kemampuan seseorang untuk menangkap pembicaraan ketika ada suara berisik di latar belakang.

Menurut Dr Charles Watson, ada hubungan erat antara cara seseorang mendengarkan pembicaraan dalam ruang berisik dengan tingkat kehilangan pendengaran yang diukur dengan nada murni di ruang dokter.

Pemimpin di lembaga nirlaba National Hearing Test mengatakan, “Uji ini dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan.”

Setelah mendaftar dan membayar US$ 5, seorang pengguna akan diberikan nomor telepon yang harus dipanggil dan kode akses yang terdiri dari 10 angka.

Ketika melakukan panggilan, akan terdengar suara penyebutan sejumlah angka dengan latar belakang yang berisik. Pengguna akan menekan tombol telepon sesuai dengan angka yang disebutkan oleh penguji. Hasil akhirnya diberikan segera sesudahnya dan bisa dibedakan untuk uji telinga kiri maupun kanan.

Watson berharap cara uji yang mudah dan murah ini akan menggugah lebih banyak orang untuk memeriksakan diri, karena kebanyakan orang yang menderita kehilangan pendengaran menolak mengakuinya.

Uji telepon ini telah digunakan di Belanda dan sejumlah negara lain selama beberapa tahun terakhir. Di AS, uji pendengaran ini dimulai pada 2013 dan mendapat dukungan dari National Institutes of Health yang juga mendukung penelitian lanjutan oleh Watson.

Hasil awal penelitian ini mengungkapkan sekitar 80 persen orang yang melakukan uji ini ketahuan menderita kehilangan pendengaran di satu atau bahkan dua telinganya. Tapi, dalam setahun setelah melakukan uji dengar ini, hanya sekitar 20 persen yang mengambil langkah lanjutan untuk memeriksakan diri, terutama karena alasan biaya.

Padahal, beban yang disebabkan karena tidak memeriksakan diri malah lebih berat. Penelitian Dr Frank Lin dari John Hopkins (tidak terlibat dalam penelitian Dr Watson di atas) mengungkapkan adanya hubungan statistik antara kehilangan pendengaran dengan risiko demensia. Penelitiannya juga mengungkapkan bahwa gangguan pendengaran mempercepat penurunan kognitif pada individu dewasa tua. (Alx)

Namun demikian, kehilangan pendengaran bukanlah akhir dunia. Seorang mahasiswa tuna rungu tetap bisa meraih cita-citanya menjadi sarjana psikologi seperti dikisahkan dalam video berikut ini:

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Dementia sering disalahartikan sebagai penyakit pikun. Namun sebenarnya, demensia bukanlah penyakit melainkan gejala suatu penyakit.

    Demensia

  • Gangguan pendengaran adalah semua jenis gangguan dalam proses pendengaran normal.

    Gangguan Pendengaran